Minggu, 30 Januari 2011

Hikari Memanggil

Salah seorang teman mengajarkan kepada anaknya untuk memanggil Mama dan Papa. Alasannya sederhana, katanya supaya si anak cepat bisa, karena kata Mama dan Papa cenderung lebih mudah diucapkan oleh balita yang baru belajar bicara.

Masuk akal juga sih. Karena setelah diperhatikan suara vokal A, termasuk salah satu yang mula-mula keluar dari mulut bayi. Karena Hikari pun dulu seperti itu, memanggil saya dengan Ba dan Ma untuk memanggil umminya.

Panggilan Hikari kepada kami terus berubah seiring waktu. Kadang kami berpikir kalau itu memang terjadi secara alami seiring dengan perkembangan kemampuannya. Tapi tak jarang kami berpikir kalau Hikari bermain-main dan bereksperimen sendiri dengan panggilan itu. Karena ada saat-saatnya Hikari seperti tersenyum ketika mengucapkan panggilan yang 'diciptakannya' itu.

Seperti yang saya sebutkan di atas, saat pertama kali bisa berucap, panggilan Hikari kepada kami adalah Ba  dan Ma. Lalu panggilan itu berubah menjadi bbBa dan mmMa (dengan bunyi B dan M yang tebal). Baru kemudian berkembang menjadi Aba dan Ama.

Setelahnya, beberapa bulan kemudian, lidah semakin luwes dan vokal i mulai keluar. Panggilan pun berubah menjadi Bi dan Mi. Kemudian, dengan pola yang sama, Bi dan Mi berubah menjadi bbBi dan mmMi (dengan bunyi B dan M yang tebal). Tapi di bagian akhir terjadi perbedaan. Hikari lancar mengucapkan Abi, tapi belum bisa mengucapkan Umi. Mungkin karena lidahnya belum bisa mengucapkan vokal U. Jadi kepada Umminya, dia tetap memanggil mmMi atau (kadang-kadang) Mi saja.

Sepertinya sudah sempurna kan? Hanya tinggal menyempurnakan panggilan kepada Umminya saja. Tapi ternyata tidak. Alih-alih belajar mengucapkan Ummi, Hikari justru bermain-main dengan menambahkan bunyi E di dalam panggilannya kepada kami. Jadi beberapa hari yang lalu, suatu sore, tiba-tiba saja Hikari berteriak "Abii! Bi! Bei!"

Bei? Hahaha.
Dan selanjutnya, Hikari keasikan dengan hal itu. Seperti mendapat mainan baru, panggilan itu pun diulang-ulangnya sampai hari ini. Sekarang kami adalah Bei dan Mei. Khusus untuk Umminya, ada variasi tersendiri dari Hikari yaitu Memei.

Ba + Ma --> bbBa + mmMa ---> Aba + Ama
Bi + Mi -->  bbBi +  mmMi ---> Abi + mmMi (Mi)
Abi / Bi / Abei / Bei +  mmMi / Mi / Mei / Memei

Minggu, 16 Januari 2011

Hikari dan Iklan Wafer Keju

Dulu pernah heboh iklan makanan ringan wafer keju yg merknya OOPS. Jadi di iklan itu ceritanya ada ibu yang sampe speechlesss krn anaknya nggak berhenti ngomong "ma keju ma keju ma keju ma keju ma" Trus baru diem pas dikasih Oops Wafer Keju itu tadi. Haha.

Untuk lebih jelasnya bagi yg belum pernah liat, sekalian mengenang bagi yang dulu pernah suka, iklannya di sini :


Lucu juga. Malah beberapa orang teman di FB sempat menjadikan "ma keju ma keju ma keju ma keju ma" sebagai status terbarunya.

Saya awalnya tak berpikir kalau kejadian seperti di iklan itu benar-benar ada dalam kehidupan nyata. Mikirnya ya cuma ada di dalam iklan itu saja. Tapi tak disangka, kami menemukan hal yang serupa dilakukan oleh Hikari.

Hikari sangat gigih jika menginginkan sesuatu. Sampai yang diinginkannya dapat, dia akan terus memintanya. Kalau dulu, sebelum pandai bicara, palingan dia akan menangis atau merengek-rengek jika keinginannya tak dipenuhi. Tapi sekarang, setelah banyak kosakata yang dia punya, caranya meminta benar-benar persis anak kecil di iklan itu. Dia akan terus mengulang permintaannya sampai dapat.

Jadi misalnya dia ingin saya naik di atas sepeda kecilnya, dari mulut kecilnya akan terus terdengar "aik bi aik bi aik bi aik bi aik bi" sampai saya turuti. Atau dia sedang memegang sebungkus makanan dan minta dibukakan oleh umminya, dia akan terus berkata "kak mi kak mi kak mi kak mi kak mi" sampai umminya membuka makanan itu.

Apakah balita yang lain juga seperti itu, atau hanya Hikari (dan anak kecil di iklan itu) saja?

Akting Hikari

Ada hal menarik yang kadang kala dilakukan oleh Hikari berkaitan dengan sifat posesifnya belakangan ini. Dan sering kali membuat kami geleng-geleng kepala saking takjubnya.

Seperti yang diceritakan di SINI, Hikari akan heboh setiap kali benda-benda yang dikenalnya sebagai miliknya dipegang Hoshi. Sibuk melarang dan berusaha merebut jika mainannya dipegang Hoshi, atau pakaiannya yang tak muat lagi dipakai Hoshi.

Tak disangka sifat 'pelit'nya itu menumbuhkan kemampuan baru yang tak kalah aneh. Akting. Ya benar, akting yang sangat meyakinkan, yang walaupun tak bisa menipu kami tapi selalu sukses membuat kami tertawa tergelak.

Kami tak pernah dengan sengaja membiarkan mereka bermain berdua saja, karena sudah hapal dengan kecepatan tangan Hikari yang sering tak terduga mendarat telak di muka Hoshi. Kalaupun kami sedang sibuk melakukan sesuatu yg tak bisa ditinggalkan, mereka akan kami pisahkan.

Namun tak jarang pula, dalam mengawasi itu kami pura-pura mengerjakan sesuatu dan seolah membiarkan mereka menikmati waktu berdua saja. Misalnya pura-pura membaca sambil tiduran di sebelah mereka, atau seolah-olah sibuk dengan hape padahal itu kedok belaka. Haha.

Tapi ternyata Hikari tak pernah kehabisan akal untuk menarik perhatian. Saat sedang bermain berdua itu lah, Hikari menjalankan aktingnya. Dia akan memberikan mainannya dan bahkan membantu Hoshi memegang mainan itu, lalu tiba-tiba dia akan merengek-rengek. Menunjuk-nunjuk ke arah mainan yang dipegang Hoshi seolah-olah Hoshi yang merebut dari dia. Dan mau tak mau, kami pun harus menanggapinya. Bertanya ada apa lalu mengambilkan mainannya yang 'difitnahkannya' kepada Hoshi. Hahaha.

Selalu mengejutkan mendapati apa saja yang sudah bisa dilakukan oleh anak seusia dia. Ajaib dan tak terduga.

Tapi untuk urusan mencari-cari perhatian, Hikari memang jagonya. Jika merasa kesal karena tidak ditanggapi, Hikari akan memukulkan tangannya ke lantai atau ke tembok, lalu akan merengek pura-pura sakit sambil menjulurkan tangan yang barusan dipukulkannya tadi. Minta dimanja dan disayang-sayang. Hahaha.

Ada saja akalnya.

Kamis, 13 Januari 2011

Queen's Park

Menjelang akhir tahun 2010 yang lalu, tepatnya tanggal 26 Desember, kami bersilaturahmi ke rumah Mas Afif di daerah Perumdam situ. Ini sebenarnya dalam rangka memenuhi undangan mas afif ke rumah baru, selain karena sudah cukup lama kami tak jumpa dengan anak-anaknya.

Ummi H2 sengaja nelfon Ka Yanti dan Mba Imul untuk sama-sama ke sana, udah lama nggak kumpul-kumpul. Dan dari hasil nelfon itu diputuskan bahwa kami akan membawa makanan dari rumah untuk makan siang bersama agar tak merepotkan nyonya rumah yang sedang hamil besar.

Karena Mba Imul dan Ka Yanti sudah berbagi tugas membawa lauk pauk dan sambal, maka Ummi H2 memutuskan untuk membawa minuman dan kue saja. Rencananya akan membuat esbuah dan puding buah.

Sabtu pagi udah siap-siap mau bikin esbuah. Kenapa sabtu? Karena takut nggak keburu kalau bikinnya Minggu pagi. Lagian kan bisa masuk kulkas dan minggu siang tinggal dibawa. Beli buahnya di tukang buah langganan Hikari yang setiap hari lewat di depan rumah (seperti yang diceritakan DI SINI). Nenas, Pepaya dan Bengkuang sudah cukup berwarna-warni. Praktis, sudah dikupas dan dibersihkan, tinggal dipotong-potong saja. Tak perlu membeli banyak dan tak payah mengupas.

Hari H-nya,  berangkat dari rumah selepas zuhur. Rumah baru Mas Afif tak jauh dari kantor kami, dekat juga ke rumah Nenek Hikari. Hampir jam 1 saat kami tiba di sana.

Sudah ada Mba Imul dan keluarga. Hikari ketemu "kembaran"nya deh. Hihi. Anak Mba Imul yang bungsu namanya Salsa, mirip banget dengan Hikari. Malahan, kata ayahnya, ada satu video Hikari sedang bermain dengan Hoshi yang oleh Salsa jadi video pengantar tidurnya karena dia mengira itu adalah dirinya. :) Salsa ini secara usia lebih tua setahunan daripada Hikari. Tapi secara fisik, badannya memang tak jauh beda dengan Hikari. Jadi ya memang bisa dibilang mereka mirip satu sama lain.

Hikari, seperti biasa, jika di tempat yang baru pertama kali didatanginya, akan menempel lengket ke saya. Tak mau ngapa-ngapain. Hikari selalu perlu waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Sementara Dek Hoshi, juga seperti biasa, selalu menjadi pusat perhatian dan bahan pembahasan yang seru. Mulai dari badannya yang gemuk berisi sampai kulitnya yang bersih, jauh berbeda dengan saya dan Hikari. Dan semua pun seperti ingin menggendongnya.

Tak lama kemudian, Ka Yanti datang. Kali ini berdua dengan Sarah saja. Ah, keponakan favorit nomer satu. Mas Kabul katanya sedang ada pengajian. Tak apalah, yang penting Sarah datang. Kangen. Sudah berapa lama ya tak ketemu. Terakhir kami ke rumahnya, dia sedang menginap di rumah Habib.

Saya pertama kali mengenalnya sejak dia berumur 4 tahunan. Pertemuan pertama kami adalah ketika dia ikut menjemput papanya -yang satu ruangan dengan saya- ke kantor. Dulu selalu manja dan hobinya menggelayut  ke saya. Dulu nyaris setiap hari saya main di rumahnya. Tapi sejak saya menikah, frekuensi saya berkunjung ke rumahnya jadi jauh berkurang. Apalagi sejak ada Hikari dan Hoshi. Kangen.

Sekarang Sarah seperti malu-malu ke saya. Tak seperti dulu yang selalu nempel, sekarang tidak. Jika saya goda dan diajak becanda pun, senyumnya sedikit saja. Mungkinkah karena sekarang sudah agak besar -kelas 3sd- jadi mulai timbul malunya. Atau mungkin 'insting'nya yang ngasih tau kalo sekarang perhatian dan sayang saya ke dia tidak akan bisa seperti dulu lagi? 

Tapi Sarah secara kasat mata sangat menyukai Hikari. Dan Hikari pun sepertinya begitu. Mereka saling menyukai dan bisa dekat secara alami. Mungkinkah karena Sarah adalah anak bungsu dan dia kepengen punya adik? Atau lagi-lagi 'insting'nya yang bicara kalau Hikari adalah anak dari orang yang menyayangi dia sehingga dia pun lalu menyayangi Hikari? Ah. Yang mana sajalah. Saya selalu suka melihat Sarah bermain dengan Hikari.

Oke. Balik lagi ke acara kumpul-kumpulnya.

Karena udah lengkap semuanya, ya makanlah. :) Makan bersama memang nikmat rasanya. Lauk dan sambal yang dibawa Ka Yanti dan Mba Imul ditambah sayur asem yang dibeli Mas Afif dari Warung Sunda sungguh pas dinikmati di siang yang panas itu. Esbuah bikinan saya ternyata laku. Dan dibilang enak pula. Malah kata ibu-ibu nggak malu-maluin kalo dijual, haha. Puding bikinan Ummi H2 juga ludes tak bersisa.

Hikari sudah membaur dengan teman-temannya. Memang selalu begitu, grogi di awalnya saja. Dek Hoshi tidur di kamar Rangga yang sejuk dan dingin.

Hani bermain badminton dengan Rangga. Hikari sepertinya tertarik dan kepengen main juga. Tapi tentu saja dia tak berani merebutnya langsung dari Hani maupun Rangga. Dia beberapa kali memandang ke arah saya seperti meminta bantuan, tapi saya pura-pura tak melihat. Maka jadilah Hikari menempeli Hani penuh harap sementara Hani sibuk bermain dengan Rangga. Lucu melihat ekspresi Hikari.

Tapi seperti lazimnya anak-anak bermain. Ada saja yang dipertengkarkan. Setelah beberapa lama bergantian antara Hani, Rangga, Caca dan Rifqi, akhirnya berselisih juga. Caca maunya main dengan Rifqi, tapi Rangga bilang Rifqi masih kecil tak bisa main. Rangga marah, Caca merajuk, raket dilempar. Ah, Hikari akhirnya dapat juga giliran pegang raket. :)

Tak terasa hari menjelang sore. Mas Afif mulai sibuk karena diajak tetangganya memasang televisi di pelataran untuk nonton bareng Indonesia-Malaysia. Kami pamit pulang walaupun sebenarnya masih ingin membiarkan Hikari bermain.Tapi kami mesti bersiap-siap karena ada rencana untuk pergi ke rumah Andi yang hari itu berulang tahun.

Sepertinya acara seperti itu asik juga dijadikan agenda rutin. :)



Posesifnya Hikari

Hikari akhir-akhir ini menjadi sangat posesif dengan barang-barang miliknya. Tak boleh disentuh sedikit pun, apalagi dipinjam pakai. 

Jika terlihat olehnya ada yang menyentuh barang miliknya, maka akan langsung terdengar teriakannya melarang dengan lidah cadelnya : ANAN! ANAN! ANAN!  (terjemahan: Jangan!) Dan jika yang dilarang tak jua melepaskan barang yang dimaksud, Hikari akan berusaha merebutnya dengan semangat empat lima dan kekuatan penuh. Tak jarang tangannya bergerak cepat memukul jika tak berhasil merebut jika 'lawan'-nya adalah teman sebaya.
 
Siapa pun tak boleh menyentuh mainannya, atau barang-barang yang dia tau itu adalah miliknya. Walaupun mainan dan barang itu sudah tak dipakai olehnya. Hoshi juga akhirnya yang susah. Beberapa kali  menjadi korban kemarahannya saat sedang bermain-main dengan teether (mainan yg lunak dan gunanya untuk digigit-gigit)-nya yang memang tak pernah dipakai lagi. Berkali-kali juga Hikari menjerit-jerit ketika memergoki Hoshi memakai baju atau celananya yang sudah tak muat lagi, bahkan tak jarang Hikari menarik-narik baju yang dipakai Hoshi berusaha melepasnya.

Tapi selalu ada pengecualian dalam segala hal. Posesifnya Hikari tak berlaku untuk abinya. Dia tak pernah memarahi dan melarang saya. Malah sering kali dia 'meminta' bantuan saya jika dia tak berhasil merebut mainannya yang dipegang orang lain. 

Dan untuk hak istimewa saya itu, umminya lah yang menjadi korbannya. Tak boleh barang milik abi dipegang ummi. Hal yang sepele pun bisa membuatnya marah ke ummi. Dia berteriak melihat umminya memakai sendal jepit saya. Dia merebut paksa jika umminya menelepon menggunakan hape saya. Dan hal remeh temeh lain semacam itu.

Apakah balita memang mengalami masa posesif semacam itu? Kami teringat Awan, tetangga depan teman main Hikari yang berselisih usia satu tahun. Saat seusia Hikari, dulu Awan pun selalu marah jika ada yang menyentuh mainannya. Hikari beberapa kali kena pukul saat sedang bermain dengan sepeda miliknya.

Ada orang tua yang mau mengerti dengan kelakuan Hikari ini. Seperti bunda Awan yang selalu bilang "namanya anak-anak, memang gitu pulak masa-masa pertumbuhannya".  Tapi ada juga orang tua yang cenderung kesal dan menyalahkan seperti tetangga kami yang lain yang berkali-kali bilang "Hikari nakal ya.. Hikari nakal ya.." 

Tak nyaman mendengar ada orang lain menyebut anak kita nakal padahal dia belum mengerti apa yang dilakukannya. Maka kami kemudian berusaha menghindarkan Hikari agar tak berada terlalu dekat dengan anak lain yang sebaya atau berbadan lebih kecil darinya. Tetap bermain bersama, tapi dengan pengawasan yang ekstra ketat agar tangan kecilnya tak melayang sembarangan ke anak orang. 

Mudah-mudahan fase ini segera lewat. :)