Kamis, 30 September 2010

H2 dan Family Gathering [Bagian 1]

Minggu yang lalu, hari sabtu tanggal 25 September 2010, kantor saya mengadakan acara family gathering di Labersa Water Park.

Family gathering ini satu paket dengan internalisasi corporate value untuk pegawai di instansi tempat saya bekerja. Jadi dalam sehari itu dibagi jadi 2 bagian. Pagi sampai siang, acara tersendiri untuk pegawai di hotel, ya internalisasi itu. Nah keluarganya sementara menunggu dulu di kid's club, di hotel yang sama. Saya sudah tanya ke panitia, mereka bilang ada ruangan khusus untuk menidurkan bayi. Ruangannya nggak berisik karena kedap suara dan berpendingin udara. Baru kemudian, setelah internalisasi selesai, dilanjutkan dengan family gathering di waterpark.

Awalnya sempat ragu untuk bawa Hikari dan Hoshi ke acara itu. Mikirnya bakalan repot bawa 2 batita. Waktu cerita ke istri juga kayaknya dia nggak antusias untuk pergi. Hoshi seringkali susah ditebak perilakunya jika siang hari. Sementara Hikari sudah bisa dipastikan akan sangat aktif jika berada di tempat yang penuh anak-anak dan tentu saja membutuhkan pengawasan ekstra. Sementara saya ada acara tersendiri dan istri jadinya tak yakin bisa menangani kedua anaknya.

Hari kamis sore pesanan kaos untuk acara sudah datang dan dibagikan ke masing-masing pegawai. Jatah untuk istri dan Hikari saya ambil saja. Walaupun belum pasti pergi, tapi ambil aja kaosnya. Gratis pun. Sebenarnya saat didata, saya tulis 2 anak, tapi entah kenapa akhirnya cuma diberi 1 kaos anak. Haha.. tak apalah, Hoshi kan masih bayi. Diberi pun dia kaos, tak akan bisa dipakai karena kebesaran. Sampai di rumah, saya bilang kaosnya udah dibagi. Istri masih mikir-mikir.

Jumat sore dibagikan tiket untuk masuk ke waterpark. Dan lagi-lagi saya cuma dapat 3 tiket, hehe. Tapi tak apa, diterima saja. Lha wong gratisan. Kalaupun jadi pergi, tak mungkin Hoshi dimintain tiket kan. Dan ternyata setelah tanya ke sesepuh yang sering main ke waterpark itu, anak-anak yang di-charge itu yang tingginya 80cm ke atas. Wah berarti Hikari nggak kena dong, soalnya seminggu sebelumnya di tempat bidan saya ukur tingginya masih 75cm. Berarti tiketnya sisa 1, kalau jadi pergi.

Di rumah, keinginan istri untuk pergi sepertinya jadi meningkat setelah tau tiketnya berlebih. Awalnya kan mikir males karena bakal kerepotan jaga H2 sekaligus. Nah dengan adanya kelebihan tiket itu kan jadi bisa ngajak Ines yang nantinya bisa ngawasin Hikari. Tapi kalau pun ngajak Ines, istri baru bisa pergi siang karena Ines sekolah sampe jam 1 siang. Dengar obrolan teman di kantor, ternyata banyak dari keluarga mereka yang juga baru akan pergi pada siang hari karena anak-anak baru pulang sekolah pukul 10 atau 11 siang.

Lagian setelah dipikir ulang, sepertinya memang nggak mungkin langsung bawa H2 di pagi hari. Nggak akan keburu mempersiapkan segala sesuatunya. Acara internalisasi saya dijadwalkan mulai jam setengah delapan pagi. Sedangkan Labersa itu tempatnya lumayan jauh dari rumah kami. Setidaknya mesti berangkat dari rumah jam setengah tujuh pagi, sementara Hoshi seringkali baru bangun jam delapan pagi. Kasian kalau dipaksa bangun lalu dimandikan untuk dibawa pergi.

Dan memang benar begitu lah. Sabtu pagi saat saya bersiap-siap, Hoshi masih terlelap. Hikari seperti biasa memperhatikan semua kegiatan saya. Pake kaos baru yang nggak dicuci -yang ternyata bagus juga, padahal bikinnya serba buru-buru. (Saya mesti berterima kasih ke konveksinya nih karena mereka bisa nyiapin kaos dalam waktu 5 hari saja.) Walaupun acaranya di hotel bintang 5, tapi katanya nggak resmi jadi kata pak bos boleh pake pakaian casual aja. Jadilah saya pake jins dan sepatu kets. "Abi keren ya Kak" kata istri ke Hikari. Ehm.

Ternyata memang lumayan jauh dari rumah. Perlu waktu setengah jam lebih untuk sampai di hotelnya. Tapi mungkin juga karena saya nggak terlalu kencang bawa motor karena jalanan licin. Sepanjang jalan gerimis mengundang. Kaos baik-baik saja karena pake jaket. Tapi celana dan sepatu basah. Dingin. Sempet kebingungan cari tempat parkir yang ternyata letaknya di basement. Syukurlah bisa sampai sebelum acara dimulai. Absen lalu cerita-cerita sama yang udah datang duluan. Ah, ternyata nggak ada sarapan.

Acaranya seru. Penyampaian materinya pake metode Adult Learning bla-bla-bla gitu deh. Itu lho..Yang bikin kelompok-kelompok trus ada yel-yel trus ada penilaian dsb. Materinya tentang apa ya? Pokoknya itu lah. Maju PASTI! Profesionalisme, Integritas, Teamwork dan Inovasi. Seperti yang terbaca di bagian punggung kaos yang kami pakai.



Ada break sebentar jam 10. Minum teh manis dan makan kue. Ada 3 macam kue yang disediakan oleh panitia, tapi saya asik makan lemper yang lebih mengenyangkan  karena kelaparan dan kedinginan di dalam ruangan berpendingin udara dengan sepatu dan celana basah.

Seperempat jam kemudian acara dilanjutkan kembali. Ada bagian yang saya suka, yaitu saat materinya tentang semacam milestone dari reformasi yang sedang berjalan di instansi tempat saya bekerja ini. Tahun 2013 katanya bakal ada semacam "penyesuaian" berdasarkan minat dan bakat. Istilahnya apa ya.. pokoknya ada talent talent gitu deh. Jadi intinya kalo seseorang merasa nggak cocok dengan bidang pekerjaan atau jabatan yang dibebankan kepadanya, dia boleh menolak dan melepaskan jabatannya tersebut. Seperti saya lah misalnya, saya merasa nggak cocok jadi pemeriksa karena sepertinya saya berbakat jadi kakanwil. Hahahaha... Begitu lah. Saya jadi tak sabar menunggu tahun 2013. Mudah2an memang benar ada.

Menjelang jam 1 siang, acara selesai. Ditutup dengan doa dan foto bersama.


Baru saja keluar ruangan, ada telepon masuk dari istri. Katanya dia ragu kalo pergi hanya dengan Ines. Soalnya Hikari sering bertingkah di perjalanan. Jadi rasanya sangsi kalau Ines yang memeganginya, karena seringkali dia berontak dengan keras. Ya sudah, itu berarti saya harus pulang dulu menjemput mereka.


Saat hendak pulang, di dekat kid's club ketemu dengan keluarga Mas Apip. Saya selalu suka berfoto dengan Rangga dan Caca. :) Ngobrol sebentar, lalu langsung turun ke basement dan terkejut begitu tiba di tempat parkir karena sepertinya ada yang mengutak-atik kunci motor. Tidak ada petugas yang berjaga, padahal saat masuk tadi ada security berseragam yang mencatat dan memberikan tiket parkir kepada saya. Kepengen komplain tapi nggak jadi karena mikir bakalan lama padahal saya mesti segera menjemput H2 dan umminya.

..............
Ah.
Ceritanya saya penggal sampai di sini dulu. Tak disangka-sangka bakalan jadi sepanjang ini. Bagian 2 semoga segera bisa diterbitkan juga.
:)

Rabu, 22 September 2010

Para Penguasa Tempat Tidur

Ada masalah yang sepertinya sepele tapi ternyata cukup penting menjelang kelahiran Hoshi yang tidak kami antisipasi jauh-jauh hari.

Tempat tidur kami adalah kasur berukuran 180x200cm. Sebenarnya cukup lah untuk kami bertiga. Dan memang awalnya cukup-cukup aja. Tapi itu cuma berlaku saat Hikari masih newborn dan posisi tidurnya begitu-begitu saja di satu tempat. Hikari di tengah dengan saya dan istri di samping kanan-kirinya. Posisi itu kemudian berubah karena beberapa kali saya secara tak sadar berguling dan menimpa Hikari. Hehe.. Untung istri selalu memergokinya. Jadi akhirnya istri yang ditengah, memisahkan saya dengan Hikari.

Begitu Hikari mulai bisa berguling, keadaan jadi lebih sulit lagi. Karena dia benar-benar menjelajahi kasur dari tepi sini ke tepi sebelah sana saat tidur. Hanya diam sebentar saja menetap di satu titik. Dan entah kenapa, seringkali dia seperti dengan sengaja seperti hendak mengusir umminya supaya menjauh. Dalam tidurnya yang berpindah-pindah itu, Hikari sering menjejak-jejakkan kakinya kepada umminya agar bergeser. Terus begitu sampai umminya tiba di tepi kasur. Ini terjadi setelah umminya ketauan mengandung. Apakah bentuk kecemburuan pada calon adek yang masih dalam kandungan? Entahlah.

Parahnya, bukan hanya Hikari yang tidurnya tak bisa diam. Saya pun seperti itu. Sudah terbukti dengan hampir tertindihnya Hikari beberapa kali. Dan istri juga sering dengan isengnya mengambil foto kami berdua yang sedang tidur menguasai kasur.

--begini --


--atau begini--


dan berbagai posisi aneh lainnya yang benar-benar tak beraturan dan tak tentu arahnya.

Maka kemudian, ketika Hoshi lahir kami pun kebingungan memikirkan tempat untuknya. Tak mungkin Hoshi tidur bersama kami mengingat pola tidur Hikari -dan saya- yang tak beraturan. Masih mending kalau cuma ditindih Hikari, lha kalo ketimpa kaki  saya..?

Ibu mertua pun muncul sebagai pemecah masalah. Pake box bayi yang biasa dipake oleh pasien yang melahirkan di rumah. (Untuk yang belum tau, ibu mertua saya adalah bidan.)  Box bayi sederhana, bukan yang mewah dan mahal. Tapi dengan tambahan kasur dan selimut, jadilah tempat yang menyenangkan untuk meletakkan Hoshi. Maka begitu lah sampai saat ini. Hoshi tidur nyaman sendirian di dalam box-nya yang diletakkan tepat di sebelah kasur kami. Aman dari gangguan Kakak dan abinya. :)










Jumat, 17 September 2010

Bau Kakak, Bau Adek

Saya menyukai anak-anak dan balita sejak dulu, sejak masih muda dan belum berkeluarga. Maka tak heran jika kemudian banyak ibu-ibu yang menyukai saya. Haha. Hubungannya gimana? Yah tau sendiri lah, masa iya harus dijelaskan alasannya.

Salah satu yang jadi favorit saya tentang anak-anak adalah bau mereka yang khas. Yang baru siap mandi, wangi bedak. Yang habis lari-lari, meskipun bau keringat tapi nggak bikin mual seperti keringat orang dewasa. Yang habis berpanas-panas, bau matahari dari rambut sampai kaki. Dan yang bayi.. hmm... wangi.

Tak bosan-bosan mendekap bayi dan menikmati bau harumnya yang menyenangkan. Awalnya saya pikir wangi pada bayi yang membius itu adalah bau alami mereka. Karena dari sekian banyak bayi yang pernah saya gendong, nyaris semuanya memiliki bau yang mirip. Dan kemudian setelah memiliki bayi darah daging sendiri saya baru tau kalau bau tersebut bukan asli berasal dari sang bayi.

Awal-awal kelahiran Hikari, saya bertanya-tanya kenapa baunya tidak seperti bau bayi yang saya ingat sebelumnya. Dari istri saya baru tau kalau Hikari tidak dipakaikan sabun dan sampo bayi saat dimandikan. Juga tidak berbedak setelah mandi. Kenapa? Karena ibu saya dan ibu mertua tidak menganjurkannya. Dan saat pertama kali kami pergi ke dokter anak untuk imunisasi pun, ternyata dokter anaknya memang tidak menganjurkan bayi yang baru lahir dipakaikan macam-macam. Cukup air saja, katanya. Dan akhirnya taulah saya bahwa bau wangi dari bayi-bayi yang dulu saya sukai itu asalnya dari bedak merk A, sabun merk B, sampo merk Z dan parfum merk Q.

Tapi Hikari bayi tetap punya bau yang khas yang ternyata juga sangat saya sukai.

Sebagai orang tua jaman dahulu yang pernah tinggal di kampung di Minangkabau, mertua saya Hikari percaya adanya hantu Palasik pengganggu bayi. Dan meskipun kami tinggal di bumi melayu yang relatif jauh dari ranah minang, tetaplah adat istiadat mesti diturutkan. Penangkal yang paling ampuh adalah bawang putih bersiung tunggal. Dan ternyata ibu saya pun, meskipun dengan alasan yang tidak berhubungan dengan Palasik, menyuruh kami untuk memakaikan bawang putih bersiung tunggal kepada Hikari bayi. Tapi dalam versi ibu saya, bukan hanya bawang putih itu saja, tapi ada tambahan lagi. Saya lupa namanya, tapi kalau tak salah sejenis tanaman obat juga seperti laos, kencur, kunir itu.

Kami menurut saja. Percaya tak percaya, tak tenang pula jika tak mendengar kata-kata orang tua. Saya yakin ada manfaat dari kearifan lama seperti itu. Meskipun alasannya terkesan mistik, tapi tak apalah. Toh tak ada ruginya juga. Maka jadilah bawang putih dan tambahan dari ibu saya itu ditusuk dengan peniti lalu dipasangkan di baju atau bedong Hikari. Bau itu lah yang tercium dari tubuh Hikari, bukan bau harum bedak dan sabun bayi. Tidak terlalu lama juga Hikari memakai bawang putih itu, karena lama kelamaan bawangnya jadi layu dan mengering lalu terlepas dari penitinya. Seingat saya, hanya dua kali saya mengganti bawang itu dengan yang baru . Mungkin tak sampai usia 3 bulan Hikari berbau bawang putih. (Nanti akan dikonfirmasi oleh istri saya yang ingatannya lebih kuat.)

Tapi bukan cuma itu saja bau yang dipunyai Hikari, ada satu lagi yang lebih segar dan jelas manfaatnya. Tak ada hubungannya dengan hantu dan kepercayaan lama. Saat bayi,  Hikari sering sekali ingusan dan tersumbat hidungnya. Seringkali dia menangis di malam hari karena mungkin susah bernafas. Awalnya saya dan istri bergantian menyedot ingusnya, dengan mulut. Dan dia bisa tidur kembali setelah hidungnya bersih. Tapi semakin bertambah usianya, semakin susah kami menyedot ingusnya. Dia meronta-ronta dalam gendongan dan itu menyulitkan.

Mbahnya (ibu saya) lalu memberi obat tradisional untuk melancarkan hidungnya. Berupa beberapa buah cengkeh dan beberapa biji kemukus (rempah-rempah yang bentuknya seperti lada, warnanya hitam) yang dihancurkan dengan cara dikunyah (untuk yang satu ini saya tak pernah bisa melakukannya, hanya ibu dan istri saya) lalu ditempelkan di ubun-ubunnya. Alhamdulillah obatnya cocok dengan Hikari. Dia bisa tidur nyenyak lagi dengan ramuan itu. Dan jadilah anak bayi kami beraroma cengkeh yang segar. Bukan hanya dia yang tenang, saya pun jadi ikut menikmati aroma cengkehnya. Hingga usianya lebih dari 6 bulan, Hikari sekali-sekali masih kami tempeli cengkeh di ubun-ubunnya.

Bagaimana dengan Hoshi? Gadis kedua kami ini lebih alami lagi dibandingkan kakaknya. Sama sekali tak terkontaminasi bau lain selain bau aslinya.

Setelah Hoshi lahir, mertua saya sudah tak mengingatkan lagi untuk memakaikan bawang putih. Ibu saya pun demikian, tak sekalipun menyuruh kami. Jadi ya akhirnya 'polos' saja Hoshi kemana-mana. Beberapa orang bertanya dan kami jawab seadanya saja. Hoshi pun alhamdulillah lebih sehat dari Kakaknya. Tak pernah sakit, tak pernah ingusan. Jadi ramuan cengkeh + biji kemukus tak pernah nempel di ubun-ubunnya sampai saat ini.

Sehingga kemudian yang tercium dari tubuhnya adalah benar-benar bau alami tanpa campuran apa-apa. Bau yang aneh tapi bikin kangen. Bau yang memberi kesan berminyak tapi bikin ketagihan, kepengen cium lagi dan lagi. Ternyata bau itu asalnya dari sisa-sisa lemak yang masih menempel di beberapa bagian tubuhnya. Di lipatan-lipatan leher, di belakang telinga, di lipatan paha, di lekukan kaki dan tangannya, juga di kulit kepalanya yang rambutnya masih lebat karena belum dicukur. Tak puas-puas menikmati bau berlemak yang aneh itu. :)

Anak-anak gadisku, maafkan ya kalau saat kalian tidur pun kami tak kuasa menahan keinginan untuk selalu menciumi kalian. :)


Rabu, 15 September 2010

Copy Ninja Hikari

Temans yang hobi baca komik Naruto pasti tau dong Kakashi-sensei. Ninja senior pembimbing trio Sakura-Naruto-Sasuke yang hobinya baca novel mesum itu. 

Yang ngikutin cerita sejak awal (bukan baru-baru aja setelah Naruto heboh) pasti masih inget kalo dulu di chapter-chapter awal diceritakan kalo Kakashi ini ninja yang hebat luar biasa, punya kemampuan meniru dengan sempurna jurus lawannya cuma dengan sekali lihat. Makanya kemudian dia dijuluki Copy Ninja Kakashi, dan konon katanya sudah lebih dari seribu jurus yang ditirunya.

Pokoknya pas awal-awal dulu ngefans banget deh. Kalo di forum-forum internet maupun intranet sering make nickname Hatake Kakashi. Eeh, tapi semakin ke sini kok semakin nggak ada apa-apanya itu Kakashi. Bermunculan tokoh-tokoh baru yang kesaktiannya sampe ke ujung dunia nggak ada lawan. Ilfil berat dan akhirnya saya males ngelanjutin koleksi komiknya. Padahal sebenernya nanggung yah, udah sampe jilid 40-an.

Dan nggak cuma dalam komik Kakashi tak ada apa-apanya. Karena ternyata Hikari punya kemampuan meniru yang tak kalah dahsyat dibandingkan Kakashi.

Banyak kata yang baru sekali didengarnya pun bisa langsung ditirukan dengan nyaris sempurna. Walaupun hanya pada saat itu saja dan tak akan diulanginya lagi walaupun kita minta berulang-ulang. Dia bisa mengucapkan Abi dan Ummi, tapi panggilannya kepada kami berdua adalah Ma, kadang-kadang Bi dan Mi. Tapi yang sering digunakannya adalah Ma

Gerakan-gerakan berupa isyarat tangan maupun isyarat kepala pun dengan cepat dikuasainya. Memanggil, menggeleng, menolak, menunjuk, mengangguk, meminta, dadah, kiss-bye, dan bermacam-macam lainnya.

Beberapa hari yang lalu, kami dibuat tertawa terbahak-bahak sekaligus terkejut melihat gaya meniru terbarunya. Setiap kali Hoshi menangis, biasanya dia akan berteriak kepada kami memberitahu. Jika kami di luar kamar, dia akan berusaha menarik-narik kami ke kamar dan lalu menunjuk-nunjuk ke keranjang tempat Hoshi tidur. Lalu jika kami sudah menggendong Hoshi, dia akan menjulurkan kedua tangannya ke depan. Meminta untuk menggendong Hoshi. Biasanya kami tempelkan saja Hoshi di tangannya yang menjulur itu. Karena jika tidak, dia akan berteriak memprotes. Setelah dirasakannya Hoshi di tangannya, dia pun akan tersenyum puas lalu mencium Hoshi.

Biasanya sampai di situ saja. Tapi kemarin itu setelah dia mencium Hoshi, dia lalu mengangkat bajunya dari bawah seperti hendak membukanya, tapi hanya sampai di bagian dada. Dan kata berikutnya yang keluar dari mulutnya tak terkira sama sekali ; Mimik.

Masya Allah. Wajahnya serius sambil memandang Hoshi. Kami tak bisa menahan tawa. Baru lewat sedikit dari setahun udah ngerti hal kayak gitu.

Tapi kemudian kejadian itu membuat kami berfikir kalau mulai sekarang tak bisa lagi melakukan hal aneh-aneh di depannya. Mesti ekstra hati-hati. Tak boleh lengah sedikit pun. Karena kami tak akan pernah tau hal apa saja yang mungkin ditirunya dan mungkin terbawa sampai dia dewasa.