Kamis, 26 Agustus 2010

Kami Beri Nama Humaira Hoshi

Umur Hoshi udah (atau baru?) sebulan lebih, tepatnya 44 hari. Mau cerita tentang kelahirannya sekarang aja deh. Soalnya si ummi udah protes, kelahiran Hikari diceritakan tapi Hoshi belum. Niatnya sih kepengen nulisnya ntar aja pas ulang tahun pertama Hoshi, biar sama kayak Hikari kemaren. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, takutnya ntar malah banyak detail yang terlupa karena udah terlalu lama, kayak cerita tentang Hikari itu.

Awal bulan Juli, mbah dari Lampung sudah datang. Sengaja datang cepat untuk membiasakan diri dengan Hikari. Soalnya seperti kita ketahui bersama, itu anak nggak mau dipegang sembarang orang. Jadi harapan kami, semakin lama mbahnya di sini mungkin Hikari akan terbiasa dengan mbahnya supaya terbantulah kami jika nanti adeknya sudah lahir.

Hoshi lahir tangal 14 Juli 2010. Sejak sekitar seminggu sebelumnya, istri udah ngeluh sakit perutnya. Bulannya memang udah cukup sih. Jadi akhirnya harap-harap cemas nungguin. Kain-kain dan perlengkapan yang diperlukan udah disiapkan, masukin dalam tas, jadi bisa langsung dibawa kalo sewaktu-waktu si bayi lahir. Tapi ternyata tanda-tandanya nggak juga bertambah. Cuma sakit-sakit begitu aja terus.

Tanggal 13 Juli 2010 akhirnya saya berhasil memaksa istri untuk check ke dokter Imelda. Berangkat sekitar jam 7 malam setelah magrib setelah pagi harinya mendaftar terlebih dahulu. Hikari tinggal di rumah bersama pengasuh dan mbahnya. Dapet nomer antrian 2. Dan pas sampai di sana cuma nunggu sebentar saja dan langsung giliran kami. Langsung cerita-cerita keluhannya sambil diperiksa. Semuanya baik dan normal. Tapi ternyata bukaannya udah 2cm, tapi nggak nambah-nambah. Trus ternyata berat si bayi udah 3.6kg. Padahal sebulan sebelumnya baru 2,6 kilo.

Awalnya dokter Imelda menyuruh kami kembali seminggu lagi untuk cek ulang. Tapi sesaat kemudian dia langsung berubah pikiran dan bilang "besok langsung ke rumah sakit deh, kita induksi aja" Istri langsung cemas dengar kata induksi, karena pernah dengar cerita teman-temannya yang di-induksi katanya sakitnya lebih luar biasa dibandingkan yang normal. Tapi dokter Imelda bilang nggak juga, sakitnya sama aja, cuma prosesnya aja yang meloncat lebih cepat jadi mungkin efek psikologis aja kalo terasa lebih sakit.

Pertimbangan dokter Imelda adalah berat si bayi yang sudah lebih dari 3 kilo. Padahal kelahiran pertama hanya 2.4 kg. Takutnya kalo ditunggu seminggu lagi bisa lebih dari 4 kilo, lalu si ibu akan kesulitan dan merasa seperti kelahiran pertama.

Pulang dari dokter Imelda, masih sempet-sempetnya mampir makan sate madura di simpang durian. Sudah tu mampir ke rumah mertua, memberitahukan hasil pemeriksaan tadi dan 'perintah' dokter Imelda untuk ke rumah sakit esok pagi. Istri sekali lagi mengadu pada mamanya tentang sakitnya melahirkan yang di-induksi versi teman-temannya. Dan komentar si mama ternyata sama dengan dokter Imelda. Sepertinya istri jadi lebih tenang. Dan setelah dipikir-pikir lagi, teman-temannya itu mengalaminya pada kelahiran anak pertama. Jadi mereka tidak punya pembanding rasa sakit yang normal dengan yang induksi. Istri jadi semakin tenang.

Rencana awalnya, pagi-pagi saya akan ke kantor untuk absen lalu antar istri ke rumah sakit. Tapi ternyata mertua datang menjemput, alhamdulillah perginya nggak jadi naek sepeda motor. Istri pergi duluan, saya mengurusi Hikari sebentar lalu menyusul ke rumah sakit. Ternyata udah di IGD. Diperiksa-periksa dsb. Setelah semua urusan administrasi beres (termasuk askes), langsung pergi ke ruang tindakan di gedung baru. di lantai 2. Sebenernya cukup jauh juga letaknya, tapi kami jalan kaki aja ke sana.

O iya, untuk administrasi ini saya bersyukur punya ibu mertua yang baik hati dan sayang menantu yang sudah mengurus segalanya jadi saya tak perlu bolak-balik dan cukup diam menemani istri. I Love You, Mom.
Karena instruksi dokternya udah jelas dan semuanya juga udah OK pas diperiksa di IGD, perawat yang tugas di ruang tindakan langsung pasang infus untuk masukin induksinya. Di IGD tadi pergelangan kanan udah ditusuk untuk ngambil sampel darah, jadi perawatnya berusaha masukin infus lewat tangan kiri. Tapi berkali-kali dicoba nggak berhasil juga. Pembuluh darahnya nggak ketemu, sembunyi karena dagingnya terlalu banyak. Haha..Berat badan istri memang melonjak tak terkendali selama hamil. Total 2 kali hamil naik 35kilo. Jadi nggak heran kalo dia jadi nggak pede difoto. Akhirnya karena nggak ketemu juga, infusnya dipasanglah di pergelangan tangan kanan. Setelah infus terpasang, mama pergi sebentar. Katanya mau ke ruangannya dulu, nengok ada kerjaan (operasi) apa nggak.

Lumayan merepotkan juga mau melahirkan dengan infus di tangan kayak gitu. Istri kebelet pipis melulu. repot bolak-balik ke kamar mandi sambil nenteng-nenteng infus. Untung kamar mandinya ada di dalam ruangan itu juga, nggak jauh-jauh jalan. Kata perawatnya nggak boleh banyak bergerak, tiduran aja. Jadilah pipisnya pake pispot.

Tak lama, pengaruh obatnya mulai terasa. Sekitar jam 10-an, rasa sakit mulai datang sekali-sekali.  Istri mulai mengeluh. Kata perawatnya tidurnya disuruh posisi miring sekali-sekali. Petugas datang membawa makanan untuk istri. Ada kue, puding dan teh manis. Belajar dari pengalaman melahirkan sebelumnya, istri pun makan dengan lahap walaupun katanya rasanya tak istimewa. Tapi lumayan untuk menambah energi, supaya tak lemas kehabisan tenaga seperti saat melahirkan Hikari dulu.

Saya agak ngantuk karena malamnya begadang mengurusi Hikari. Istri nyuruh tidur di ruangan sebelah yang terhubung langsung dgn ruangan ini dan memang kosong. Tapi saya bertahan. Kalo tidur sekarang, siapa yang nemenin istri? Mama datang kemudian. Mengecek ini dan itu, bertanya apakah sakitnya sudah sakit sekali atau masih sakit biasa, mengobrol sebentar dengan kami, lalu tertidur nyenyak di kamar sebelah. Membiarkan kami berdua, saya yang sudah mulai bisa mengusir kantuk dan istri yang semakin sering mengeluhkan sakitnya.

Tanggal 14, berarti lahirnya jam 14 aja lah. Istri berkata sambil nyengir menahan nyeri. Masih lama dong, pikir saya. Saat itu kira-kira jam 11 lewat beberapa menit. Kata istri, sakitnya semakin sering datang. Dan itu dibenarkan dengan raut mukanya yang semakin sering berkerut menahan sakit, mulutnya yang meringis sambil memejamkan mata, dan cengkeraman tangan kirinya yang semakin keras di tangan saya.

Perawat yang tugas jaga ternyata seorang bidan, dan sepertinya sudah punya jam terbang yang cukup. Terlihat dari caranya mengambil keputusan yang cepat dan tegas. Persalinan dengan induksi  ternyata memang prosesnya meloncat dengan cepat. Baru satu jam yang lalu dan tau-tau udah bukaan 7-8 aja.

Lewat adzan zuhur sakitnya smakin kuat. Istri  udah nggak nyambung lagi  kalo diajak ngbrol. Senyum manisnya tergantikan dgn wajah meringis menahan sakit. Tidurnya pun semakin tak bisa diam; miring kiri miring kanan, telentang, berusaha mencari posisi yang paling nyaman.

Hampir jam 2. Ekspresi wajah istri semakin dahsyat. Cengkraman tangannya pun semakin kuat.  Udah sempurna bukaannya, kata bidan perawat. Dia menyuruh perawat satu lagi yang lebih muda untuk menelepon Dokter Imelda. Yang disuruh segera berlari ke meja jaga. Sementara perawat 1 lagi mempersiapkan segala sesuatunya. Di luar rencana, Dokter Imelda tidak bisa segara datang karena sedang menangani pasien di rumah sakit lain. Akhirnya bidan  perawat yang sejak tadi mengurusi istri bersiap diri membantu persalinan.

Meskipun ini adalah kali kedua saya menyaksikan proses persalinan, tapi rasanya tak kalah ngeri dengan kelahiran Hikari dulu. Sungguh iba melihat istri mengejan sekuat tenaga sampai nyaris putus nafasnya. Air matanya. Keringatnya yang bercucuran di dalam ruangan yang dingin itu. Racauan tak jelas yang keluar dari mulutnya demi mengatasi rasa nyeri.  Saya tak berani membayangkan rasa sakitnya.

Bagaimana mungkin ada suami yang tega mengkhianati istrinya setelah melihat perjuangan yangs edemikian dahsyat saat melahirkan darah dagingnya?

Hikari relatif lebih mudah dikeluarkan daripada yang satu ini. Mungkin karena ukurannya yang memang jauh lebih besar daripada Hikari. Setelah 5 kali proses mengejan yang terasa teramat lama, akhirnya kami bertemu dengan sang jabang bayi yang dinanti. 14. 25 WIB, meleset sedikit dari 'permintaan' istri. Alhamdulillah. Bayi perempuan yang cantik dan bersih.

Terbayar lunas perjuangan istri saat bertemu muka pertama kali dengan anaknya. "Alhamdulillah, Dek," katanya pelan dengan senyum setulus hati.

Mama tak kalah bahagia mendapat cucu kedua. Saat kelahiran Hikari, yang ditanyakan mama adalah "Lengkap jarinya?"  Nah yang ditanyakan mama tentang si adek adalah "Ada lubang anusnya?"

Beberapa saat kemudian, barulah Dokter Imelda tiba. Pekerjaan 'beres-beres' ditangani olehnya sambil bercerita penyebab keterlambatannya. Ternyata dia baru saja menangani pasien inseminasi buatan. Sementara itu saya memperhatikan si adek yang sedang ditimbang dan dibersihkan oleh perawat yang lain. 3.7kg 52cm. Perawatnya masih muda, tapi nampak jelas kalau dia menyukai pekerjaannya. Caranya memperlakukan bayi juga penuh sayang.

Saat itu lah saya nyeletuk saja ke istri "Merah kali si adek nih" Dan istri langsung menimpali "Berarti namanya Humaira, kan merah" Nama yang indah, nama panggilan kesayangan Rasulullah kepada Aisyah. Saya langsung setuju, tinggal memikirkan nama lengkapnya saja.

Azan dan iqomat di dekat telinga kecilnya yang dingin dengan suara yang penuh haru.  Tak lupa mengucap syukur kepada Sang Maha Penyayang atas nikmatnya kepada keluarga kami. Terima kasih ya Allah anak-anak kami Kau jadikan sehat dan sempurna.

RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
Anggrek 1 R306
14 Juli 2010, 13.40 WIB

Senin, 23 Agustus 2010

Syarat Tidur

Macem-macem ya gaya anak kecil tidur nih.. Pernah dengar cerita atau ngeliat langsung nggak anak kecil yang kalo mau tidur mesti meluk atau megang sesuatu benda?

Saudara sepupu istri saya (10 tahun), sampai sekarang setiap mau tidur harus meluk leher mamanya. Padahal dia anak laki-laki. Nggak kebayang gimana ntar kalo kebiasaan itu nggak bisa lepas sampe dia remaja. Ada juga cerita seorang teman kantor yang anaknya kalo tidur harus meluk boneka barney-nya. Jadi kalo nginep kemana-mana atau pergi keluar kota itu boneka nggak boleh sampe ketinggalan.

Pernah baca juga di internet ada cewek sampe dewasa nggak bisa lepas dari selimutnya yang dia pake sejak bayi. Pasti udah nggak jelas lagi dong itu selimut, sejak bayi sampe umur 20an tahun. Tapi katanya memang dia nggak akan bisa tidur tanpa selimut kumalnya itu.

Hikari pun tidurnya bersyarat. Tapi alhamdulillah syaratnya mudah dan nggak ribet. Setiap mau tidur, dia perlu kompeng dan kain untuk dipegang dan dimain-mainkaan. Kompeng yang dipakenya saat ini adalah kompeng ketiga. Yang dua sebelumnya udah hancur digigiti. Sehari-hari sih Hikari nggak pake, cuma untuk tidur aja. Nah, kalo kainnya terserah, sembarang saja. Ukurannya pun nggak milih, besar atau kecil boleh saja.

Selama ini sih kami kasih aja bajunya, atau celananya, atau popoknya (yang bersih tentu saja) yang ukurannya relatif kecil untuk dia main-mainkan. Tapi kalo pun nggak kami kasih, biasanya dia sendiri yang kreatif mencari. Bisa rumbai-rumbai bantal dimainkannya. Kadang kala baju umminya atau baju saya yang berbaring di dekatnya. Atau kalau tidak ada satupun, bajunya sendiri pun jadi. Benar-benar fleksibel. :)

Kain itu akan dimain-mainkannya dengan kedua tangannya dari sejak dia mulai berbaring ngantuk dampai tertidur. Lucu memperhatikan proses Hikari tidur. Matanya menerawang kosong, mulutnya ngenyot-ngenyot kompeng, tangannya memainkan kain.. Lalu perlahan-lahan matanya menjadi sayu, kenyotan di mulutnya melambat, tangannya pun melambat... Dan akhirnya terdiam sempurna ketika matanya terpejam. Tinggal nafasnya yang mengalir pelan dan teratur. Indah.

Bertanya-tanya sampai kapan ya Hikari perlu kain untuk pengantar tidurnya...

Posesif atau Pelit?

Hikari akhir-akhir ini jadi posesif banget dengan benda-benda miliknya. Tak boleh mainannya dipinjam kawannya. Baru dipegang aja langsung direbutnya.  Kalo yang megang itu mempertahankan, Hikari tak segan-segan memukul. Aduh..

Untung saja teman-temannya baik hati dan pengalah. Yang sering main ke rumah memang umurnya udah lebih tua dari Hikari. Anak-anak usia 4-5 tahunan. Salah satunya punya adik, dan satu lagi ada yang belum punya adik tapi mamanya sedang hamil besar, jadi sebentar lagi pun dia akan jadi kakak. Dan mereka itu mungkin sudah punya naluri seorang kakak walaupun masih kecil.

Kalo temannya memainkan sepedanya, Hikari akan berteriak menyuruhnya turun sambil tangannya mengawas-awaskan. Lalu kawannya memainkan bola, Hikari langsung meninggalkan sepeda dan merebut bola. Kawannya ngambil mobil-mobilan, Hikari membuang bolanya dan langsung mengejar. Begitu seterusnya. Tak boleh kawannya pegang mainannya walaupun dia sedang pegang yang lain. Tapi kawan-kawannya pun tak kalah jahil. Mereka seperti tau Hikari seperti itu dan sering dengan sengaja keliatan menggoda. Semakin Hikari mengejar, semakin senang mereka menggodanya.
Dengan Hoshi pun tak kalah pelitnya. Setiap kali Hoshi terletak di tempat yangberada dalam jangkauan tangannya, Hikari akan menarik-narik bedong Hoshi berusaha melepaskannya. Bedong yang dipake Hoshi memang 'warisan' dari Hikari dulu. Ada juga beberapa helai yang dibeli baru, tapi motif dan warna-warnanya sama persis dengan yang terdahulu. Jadi sepertinya Hikari nggak mau bedong itu dipake Hoshi.

Kami jadi bertanya-tanya, apakah memang ada fase dalam pertumbuhan balita dimana mereka menjadi sangat posesif seperti itu? Soalnya anak tetangga depan rumah (2 tahunan usianya) pun kelakuannya persis Hikari ini. Tak boleh sama sekali barangnya disentuh orang. Kita mendekat saja dia sudah teriak-teriak 'punya awan tu" apalagi kalo sampe memegang. Atau ini cuma bagian dari kecemburuan Hikari pada Hoshi?

Rabu, 18 Agustus 2010

Say The Magic Words

Seperti yang saya ceritakan di entry sebelumnya, Hikari kalo malem tidurnya pake popok kain biasa aja. Resikonya memang kasur jadi basah di mana-mana. Mau dikasih alas biar nggak tembus ke kasur juga susah, soalnya Hikari kalo tidur hobinya guling-guling menjelajahi kasur dari ujung ke ujung. Jadi ya kami relakan saja itu kasur kena pipisnya. Tapi cerita serunya bukan di bagian itu.

Setiap kali pipis kan mesti diganti tuh popoknya. Nah ini bagian yang paling merepotkan. Begitu dibuka popoknya, Hikari akan lanjut tidur dengan posisi telentang ngangkang seolah-olah merayakan kebebasannya dari popok yang basah. Dan dia bisa berada di posisi seperti itu sampai waktu yang lama sekali, saya pernah sekali mencobanya. Saya biarkan saja dia telanjang begitu, dan benar saja, dia tak bergerak sama sekali.

Lalu jika kita berusaha memakaikan popok yang baru, dia akan mengelak. Berguling ke kanan atau ke kiri. Dikejar, mengelak lagi. Begitu seterusnya. Jika sudah mencapai ujung tempat tidur, dia akan berguling ke arah sebaliknya. Sungguh merepotkan. 

Dan ajaibnya, semua itu dilakukannya dalam keadaan mata tetap terpejam. Hebat bukan main. Seperti dalam cerita-cerita silat yang pendekarnya bisa mengelakkan serangan padahal sedang tidur nyenyak.

Selalu seperti itu. Selama berminggu-minggu kami dibuat repot, kadang juga kesal jika rasa kantuk sudah teramat sangat dan dia terus berlari. 

Sampai kemudian, belum lama yang lalu, umminya secara tak sengaja menemukan kalimat ajaib yang membuatnya mau diam dan tenang serta menurut dipakaikan popok baru. Saat dia akan menghindar umminya bilang : "Pake popok dulu, ntar mem*#-nya digigit nyamuk" Dan ajaib, dia pun berhenti bergerak dan menurut saja. Si ummi memang hebat. 

Sampai sekarang (malam tadi) kalimat ajaib itu masih manjur dipakai. :)

**sensor biar anak-anak nggak niru

<3

Selasa, 17 Agustus 2010

Diapers Time

Sehari-hari kalo di rumah, Hikari pake popok kain yang dialas dengan lampin. Resikonya kasur jadi basah, dan cucian juga jadi banyak. Nggak pake diapers soalnya takut kena diapers rash (ruam popok). Haha.. Bukan itu ding. Alesan sebenernya adalah karena harga diapers yang mahal. Dan saya selalu nggak tega liat Hikari pake diapers terlalu lama. Jadi seringnya baru sebentar aja udah saya buka dan ganti. Tapi kayaknya Hikari pun memang lebih nyaman pake popok kain. Kalo dipakein diapers, sering ditarik-tariknya, berusaha dilepas.

Sebenernya Hikari pake diapers juga sih, tapi ada waktu-waktunya.

Yang pertama dan utama, setiap kali pergi keluar rumah. Udah pasti dong biar nggak repot. Kan susah kalo lagi di tempat orang trus Hikarinya pipis/ee'. Apalagi kalo sedang di angkot, lebih repot lagi. Kalo perginya cuma sejam dua jam sih nggak diganti sampe pulang, tapi tetep bawa cadangan untuk jaga-jaga kalo dia ee'. Sampe rumah langsung ganti popok kain lagi biar segar. :D

Lalu, setiap sore sehabis mandi. Ini waktunya Hikari makan sore. Nah istimewanya, anak gadis ini kalo makan sore mesti sambil jalan-jalan. Jadilah dia setiap sore dibawa neneknya jalan-jalan ke tetangga belakang. Soalnya di situ rame anak-anak kecil. Makanya Hikari jadi terkenal banget di daerah belakang sana. Semua orang dari yang tua sampe balita kenal Hikari. Karena makan sambil jalan-jalan itulah akhirnya dipakein diapers biar nggak repot bolak-balik ke rumah ganti popok. Yang dipake sore ini biasanya tetep dipake sampe dia tidur sekitar jam 11 atau 12 malem. Tergantung penilaian saya juga sih, udah penuh atau belum itu diapersnya. Kalo rasa-rasa udah menggembung banget, jam 9-an juga udah diganti.

Dari jam 11 malem sejak diganti itu, Hikari pake popok kain. Trus sekitar jam 4 atau 5 pagi, pake diapers lagi. Ini karena jadwal Hikari ee' adalah antara jam segitu sampe pagi. Jadi pake diapers biar ee'-nya lebih bersih. Soalnya pernah beberapa kali Hikari ee' pas lagi pake popok kain dan kami nggak tau, hasilnya sungguh menghebohkan. Itu ee'-nya kan kadang sampe jatuh ke lantai. Nah Hikari sering tuh maen-maenin ee'nya pake kaki dengan asiknya. Hueee.... Jorok bener. (Mohon maaf ya kalo ada yang sedang makan..) Yang ini dipake sampe dia ee'. Atau kalo nggak ee' dipake sampe dia dimandikan sekitar jam 7 atau jam 8 pagi.

Dan terakhir, tergantung cuaca. Kalo beberapa hari hujan terus kayak sekarang ini, Hikari jadi sering pake diapers. Soalnya popok kainnya nggak kering-kering. :)

Kamis, 12 Agustus 2010

Aku Cemburu

Hal yang kami khawatirkan sejak lama akhirnya terjadi juga. Hikari mulai menunjukkan kecemburuan pada Hoshi. Masih belum ekstrim sih, tapi sudah semakin jelas tanda-tandanya.

Ini cerita umminya...

Jika saya sedang tidak ada dan mereka hanya bertiga saja di rumah, Hikari sering banyak tingkah setiap kali umminya menyusui Hoshi. Ada-ada saja ulahnya. 

Kadang mendekati adiknya yang sedang menyusu, awalnya cium-cium sayang lalu mengelus-elus dan tiba-tiba.. PLAK ..kepala Hoshi pun kena pukulan tangannya. Lain waktu dia akan berdiri di atas tempat tidur dan berusaha berjalan-jalan di situ, padahal jalan di lantai pun dia masih sering jatuh. Jelas sekali mencari perhatian supaya dipegang umminya. 

Atau sering kali dia berbaring tidur-tiduran di belakang umminya sedang duduk di pinggir tempat tidur menyusui adiknya. Lalu dengan sengaja kakinya akan menendang-nendang punggung umminya, mengganggu dan cari perhatian banget.

Pernah suatu kali dia sedang bermain dengan umminya. Lalu adiknya merengek minta susu. Begitu umminya menggendong Hoshi dan mulai menyusuinya, Hikari berlari sambil menangis lalu menempel di tembok. Persis film india. Yang ini saya saksikan langsung dan kami pun tertawa gelak-gelak melihat gayanya.

Ah. Maaf ya, Hikari...

Abi dan Ummi tak pernah bermaksud menomorduakan kamu, Nak. Tapi dek Hoshi belom bisa mimik sendiri dan masih harus digendong ummi.

Minggu, 01 Agustus 2010

Rukun selalu ya Nak...

Tak ada cemburu, setidaknya sampai dengan hari ini, Hikari menunjukkan rasa sayang yang sangat besar kepada adiknya sejak hari pertama Hoshi dibawa pulang dari rumah sakit.

Setiap saat setiap waktu Hikari seperti tak pernah melepaskan kesempatan untuk menciumi adiknya. Dan dia pintar sekali. Diciumnya Hoshi dengan hati-hati seolah tahu kalau adiknya masih lemah dan lunak. Malah kadang2 mulutnya tak sampai menyentuh Hoshi, tapi dia sudah berkata "mmuah". Lalu setelah mencium, dia akan menoleh ke arah siapa pun yang ada di dekatnya dengan wajah sumringah bangga, seperti ingin mengatakan bahwa dia baru saja mencium adiknya. Imut sekali.



Tapi tetap harus waspada juga. Karena kadang kala tangan atau badannya secara tak sengaja bisa menekan Hoshi jika posisinya tidak pas. Atau pernah juga dia seperti hendak membelai kepala adiknya tapi mungkin karena belum sepenuhnya bisa mengontrol kekuatan, jadinya malah terlalu keras dan seperti memukul. Dan pengawasan itu tidak boleh sampai dirasakan olehnya. Karena jika dia merasa dilarang atau diwaspadai, dia akan merengek bahkan menangis dengan wajah sedih seperti orang yang nelangsa karena dilarang melakukan sesuatu yang dia sukai.  Kalau sudah begitu, giliran ummi abinya yang kerepotan membujuk.



Telinga Hikari juga sangat sensitif terhadap suara adiknya. Jika dia sedang bermain di ruangan lain lalu adiknya yang di kamar merengek, dengan segera dia akan berjalan menuju kamar. Lalu sesampainya di pintu kamar dia akan menunjuk ke arah Hoshi dan bersuara seolah memberitahu bahwa adiknya merengek dan perlu ditengok.

Kepekaan Hikari dengan suara adiknya ini terkadang merepotkan di malam hari. Hoshi belum punya waktu yang teratur untuk menyusu. Jadi sewaktu-waktu setiap saat bisa saja dia merengek jika haus atau lapar. Dan Hikari lah salah satu yang menjadi 'korban'nya -selain abi dan umminya. Nyaris setiap kali adiknya merengek, Hikari akan terjaga meskipun sedang tidur nyenyak. Dia akan membuka mata lalu menoleh ke arah box adiknya. Melihat sebentar apa yang terjadi, lalu tertidur lagi. Seolah dia berpikir "oh adek bangun, oh ummi juga udah bangun".

Kalo ditengok ke belakang, Hikari memang sudah sayang sejak adiknya masih di dalam kandungan. Dia suka sekali menciumi perut umminya. Kadang dengan lembut, kadang dengan gemas dan seperti bergurau. Dia juga senang mengelus-elus perut umminya, kadang kala memukulnya juga. :)

Ah. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain melihat anak-anak rukun satu sama lain. Mudah-mudahan selalu begitu sampai nanti. Sampai tua, sampai ajal memisahkan.