Senin, 17 Desember 2012

H2 dan Keke : PKOR Way Halim

Salah satu tempat yang lumayan terkenal di Bandar Lampung adalah PKOR. Letaknya di Jalan Sultan Agung atau yang lebih sering disebut Jalur Dua Way Halim. Saat pertama kali dengar sih, saya pikir namanya PEKOR. Karena memang terdengar seperti itu. Orang-orang menyebutkannya dengan cara dibaca PeKOR, bukan dieja P-K-O-R. Haha.

Setelah hampir empat bulan tinggal di kota ini, akhirnya kami sampai juga di PKOR Way Halim ini. Berawal dari sms Ibu Keke di suatu pagi. Dia memberitahu akan pergi ke sana sekeluarga dan bertanya siapa tau kami ingin sekalian pergi bareng. Ya sudah ayuuk. Pas pula belum sarapan, jadi bisa sekalian cari makanan di sana. Hikari dan Hoshi antusias ketika saya memasukkan sepeda-sepeda mereka ke dalam mobil.

Dari rumah kontrakan di Kemiling, kami ke Pramuka dulu menjemput Ibu Keke. Hanya Ibu Keke yang bersama kami karena Ayah Keke menjemput Keke di rumah neneknya. Nanti kami akan ketemu di lokasi. Ternyata lumayan jauh juga tempatnya. Atau mungkin karean kami belum terbiasa dengan jalanan di kota ini ya, jadinya terasa jauh.

Ramai sekali ternyata. Tempat ini sepertinya memang sangat populer. Sejak dari pintu masuk, di sepanjang jalan berjajar pedagang kaki lima yang menjajakan bermacam barang dagangan. Dari mainan anak-anak hingga makanan, dari hewan peliharaan sampai pakaian. Ramai. Kata Ibu Keke sih kami datang sudah relatif siang. Jika datang lebih pagi, bisa ikut senam pagi yang diadakan gratis untuk masyarakat umum. :D

PKOR ini sendiri adalah singkatan dari Pusat Kegiatan Olah Raga. Merupakan suatu kompleks cukup luas yang isinya bermacam-macam. Juga sering digunakan untuk berbagai kegiatan. Selain sebagai tempat bermain untuk masyarakat umum, sering juga digunakan sebagai tempat menggelar konser-konser musik. Dan setiap tahun di tempat ini selalu digelar LAMPUNG FAIR, pameran hasil-hasil pembangunan di Lampung selama setahun.

Di dalamnya berdiri rumah-rumah adat dari setiap kabupaten yang ada di Lampung. Semacam anjungan rumah adat seperti yang ada di Taman Mini Indonesia Indah itu lho. Rumah-rumah adat itu megah dan nampak mewah. Mungkin dibangun oleh masing-masing kabupaten ya. Untuk menaikkan gengsi jadi dibikinlah sebagus-bagusnya. Haha.. Atau dibangun dari anggaran Pemerintah Kota Bandar Lampung? Ya sudah lah, tak usah terlalu serius dibahas.

Lalu ada juga stadion yang bernama STADION SUMPAH PEMUDA. Di lihat dari luar sih sepertinya ini stadion sepakbola, tapi katanya sering juga dipakai untuk event-event olahraga lain semacam bulu tangkis. Di bagian depannya ada halaman yg lumayan luas ditutupi paving block

Nah di bagian depan stadion ini lah Hikari dan Hoshi asyik bermain bersama Keke (dan ratusan anak-anak lainnya). Puas bermain sepeda, mereka berlari-larian ke sana-kemari. Kadang tertawa-tawa memperhatikan orang-orang yang beratraksi macam-macam sampai yang hanya lalu lalang saja tak ada hentinya. Sementara Ummiyo dan Ibu keke asyik melihat-lihat lapak penjual yang bertebaran.

Seru juga. Lumayan untuk hiburan murah meriah di hari minggu pagi yang cerah.



Selasa, 04 Desember 2012

Hikari dan PAUD Mentari

Setelah dua bulan di Lampung, Hikari akhirnya minta sekolah lagi. Mungkin karena melihat teman-teman sebayanya di sekitar kontrakan yang semuanya berangkat sekolah di pagi hari. Mungkin juga dia memang kangen suasana sekolah karena bosan main di rumah bertiga saja dengan Ummi dan adeknya.

Tanggal 2 November 2012, Hikari resmi jadi murid percobaan di PAUD dan TK Mentari. Kenapa percobaan? Hihi. Ini karena Umminya kepengen liat dulu Hikarinya betah atau tidak. Ibu Guru dan Ibu kepala sekolahnya pun tak keberatan. Jadi belum bayar uang seragam dan uang gedung. Cuma bayar uang buku dan SPP untuk 1 bulan. Kalau ternyata Hikari tak betah, nggak usah lanjut sekolahnya. 

Tapi sepertinya Hikari betah-betah aja. Langsung mau ditinggal di hari pertamanya. Dia memang gampang berteman walaupun awalnya malu-malu. Dan kalau sesuatu itu memang keinginannya, biasanya dia memang akan konsisten dengan hal itu. Jadi lah Hikari sekolah dengan baju bebas sementara semua temannya berseragam.

Sekolahnya gabungan antara TK dengan PAUD. Jadi Hikari bisa bareng dengan Bang Latif dan Kak Keisha yang sudah TK. Tapi walaupun satu gedung, jam istirahatnya dibedakan. Jadi mereka jarang sih bersama-sama kecuali di saat berangkat dan pulang seolah. Juga saat senam pagi setiap hari jumat. 

Ibu guru di kelas Hikari namanya Ibu Grace. Masih muda, sedang hamil muda. Sepertinya sabar, tak kalah sabar dengan Ibu May di PAUD Thursina dulu. Yaa tipikal guru-guru yang mengajar di TK dan PAUD lah, sabar dan baik hati. 

Hanya saja ada satu hal yang dikeluhkan Hikari dari Ibu gurunya adalah : Ibu Grace nggak punya kerincingan. Hihi. Betul juga, kata Umminya yang sering berada di sekolah menyuapi Hoshi sambil main-main di halaman sekolah, Ibu gurunya memang tidak memakai kerincingan seperti Bu May dulu. Padahal kalau menurut pengalaman Bu May sih, kerincingan itu adalah semacam alat ajaib yang bisa membantu "menjinakkan" anak-anak. Hihi.

Tak terasa satu bulan sudah. Lagu-lagu yang dinyanyikan dan doa-doa yang diucapkan Hikari di rumah sudah mulai bertambah. Kalau sebelumnya hanya lagu-lagu dan doa-doa yang diajarkan Bu May, sekarang bertambah dengan lagu dari Bu Grace. Tak sebanyak lagu dan doa dari Bu May, tapi lumayan banyak.

Tak seperti sekolahnya di Pekanbaru, sekolahnya di sini masuk 6 hari seminggu. Jadi sejak Hikari mulai sekolah, tak ada lagi cerita bermalas-malasan di hari sabtu pagi. Karena sekarang Hikari maunya diantar Abi. Kalau Abi di rumah, pokoknya diantar Abi. Padahal sekolahnya masuk pukul 7.30 pagi. Ya sudah lah, Abinya merelakan sabtu paginya untuk mengantar Hikari sekolah dan menjemoutnya lagi nanti pada pukul 10.

Sudah satu bulan berlalu berarti Hikari sudah lulus masa percobaannya. Ibu kepala sekolahnya mengkonfirmasi kepada Ummi apakah Hikari akan lanjut atau tidak. Dan akhirnya Hikari pun resmi diberi seragam seperti yang dipakai teman-temannya. Tak terkira senangnya Hikari saat memakai seragam barunya. Tak terkira bahagianya hati Ummi dan Abinya melihat Hikari berseragam. Seperti sudah besar saja, padahal ya sebesar itu saja lah. :)


Sebelum dan sesudah dapet seragam. :)

Jumat, 09 November 2012

Hoshi, Rikim dan Moskiki

Orang tua katanya dianjurkan untuk selalu berbicara "benar" kepada balita. Maksudnya tidak boleh meniru-niru cara bicara dan pengucapan  mereka yang masih belum lancar. Ini supaya mereka juga terus belajar dan menguasai kosa kata baru dengan benar. Jadi meskipun terkesan lucu dan imut, orang tua tidak boleh justru meniru kata-kata balitanya yang masih cadel.

Itu teorinya. Kenyataan sehari-harinya sih nggak selalu bisa konsisten. Kadang terbawa juga dengan cara bicara mereka. Kadang ikut-ikut memakai kosa kata mereka. Sangat sulit dihindari karena cadelnya mereka itu sungguh-sungguh sangat mempesona. Hihi

Hoshi, walaupun sudah lancar dan jelas bicara, masih juga memiliki beberapa kata dan huruf yang selalu keliru. Cadelnya ada yang memiliki pola, seperti yang saya ceritakan di postingan HOSHI DAN HURUF KONSONAN ini. Dan ada juga yang random, bahkan membentuk kata baru.

Tak jarang kekeliruannya mengucapkan kata itu berujung pada tangisan karena kami tidak mengeri maksud kalimat yang dia sampaikan. Kalau untuk kata-kata yang berpola sih gampang ya, karena bisa dengan mudah dikenali. Yang repot adalah saat dia membuat kata baru dan kami tak mengerti.

Salah satu kata yang diciptakannya sendiri dan masih bertahan hingga saat ini adalah RIKIM. Teman-teman tau apa artinya? RIKIM adalah ES KRIM! Ahaha. Kata ini masih dipakainya hingga sekarang. Padahal kalau disuruh perlahan-lahan sih dia bisa mengucapkannya dengan benar. Tapi mungkin dia malas kalau harus lambat-lambat, maka yang cepat sajalah yang dipakai. RIKIM.

Lalu juga ada kata MOSKIKI. Kata ini benar-benar pernah bikin dia menangis keras. Mungkin kesal karana saya tak kunjung mengerti. Suatu malam tiba-tiba dia berkata "Adek mau nonton MOSKIKI". Saya yang sedang menemani Hikari menggambar langsung bingung. "Apa itu Dek?" 

Mencoba mencari file yang ada hubungannya dengan sesuatu bernama MOSKIKI. Tapi tak juga saya mengerti. Apa ini? Berkali-kali dia mengulang "MOSKIKI. MOSKIKI!". Umminya juga tak mengerti sampai akhrinya dia menangis sedih.

Dan esok harinya barulah kata ajaib itu menemukan jawabannya. Saat Hikari asik bermain-main dengan android dan menonton video di Youtube, Hoshi yang ikut mengintip tiba-tiba berseru senang lalu menoleh ke arah kami dan berseru : "MOSKIKI!"

Oalah, ternyata Hikari sedang menonton kartun MIKI MOUSE. Ahaha. MIKIMOS = MOSKIKI.


Kamis, 11 Oktober 2012

Rumah Tanpa Televisi

Sejak menikah, kami memang memutuskan untuk tidak membeli televisi. Well, saya sih yang awalnya mengusulkan hal ini dan alhamdulillah istri juga setuju. Tidak ada alasan khusus untuk hal ini, hanya waktu itu memang sedang tidak ada dana lebih untuk membeli televisi.

Ternyata akhirnya malah terbiasa. Tidak ada masalah meskipun tidak pernah nonton acara televisi. Lagi pun waktu itu kami berdua masih sama-sama bekerja di luar. Waktu seharian sudah habis di kantor masing-masing. Malam harinya bisa puas melakukan banyak hal berdua.

Hiburan pun masih bisa didapat dari banyak hal yang tak kalah romantis. Nonton film di bioskop sekali-sekali. Pergi ke tempat rental film, berdebat kecil memilih-milih film yang hendak disewa. Nonton berdua di rumah dengan leptop layar 14 inci (yang akhirnya hilang digondol maling). Atau tidak melakukan apa-apa, sekedar bermanja-manja sampai tertidur. :)

Nyaris tidak ada orang yang percaya setiap kali kami berkata tidak mempunyai televisi di rumah. "Ah masa sih?" selalu seperti itu disertai dengan pandangan yang merupakan gabungan antara heran dan aneh. Hihi. Padahal sih ya begitu lah, kami menjalaninya dengan biasa saja.

Tak terkecuali dengan ibu mertua. Mungkin karena tau keadaan keuangan kami, beliau jadi berfikir kami tidak membeli televisi karena memang tidak ada dana lebih padahal sebenarnya kepengen beli. Istri sih sudah menjelaskan keadaan sebenarnya bahwa kami baik-baik saja tanpa televisi. Tapi suatu hari, di bulan keempat atau kelima pernikahan kami, beliau membawakan televisi ke rumah. Itu adalah televisi bekas yang memang sudah tidak terpakai di rumah tapi masih berfungsi dengan baik.

Sudah ada televisi lalu jadinya mulai nonton lagi? Ya nggak juga.Televisi itu lebih banyak menganggur saja. Paling sekali dua kali saja saya tonton kalau sedang iseng. Kebanyakan sih di hari sabtu. Karena hari itu saya libur sementara istri tetap masuk kerja. Jadi nggak ada yang digangguin, dan nonton tivi lah sambil tidur-tiduran. :D

Lalu Hikari lahir. Karena istri masih ingin bekerja di luar, maka begitu masa cuti bersalinnya habis, kami pun mendatangkan seorang pengasuh dari bukittinggi. Seorang nenek-nenek, masih keluarga jauh sih. Etek Suma kami memanggilnya. Nah akhirnya Etek Suma ini lah yang lebih banyak menonton televisi. Tapi itu juga hanya siang hari. Malam hari hanya ditonton sebentar karena dia selalu tidur setelah waktu isya.

Ketika semakin besar dan mulai belajar berjalan, Hikari sudah mulai tertarik dengan televisi. Kalau pas televisi hidup, dia kadang-kadang ikut memperhatikan juga ketika sedang iklan. Dan hanya saat iklan saja dia berpaling ke televisi. Saat iklannya sudah habis, dia akan kembali lagi ke kesibukannya bermain, merangkak, dan segala macamnya.

Televisi itu akhirnya benar-benar pensiun setelah Hoshi lahir. Terletak begitu saja di ruang depan tak pernah dihidupkan. Lalu berpindah ke pojokan di dekat lemari komik ketika kami beres-beres ruangan depan karena suatu acara.

Maka tak heran jika Hikari dan Hoshi jadi sedikit norak ketika bertemu dengan televisi yang hidup. Seperti ketika berkunjung ke rumah teman, atau bermain ke rumah neneknya. 

Hikari awalnya selalu rusuh dan tak pernah suka jika ke rumah neneknya dan televisi hidup. Dia akan langsung mematikan televisi itu tanpa peringatan. :D Kebetulan letak televisi itu di ketinggian yang masuk dalam jarak jangkauan tangan kecilnya. Tinggal nenek dan bundanya lah yang kadang gemas karena mereka sedang asik menonton.

Kalau Hoshi lain lagi. Karena sehari-hari dia dan kakaknya menonton film dan lagu di laptop yang bisa diputar ulang berkali-kali, maka begitu ketemu dengan televisi dia pun menganggapnya sama dengan laptop. Jadi saat dia sedang nonton suatu iklan, begitu iklannya habis dia akan heboh meminta diulang. "Mau lagi! Mau lagi!" :D

Begitu lah. 
Sudah berbulan-bulan, di rumah kami memang tidak ada televisi. :)

Senin, 08 Oktober 2012

H2 Feat. Keke Trip Ke Pulau Tangkil

Begitu banyak pantai cantik yang ingin dikunjungi di Lampung. Setelah Krakatoa Nirwana Resort dan Banding Resort, hari minggu (08/10/12) kemarin kami ke Pantai Mutun yang dilanjutkan dengan menyeberang ke Pulau Tangkil.

Seperti biasa, perjalanannya diputuskan mendadak saja. Sabtu malam tiba-tiba tercetus ide "Ke Pantai Mutun yuk Istri, kata orang kantor pantainya bagus." Dan Ummi H2 langsung setuju. Eh tapi kami kan belum tau rute menuju lokasi, jadi gimana? Ajak Mbak Keke sekeluarga aja. Oiya. Langsung nelfon ayah Keke. Pas sekali mereka memang sedang tidak ada rencana di hari minggu. Maka jadi lah. Janjiannya ketemu di rumah Keke jam setengah delapan pagi. Oke.

Bisa sih sebenarnya pergi sendiri saja berbekal GPS di android yang terbukti akurat dan banyak membantu kami selama masa awal kami di sini. Tapi rasanya lebih seru kalau ramai-ramai kan.. :)

Pagi-pagi semuanya sudah bangun. Setelah bersiap seperlunya ini dan itu, yang ternyata cukup memakan banyak waktu, kami langsung berangkat ke rumah Keke. Sudah lewat dari setengah delapan, agak kencang bawa kendaraannya karena mikir sudah ditungguin.

Dan ternyata keluarga mbak Keke malah belum siap. Hihi. Ibunya sedang masak bekal untuk di makan di sana nanti. Hee, bawa bekal? Kami berpandangan. Karena memang tidak berpikir sampai situ. Jadi si Ummi hanya menyiapkan makanan-makanan ringan saja di dalam tas yang dibawanya, selain baju ganti tentu saja. Tidak terpikir bawa bekal nasi segala, karena yang terbayang hanya mandi sambil main-main di laut trus udah pulang. Haha.

Ya sudah akhirnya duduk manis minum teh botol dingin sambil nungguin Ibu Keke menyiapkan bekal untuk semua. Hikari dan Hoshi lari-lari dengan mbaknya seperti biasa. Ayah Keke memompa pelampung untuk anak-anak. Hikari dan Hoshi dapat pinjaman punya mbak Keke karena punya Hikari ketinggalan di rumah mbahnya dan punya Hoshi ternyata bocor.

Hampir pukul setengah sembilan saat semuanya akhirnya siap dan kami berangkat. Anak-anak senang. Hikari sibuk bercerita dengan Keke di depan. Hoshi asyik sendiri dengan pelampung berkepala buaya pinjaman dari mbak Kekenya.

Lokasinya ternyata lumayan jauh. Pantai Mutun ini sudah masuk di wilayah Kabupaten Pesawaran. Akses menuju ke sana lumayan mudah. Jalanan juga bagus. Kalau yang backpacker-an kayaknya juga nggak akan kesulitan karena ada angkutan kota (atau angkutan pedesaan ya?) yang melewati lokasi. Mobilnya pick-up model lama itu, yang penumpangnya naik dari bagian belakang dan tempat duduknya saling berhadapan. Oto Cigak Baruak kalo istilah minangnya, kata istri.

Sebelum sampai di Pantai Mutunnya, sepanjang jalan akan melewati lokasi pantai-pantai wisata yang lain. Ada banyak sih, tapi lupa apa-apa aja namanya. Hihi. . Ada komplek kuburan cina juga di perbukitan sebelah kanan. Melewati tempat pelelangan ikan, yang sayangnya hanya buka di sore hari. Dan setelah perjalanan sekitar 40 menitan, sampailah kami di tempat yang dituju.

Dari jalan utama, belok ke kiri sejauh 1km untuk menuju ke pintu masuk Mutun. Tapi di sepanjang jalan kok ada portal-portal dari batang bambu yang sepertinya dibikin oleh penduduk sekitar. Kami diberhentikan di salah satu portal, dikenai retribusi 5ribu rupiah. Ini resmi apa tidak ya? Tapi ada karcisnya juga sih. Ya sudah lah tak apa.

Di pintu masuk Mutun yang ternyata ramai, ada pos-pos kecil seperti kalau kita masuk ke tempat parkir di mal gitu. Menurut ayah Keke yang sudah pernah ke sini sih retribusinya dihitung per mobil sebesar 30ribu rupiah. Tapi ternyata lain dulu lain sekarang. Tarifnya dihitung per orang dan per mobil. Satu orang 5ribu rupiah, anak-anak tak dihitung. Satu mobil 30ribu rupiah. Tapi ada print-out tiketnya sih, jadi kayaknya memang resmi segitu tarifnya.

Ternyata sudah ramai. Anak-anak bersorak di dalam mobil, tak sabar ingin segera turun sementara kami berputar mencari tempat parkir yang kosong. Mesti berbalik satu kali karena parkiran penuh. Kami mengamati sekitar sambil mencari tempat yang kosong. Di sepanjang pantai terdapat pondok-pondok dari bambu yang bisa disewa untuk duduk-duduk dan meletakkan barang bawaan. Agak jauh ke belakang garis pantai, berjejer pondok-pondok kecil yang menjual souvenir dan makanan. Kaos-kaos bertuliskan I LOVE LAMPUNG dan I LOVE MUTUN yang paling banyak terlihat. Ingin beli sih, tapi kata ayah Keke harganya mahal.

Begitu turun dari mobil, Hoshi langsung menarik-narik tangan dengan tidak sabar. Seorang ibu langsung menawari kami untuk menyeberang ke Pulau Tangkil yang letaknya tak jauh dari pantai. Tarifnya 10ribu rupiah per orang dewasa (anak-anak tak dihitung), pergi dan pulang dengan perahu motor. Pulangnya terserah jam berapa aja, nanti tinggal telpon aja dan akan dijemput.



Rasanya pantai sudah terlalu ramai, saya tergoda untuk menyeberang. Ayah dan Ibu Keke bilang terserah, ngikut aja. Si Ummi bimbang karena gentar melihat perahu motor yang besarnya tak seberapa. Padahal ombaknya kecil saja, dan jarak pulaunya juga dekat. Waktu tempuhnya tak sampai 10 menit. Tapi wajar sih, si Ummi tumbuh dan besar di lingkungan yang jauh dari laut. Seumur-umur katanya baru 2 kali naik kapal, saat masih kecil dan jaman kuliah dulu. Itu pun kapal besar penyeberangan Bakauheni-Merak.

Hoshi terus menarik-narik saya sambil merengek mengajak bermain air. Akhirnya si Ummi setuju setelah diyakinkan ombaknya tidak besar dan perahunya juga dilengkapi dengan "sayap" di kanan dan di kiri, jadi tak akan terlalu oleng selama penyeberangan.

Bersama kami di dalam perahu ada satu keluarga lain yang ikut menyeberang. Pasangan muda dengan 2 orang anak yang usianya sebaya dengan Keke dan seorang perempuan yang sudah berumur, kemungkinan besar adalah neneknya. Perahu kecil melaju dengan kecepatan sedang mengarungi selat antara Pantai Mutun dengan Pulau Tangkil. Permukaan air yang bersih dan bening berada dalam jangkauan tangan, sejuk terasa di tangan. Anak-anak riang gembira menikmati angin laut yang bertipu semilir menerpa wajah. Ummi ternyata beneran kuatir, mengeluh pusing karena perahu yang naik turun dimainkan gelombang.

Memang tak sampai 10 menit, kami mendarat di Pulau Tangkil yang tenang. Udara sejuk dengan langit yang berawan, tak terasa sengatan matahari walaupun hari telah beranjak siang. Abang pemilik perahunya bertanya apakah sudah mencatat nomor hapenya (yang dijawab sudah oleh kami semua) dan berpesan untuk menelepon nanti jika akan kembali ke Pantai Mutun. Bayarnya nanti saja saat pulang. Oke, abangnya ternyata baik. Secara tidak langsung dia memberi jaminan bahwa dia pasti akan menjemput kami.

Pantai di Pulau Tangkil nampak jauh lebih bersih daripada di Pantai Mutun. Lebih landai dan lebih jernih. Saya langsung menuruti Hoshi yang tak sabar ingin nyemplung dengan pelampung buayanya. Hikari dan Keke bergabung dengan kami sementara Ummi dan Ayah Ibu Keke mencari pondokan untuk istirahat dan meletakkan bawaan. Oiya, ternyata di Pulau Tangkil ini ada retribusi lagi sebesar 3ribu rupiah per orang dewasa.

Saya terpesona dengan pantainya yang benar-benar cantik. Pasirnya putih bersih dan belum kotor oleh sampah. Entah karena selalu dibersihkan atau memang pengunjungnya punya kesadaran yang tinggi untuk menjaga kebersihan. Pantainya landai dan mempunyai air yang jernih. Sambil berdiri memandang ke bawah saja kita bisa melihat kelompok ikan-ikan kecil berenang ke sana ke mari.

Ayah Keke bergabung dengan kami tak lama kemudian. Sambil mengawasi anak-anak bermain dia bercerita ttg sewa pondok bambu yang ternyata lumayan mahal. 70ribu rupiah untuk satu pondokan. Kami berbagi dengan keluarga yang tadi sama-sama menyeberang karena memang pondoknya lumayan besar. Toh hanya dipakai untuk meletakkan barang bawaan saja. :)

Ibu Keke tak ikut main air karena bermasalah dengan gendang telinganya. Ummi H2 juga melihat saja dari batas sapuan air. Sesekali mengambil foto dan merekam dengan hapenya.

Di Pulau Tangkil ada juga permainan Banana Boat dan Perahu Kano yang bisa disewa. Tarif Banana Boat-nya 125ribu rupiah sekali jalan untuk 5 orang. Sepertinya seru. Saya yang belum pernah mencoba jadi senang memperhatikan orang-orang yang menaikinya.

Jadi ya untuk yang belum pernah naik Banana Boat seperti saya, permainan ini menggunakan semacam pelampung raksasa berbentuk pisang berwarna kuning. Orang-orang duduk di atasnya berpegangan pada tali yang ada di pelampung raksasa itu. Lalu pelampung tadi akan ditarik dengan speedboat dengan kecepatan tinggi meninggalkan pantai. Lalu penumpangnya akan ditenggelamkan di lautan yang berisi hiu. Ahaha. Nggak ding. Dari lautan sana, speedboat-nya kembali lagi ke arah pantai tetap dengan kecepatan tinggi. Arah laju speedboat-nya lurus, lalu tiba-tiba membelok dengan ekstrim begitu mendekati pantai sehingga penumpangnya pun berjatuhan ke air. Tenggelam? Nggak lah, kan pakai rompi pelampung. Lagian jatuhnya juga udah di pantai. Pengen juga. Tapi anak-anak pasti nggak mau ditinggal.

Anak-anak tak bosan-bosannya bermain, padahal ujung-ujung jari sudah mengkerut keriput. Bisa jadi karena terlalu antusias. Hikari dan Hoshi sudah berkali-kali sih pergi ke pantai. Tapi yang benar-benar nyemplung mandi dari kepala sampai kaki ya baru kal ini. Ibu Keke memanggil dari tepian mengajak anak-anak makan. Mulanya tak mau. tapi setelah dijanjikan nanti main lagi setelah makan, mereka bertiga pun makan dengan lahap di pondokan. Nikmat sekali, makan di pantai setelah main air.

Selepas makan, istirahat sebentar. Trus lanjut main air lagi! Haha. Ibu Keke sementara itu duduk di pondok aja, berbincang dengan Nenek rombongan kami yang juga ternyata hanya duduk saja di situ. Ummi H2 nampak berjalan keliling, lalu berhenti di salah satu pondok berbincang dengan seorang ibu yang sedang asik merajut. Sepertinya Ummi H2 tertarik merajut.

Keke sesekali bermain agak ke tengah bersama ayahnya. Hikari sesekali keluar dari air dan sibuk bermain pasir di tepian, lalu berteriak-teriak histeris jika ombak datang dan pasirnya disapu air. Hoshi yang baru sekali mandi di laut sangat terganggu dengan rasa asin airnya. Berkali-kali dia berusaha mengelap air yang mengenai mulutnya dengan tangan, yang tentu saja akan menambah rasa asin karena tangannya pun juga basah. :D

Hari semakin tinggi. Tapi tak terasa panasnya karena awan masih saja bertahan menutupi matahari. Jari-jari tangan anak-anak itu makin keriput. Yak, udahan yuuk! Ummi H2 dan Ibu Keke berteriak memanggil menyuruh keluar dari air dan bersih-bersih.

Tempat untuk bilas dan bersih-bersih terletak di belakang pondok-pondok bambu, sekitar 50 meter lah jauhnya. Terdiri dari banyak kamar mandi berukuran 2x2 meter. Saya tidak menghitung, tapi sepertinya ada 20 kamar mandi yang terbagi 2 bagian untuk laki-laki dan perempuan. 

Sayang sekali, tempat bilasnya ini kurang memadai. Kamar mandinya tidak mempunyai kunci, setidaknya ini yang saya temui di bagian laki-laki. Jadi kalau hendak berganti baju, harus ada yang berjaga di luar. Lalu di kamar mandinya juga tidak ada lampu. Dan yang terakhir, di tempat ini dikenakan tarif 2ribu rupiah per orang. Yaa walaupun tak seberapa, tapi alangkah menyenangkannya kalau fasilitas seperti ini disediakan gratis untuk pengunjung. Kan?

Oke, semuanya sudah bersih dan segar. Waktunya bersantai sebentar sebelum pulang. Sempatkan dulu foto-foto di pantai. Hikari sibuk mengumpulkan kerang. 



Ternyata keluarga yang bersama kami juga sudah siap berkemas, kebetulan sekali. Mereka setuju saat kami mengajak kembali ke Pantai Mutun lagi. Suaminya yang akhirnya menelepon Abang pemilik perahu yang mengantar kami tadi. Perahunya datang tak lama setelah ditelepon. Kami pun pulang dengan gembira. Mungkin nanti suatu saat kami akan datang lagi. :)


Senin, 01 Oktober 2012

Rumah Kontrakan [4]

Setelah pencarian kontrakan yang terasa sangat melelahkan, Ummi H2 ditelpon oleh Randhu, istri dari Fuad, teman kami semasa dia masih bertugas di Pekanbaru dulu. Ada rumah dikontrakkan di sekitar perumahan tempat mereka tinggal itu juga. Rumah itu kosong, pemiliknya ada di Way Halim. Dari Randhu kami memperoleh nomer telepon pemilik rumah, Pak Yazid namanya. Menurut Randhu, harga sewanya 5jutaan setahun, tapi Randhu menyuruh kami mengkonfirmasi lagi ke si bapak.

Dilihat sekilas dari luar, rumahnya lumayan bersih walaupun sudah lama tidak dihuni. Berjarak 3 jalan dari rumah Fuad dan Randhu. Sudah berpagar dan ada space kosong lumayan luas di bagian depan, bisa untuk memarkir mobil Ummi H2. Walaupun tak beratap tapi tak apa, setidaknya mobil berada di dalam pagar. Dan sukanya lagi, rumahnya dekat dengan masjid. :)

Begitu dihubungi oleh Ummi H2, alhamdulillah ternyata memang rumahnya dikontrakkan. Tapi menurut Pak Yazid, rumah tersebut adalah milik anaknya. Jadi dia akan mendiskusikan dulu harga sewa dengan anaknya. Dan alhamdulillah setelah menunggu beberapa hari, kami sepakat dengan harga sewa yang ditetapkan mereka. Tanggal 13 September 2012 membayar uang muka sebagai tanda jadi. Dan tanggal 18 September 2012 resmi kami menempati rumah ini setelah melunasi uang sewanya pada tanggal 16 September 2012. :)

Rumah kontrakan kami yang sekarang ini suasananya lumayan enak deh. Lokasinya memang lumayan jauh dari kantor saya, tapi lingkungannya nyaman dan sejauh ini aman. Berada di sebuah komplek perumahan sederhana yang luas sehingga tidak bising dengan suara kendaraan bermotor yang lalu lalang. Kendaraan yang lewat kebanyakan hanya milik penghuni perumahan saja.

Daerahnya terletak di perbukitan. Kalau malam tiba, udaranya berubah sejuk. Hikari dan Hoshi yang selama di Pekanbaru tak bisa lepas dari kipas angin dan pendingin udara jika tiddur di malam hari pun sekarang bisa tidur dengan nyenyak cukup dengan kipas angin yang berputar pelan saja. Apalagi kalau memasuki dini hari menjelang subuh. Hiiyyy, dinginnya terasa sampai ke hati dan bikin malas mandi. :D

Berbeda dengan rumah kami yang dahulu, di lingkungan sini setiap pagi selalu ramai dengan ibu-ibu yang berjalan berkeliling menggendong bakul berjualan sarapan. Menu yang dijual sama, nasi uduk dan lontong sayur.  Beberapa kali kami membeli dari ibu-ibu yangberbeda-beda, cara penyajiannya pun sama. Dan mereka pun berasal dari kampung yang sama, dari daerah Palang Besi, di sebelah bawah perumahan ini. Harganya murah, hanya dengan tiga ribu rupiah saja sudah bisa menikmati nasi uduk atau lontong sayur untuk sarapan di pagi hari. 

Ada juga alternatif menu sarapan yang lain berupa tukang bubur ayam menggunakan gerobak dan bubur kacang hijau yang berkeliling menggunakan sepeda motor. Oiya, dan penjaja Sari Roti yang sudah berkeliling sejak setengah enam pagi. Ramai.


Malam harinya pun tak kalah ramai orang yang berjualan keliling. Ada banyak tukang bakso silih berganti. Juga Mas-mas penjual nasi dan mi goreng. Yang jual mi tek-tek pun ada. Lumayan lah untuk mengganjal perut jika sedang merasa lapar karena mengerjakan sesuatu hingga larut malam.

Kecamatan Kemiling memang sudah berada di luar kota Bandar Lampung. Tapi tak terlalu jauh juga. Dan sebenarnya segala kebutuhan sehari-hari bisa didapatkan dengan mudah di sini, tak perlu jauh-jauh ke kota. Warung harian, pasar tradisional, warung makan, penjual kue dan makanan kecil, penjual buah, semuanya tersedia. Tapi kalau pun ingin ke kota, akses jalannya juga relatif mudah. Bisa lewat Imam Bonjol sana, yang nantinya tembus ke mana-mana (tapi kami belum hapal semuanya). Bisa juga lewat Lembah Hijau kalau ingin jalanan yang lebih lancar. Rute ini yang lebih kami sukai karena bebas macet dan udaranya segar karena sepanjang jalan masih banyak pepohonan dan kebun.

Jalur Lembah Hijau ini juga yang sehari-harinya saya tempuh menuju dan pulang dari kantor. Sesuai namanya, memang melewati daerah lembah yang mendaki dan menurun. Dan memang udaranya masih segar. Jika sedang musim durians eperti sekarang, sepanjang jalan tercium bau harum durian dari lapak-lapak yang menjajakan durian di pinggir jalan.

Waktu tempuhnya dengan menggunakan sepeda motor sekitar setengah jam. Ini setengah jam-nya setengah jam yang lumayan kencang dan jalanannya lancar ya.. Bukan setengah jam di jalanan yang ramai dan macet. Jadi ya memang lumayan jauh. Bisa sih mungkin tembus dalam waktu hanya 20 menitan, tapi saya memilih santai dan mengusahakan untuk tidak terburu-buru. Ini karena jalurnya yang banyak tikungan. Dan saya tidak pernah pintar berkendara di tikungan yang relatif tajam. Main game balap saja saya kerepotan melewati tikungan, apalagi dalam kehidupan nyata. Ahaha. 

Yang paling terasa tentu saja konsumsi bahan bakar sepeda motor. Kalau dulu isi 30ribu bisa dipakai seperti tak habis-habis, sekarang dengan uang yang sama paling-paling hanya bertahan satu mingguan. 

Begitu lah.

Sabtu, 22 September 2012

Rumah Kontrakan [2]

Hari selasa pagi. Tanggal 4 September 2012. Saya berangkat dari Kalianda menggunakan sepeda motor. Ini perjalanan yang lumayan jauh. Kalau berdasarkan data di googlemaps sih sekitar 90-an kilometer. Lamanya dua jam perjalanan kalau menggunakan mobil dengan kecepatan sedang. Jalur yang ditempuh adalah jalur kencang karena merupakan jalan lintas yang dilalui oleh truk dan bus antar propinsi.

Niat hati ingin pulang hari saja, tapi istri berkeras membawakan pakaian ganti dan handuk serta perlengkapan secukupnya. "Nginep aja di rumah Wit, pulangnya besok", katanya. Wit yang dimaksud adalah Witarto, teman karib saya sejak masa SMP dulu yang sekarang  bekerja dan menetap di Bandar Lampung. Berat hati membayangkan berpisah dengan Hikari dan Hoshi, walaupun cuma sehari dua hari. Tapi sekali lagi istri berkeras menyuruh menginap. "Ntik capek badannya, Jalan jauh, belum terbiasa", katanya dengan penuh sayang.

Tak perlu 'mengejar' mesin fingerprint karena jari saya belum terdaftar di sana. Dan hari ini memang baru akan melapor ke kantor baru. Jadi sampai di kantor siang pun tak apa. :) Jadilah saya berangkat dari rumah sekitar pukul setengah delapan pagi. Waktu tempuhnya ternyata meleset jauh dari perkiraan saya yang hanya dua jam perjalanan. Sampai di kantor sudah hampir pukul sepuluh siang.

Ini terjadi -sekali lagi- karena saya bisa dibilang sama sekali buta dengan kota ini. Jadi begitu memasuki daerah Panjang, saya langsung bergantung sepenuhnya pada GPS di android. Dan secara saya naik motor, nggak mungkin sambil melototin GPS terus kan. Tiap sebentar berhenti. Ngecek jalan udah bener apa nyasar. Kalo nyasar muter lagi (untung saja jalur yang dilalui nggak ada jalan yg satu arah). Begitu lah.

Sesampainya di kantor, langsung ke bagian umum untuk melapor. Dibawa ke ruangan ini dan itu. Dikenalkan kepada pegawai-pegawai yang ada. Didaftarkan di mesin fingerprint oleh pegawai yang berwenang. Setelah beberapa arahan dan basa-basi, saya pun dipersilakan untuk bebas ngapa-ngapain. Karena toh belum dibentuk tim untuk saya dan belum ada penugasan pemeriksaan untuk saya.

Ya sudah akhirnya ngobrol sana sini dengan siapa saja yang keliatan senggang. Iseng turun ke ruangan pelayanan, nanya-nya kontrakan kepada sekuriti yang sedang bengong karena memang tidak ada Wajib Pajak yang datang melapor. Tak disangka si bapak sekuriti menawarkan kontrakan di belakang kantor, punya sodaranya katanya.

Jam istirahat pas si bapak ganti giliran jaga, berangkatlah kami ke lokasi dimaksud. Naek motor si bapak, saya membonceng di belakang. Letaknya memang di belakang kantor seperti di bilang si bapak. Tapi untuk menuju ke sana, harus berputar lumayan jauh. Rumahnya bagus sih. Bersih karena baru direnovasi. Saya coba airnya, juga bagus dan jernih. Tapi sayang sekali rumah ini tidak memiliki akses jalan masuk yang memadai. Jalan masuknya kecil, hanya bisa dilalui sepeda motor, itu pun sempit. Kalau berpapasan mesti hati-hati kalau tak ingin saling senggol. Ah. Dengan berat hati saya bilang tidak kepada si bapak dan bapak pemilik rumah.

Setelah itu saya berjalan ke sana ke mari di sekitar kantor bertanya kepada siapa saja. Siapa tau ada di antara mereka yang punya info kontrakan atau malah punya kontrakan. Tapi tak ada satu pun.

Sore hari, Witarto menunggu di depan kantor saya sekitar pukul setengah enam. Siangnya saya memang sudah menelpon akan menumpang semalam di rumahnya. Rute pulangnya katanya bisa melewati kantor saya, jadi sekalian dia singgah lalu saya mengikuti dia menuju rumahnya. Ternyata rumahnya jauh dari kantor. Dan melewati jalanan yang padat. Beberapa kali dia menghilang dari pandangan saya yang belum terbiasa dengan lalu lintas di sini. Untunglah tak sampai sesat dan akhirnya bisa sampai di rumahnya di jalan Pramuka.

Istrinya, Nana, sungguh baik hati. Sudah disiapkannya kamar yang bersih dan rapi untuk saya. Handuk dan segala perlengkapan mandi juga sudah tersedia. Makan malam yang dihidangkan pun lezat dan nikmat. Alhamdulillah bisa tidur nyenyak dan makan enak.

Oiya, Witarto ini punya baru punya 1 orang anak. Perempuan. Usianya menjelang 5 tahun. Keisya namanya. Keke panggilannya. Anaknya periang dan banyak bicara. Dia langsung bisa akrab dengan saya. Mungkin merasa kalau saya adalah teman baik ayahnya. Dia sangat tertarik dengan jenggot saya yang tak seberapa ini. Tak bosan-bosannya ditarik dan dimain-mainkan. Walaupun ayah dan ibunya melarang, tapi dia cuek saja. Sepertinya Hikari akan cocok bermain dengan dia, sama-sama banyak bicara. :D

Esok harinya, pagi-pagi sekali rumah sudah terasa sibuk. Ah Mbak Nana ternyata menyiapkan sarapan. Juga menyiapkan air hangat untuk mandi. Udara memang terasa dingin sih, tapi saya sebenarnya tak mandi pun tak apa. Hahaha. Toh malamnya sudah mandi. Tapi sudah disiapkan begitu rupa ya seneng juga sih. :)

Pukul 7 pagi berangkat setelah sarapan. Dan sukses terlambat beberapa menit. Hihi. Selain karena lagi-lagi terlalu bergantung pada GPS, juga karena jalurnya memang padat. Melewati Teuku Umar, Pagar Alam dan Raden Intan yang terkenal ramai di pagi dan sore hari. Ya sudah lah, terlambat sekali kan masih dimaklumi. Aaaak tapi potongannya kan lumayan~~

Kemudian seharian itu pun saya habiskan untuk berkeliling mencari-cari kontrakan. Masuk keluar gang. Menyambangi banyak perumahan. Nyasar di sana dan di sini. Sampai tak tau entah sampai di mana. Pokoknya selama baterai android masih ada dan GPS bisa hidup, jalan terus deh. Tapi bahkan sampai sore hari pun tak membuahkan hasil. Ada sih beberapa kali ketemu kontrakan, tapi ada saja yang tidak pas. Kalau tidak harganya yang tak terjangkau, ya masalah tempat parkir. Ada juga yang pas tapi airnya tak bagus. Begitu lah.

Karena baju ganti hanya dibawakan satu helai untuk hari itu saja, sorenya setelah menempelkan jari di mesin presensi saya langsung pulang ke Kalianda. Perjalanan terasa jauh karena bada letih. Tapi juga terasa dekat karena kangen yang tak terkira pada H2 dan Umminya. Seperti sudah berhari-hari tak berjumpa, padahal seharian juga sms-an dan telpon-an.

Lewat sedikit dari pukul 7 malam saya tiba di rumah. Anak-anak gadis langsung peluk mesra. Hikari pasang wajah merajuk karena saya tidak pulang satu malam. Tapi tak lama. Dirayu-rayu ditambah gelitikan sedikit saja dia langsung lumer. Si Ummi punya kabar gembira, Hoshi hari ini sudah bisa buang air besar di wc. Hueee.. Pintarnya Hoshi.

Malam itu terasa istimewa, hilang semua penat setelah mengadukan keletihan mencari kontrakan kepada istri tersayang. Istirahat untuk esok subuh berangkat lagi ke kantor di kota itu. :)


*ke bagian 3 yaaa

Selasa, 18 September 2012

Rumah Kontrakan [1]

Tidak mudah mencari rumah kontrakan di sebuah kota yang sama sekali tidak kita kenal. Ini yang kami alami selama dua minggu terakhir di bandar lampung. Well saya memang pernah 3 tahun tinggal di kota ini saat SMA dulu. Tapi masa itu lebih banyak saya habiskan di sekolah dari pagi sampai sore (dan nggak ada kelebihan uang jajan juga untuk jalan-jalan, haha). Lalu hampir di setiap hari libur saya pulang ke kalianda. Jadi kota ini benar-benar terasa baru untuk kami.

Pencarian rumah kontrakannya memakan waktu yang rasanya teramat sangat lama dan melibatkan begitu banyak orang-orang baik, teman dan saudara (juga kenalan baru), yang bersedia membantu dengan sepenuh hati.

Begitu mendapat kepastian bahwa saya dimutasikan ke Bandar Lampung, kami langsung menelpon mbah H2. Memberi kabar -yang disambut dengan gembira- dan sekaligus meminta tolong dicarikan rumah kontrakan untuk kami kepada teman dan saudara yang ada di Bandar Lampung. Pinginnya kan begitu sampai Bandar Lampung sudah ada rumah yang dituju untuk meletakkan barang.

Beberapa hari kemudian Mbah mengabari kalau rumah kontrakan sudah dapat. Lokasinya di Kemiling. Sesuai pesanan kami, tidak terlalu besar, tidak terlalu jauh dari kantor (15 menit perjalanan) dan airnya bersih. Menurut Mbah H2, rumahnya bagus dan sewanya juga relatif murah, 4juta rupiah untuk 1 tahun.

Etek yang mencarikan rumah itu. Etek ini adalah saudara kami dari pihak bapak, istri dari adik sepupunya bapak. Etek mencarikan rumah untuk kami bersama dengan anaknya, Ijah dan Titin, yang tinggal di Bandar Lampung. Okesip. Karena sudah ada kepastian tentang rumah kontrakan, kami pun tenang menjalani puasa dan mudik lebaran ke Bukittinggi sampai waktunya untuk benar-benar berangkat ke Lampung.

Tanggal 30 Agustus 2012 kami resmi meninggalkan Pekanbaru. Kota yang sudah lebih dari 1 dasawarsa lamanya saya tinggali dalam rangka mengabdi kepada negara. Kota yang sudah saya cintai dengan segala lebih dan kurangnya. Pasti nantinya kami akan kangen dengan panas dan berdebunya.

Rencana semula sih kami akan langsung menuju ke rumah kontrakan yang di maksud bersama dengan barang-barang bawaan kami. Tapi Mbah dan Nenek H2 lebih memilih untuk ke Kalianda dulu. Karena rumah juga belum dibersihkan. Lagi pula kami juga belum melihat langsung keadaannya , belum tau suka atau tidak nantinya. Repot kalau sudah bawa barang seabreg dan kami kurang suka. Maka begitu lah, kami langsung ke Kalianda, barang-barang juga. 

Esok harinya baru kami ke Bandar Lampung melihat rumah yang dimaksud. Ramai yang pergi, 2 mobil. Bersama kami juga ikut serta Om Wan, adik Mama, yang khusus datang dari Bandung untuk bertemu kami. Rumah itu kecil saja. Berkamar dua dengan satu dapur dan satu kamar mandi. Kondisinya masih agak berantakan, tapi ada tukang yangs edang bekerja memperbaiki ini dan itu. Lantainya berdebu, katanya sih debu itu berasal dari Anak Krakatau yang terbatuk-batuk beberapa hari lalu.
Lokasi dan harganya sudah lumayan pas. Ada tempat di samping rumah untuk meletakkan mobil walaupun tak beratap. Mbah dan Nenek H2 juga udah suka, Ummi H2 demikian juga. Lumayan jauh sih dari kantor, tapi setidaknya jalurnya bukan jalur macet. Airnya juga jernih dan bagus. Tapi saat kami melihat rumah itu, ada yang mengganjal di hati saya. Entah apa tapi rasanya kok kurang sreg.

Si ibu yang punya rumah mungkin mengerti kegalauan saya, haha, dan memberi waktu sampai tanggal 3 september untuk pikir-pikir. Ditunggu sampai pukul 2 siang. Baiklah. Tanggal 3 September itu adalah tanggal pelantikan saya di kanwil, jadi bisa langsung ke rumah si ibu lagi kalau memang jadi ngontraknya.

Acara pelantikannya ternyata lama, baru selesai setelah lewat waktu ashar. Kami langsung menuju ke tempat perjanjian. Saya masih tidak yakin, tapi ya sudah lah jadikan saja. Dan ternyata si ibu sudah tidak ada lagi. Sudah pulang ke rumahnya di way halim, kata anaknya yang tinggal di sekitar situ. Kami lalu menelepon si ibu dan dijawab bahwa selagi menunggu kami tadi ada orang lain yang tertarik dan langsung memberi uang muka. Ah.

Sebenarnya selain rumah itu, sebelumnya sudah ada satu rumah lagi rumah yang jadi pertimbangan. Fuad yang mencarikan. Teman sekantor saya waktu masih di Pekanbaru Senapelan dulu, teman istri juga. Dia bersedia repot-repot mencarikan rumah untuk kami begitu tau kami akan pindah ke Bandar Lampung. Katanya sih dulu waktu dia mutasi ke sini pun teman-temannya banyak membantu mencarikan dia rumah.

Karena kami sudah memprioritaskan rumah yang di Kemiling itu, rumah dari si Fuad pun akhrinya tidak jadi.  Tapi dengan keadaan yang sekarang ini, tak ada salahnya ditanyakan lagi ke yang bersangkutan. Maka kami pun langsung saja menuju ke kantornya di KPP Bandar Lampung, yang letaknya sejalan dengan kantor baru saya.

Fuadnya sedang dinas lapangan ternyata. Melalui telepon dia menyuruh kami langsung saja menuju ke rumah yang dimaksud. Letaknya di daerah belakang kantor situ. Tetapi sesampainya di lokasi, ternyata rumahnya batal dikontrakkan karena akan dipakai oleh anak dari si ibu pemilik rumah. 

Hari sudah senja. Kami kembali ke rumah di Kalianda. Ada kecewa dan rasa bersalah dalam hati kepada istri (juga Bapak dan Masto yang ikut serta) karena lambat mengambil keputusan tentang rumah di Kemiling itu. Ini juga di luar rencana dan saya sendiri yang akan repot dibuatnya karena berarti besok saya harus berangkat ke kantor menempuh jarak sejauh sekitar 90-an kilometer.

Selepas magrib, tapi belum isya, kami sampai di rumah.

Sabtu, 14 Juli 2012

Untuk Hoshi

Selamat ya bg, Moga moga menjadi anak yg saleh. (Scoty_and)

Alhamdulillah.. selamat bang.. (Galih)

Selamat ya om wawan dan tante yola. Namanya siapa? (Dorris)

Alhandulillah, Amin. D tunggu makan2nya. hehe (Elman)

Alhamdulillah Wan! Hikari udah punya adek ya! Selamat ya! (Aut)

Alhamdulillah.. Dimana neh? (Hlboy)

Alhamdulillah, selamat ya lek. smoga menjadi putri yg berguna bagi dunia, amin. TOP GAN! (Holmes)

Yee.. Selamat ya wanto sekeluarga.. Alhamdulillah semoga ibu dan anak sehat ya.. (Heni)

Barakallahu.. smg mnjadi ank yg sholeha..d rs mn pak wa2n? (Bambang Dwi)

Selamat mas. Amin.. smga menjadi anak yang baik n takut akan Tuhan.. Dimana mas? (Eld John)

Selamat ya.. moga menjadi anak yg soleha. (Jiwenk)

Gadis lagi om? (Kabul)

Amin ya rabbal 'alamin. (Lilik)

Selamat atas kelahiran putrinya, semoga menjadi anak yang sehat, cerdas, solehah, berbakti kpda ortu, agama, nuda & bangsa. (Maliun)

Amin... kami sekeluarga di taluk mengucapkan selamat atas lahirnya si buah hati. Semoga dgn adanya adik hikari semakin lengkap kebahagiaan mas wawan n mbak ola. (Agus)

Wah selamat om. Semoga menjadi anak ygberbakti. (Rizqo)

Ya syukur. wah cwek lg adik hikari. mudh2an jd anak yg soleh semuax/ le2k cuma mendoakan dari jauh gak bisa beri apa2. salam buat ola. (Lekban)

Wah..wah.. slamat mas.. Asyik nih ada yg gantiin hikari main d mesin cuci. hehe (Puti)

Barakallah.. smoga menjadi anak yg soleha dan penyejuk hati umi n abinya. Sehat2 slalu ibu dan anak. :) (Puput)

Alhamd, selamat ya bg. K'olanya sehat kan bg.? bayinya gmn.? (Putri)

Oke gak pa2 yg penting sehat (Kabul)

Alhamdulillah,,, Cwek lg ya,,,, sp ne nama ny??? (Heni batam)

Barokalloh bg.. smoga menjadi wanita yg sholeha dan menjadi penyejuk hati ke 2 ortunya. (Maruli)

Alhamdulillah (Feri)

Alhmdulillah..! Slamat ya kak Hikari, udh pnya adek.. Smga adknya smkin mnambah kbhagian & kceriaan dlm kluarga ny.! (Romi)

Selamat ya Wan. Siapa namanya? salam buat ola (Bu Sjafar)

Alhamdulillah semoga jadi anak soleh. (Rzman)

Syukur Alhamdulillah & Insya Allah menjadi anak yg baik, berguna bagi orang tuanya, shaleh & tekun menuntut ilmu (Pak Sjafar)

Selamat ya om, semoga si kecil jadi anak yg salehah. amien. (Vio)

Bagus tuch,,, Kyk nama mbak ny arqhi,,,, (Heni batam)

Alhamdulillah.. Selamat yaa.. Mudah2an jd anak yg sholeha. Amin. (Rahardja PK)

Yes. Yes. Nambah lg 1 org baik d Indonesia. Congratz y, Om. (John)

Selamat bang, amin. Kudoakan mudh2n jd anak yg brbakti pada ortu. (Yogie)

Alhamdulillah.. Adek Hikari namany siapa? (Ratih)

Eh.. Ndak terasa alah lahirse adiak hikari. sukur alhamdulillah lai sehat. bara barek dan panjangnya ol. Lai ibu mas wawan dtg ka pakan? tadanga sama nteles tgl 20 etek minta plglo. Ohya lai normal ola lahiran skrg? (Nte Les)

Subhanallah Alhamdulillah.. Barakallah ya om wawan, smoga bisa mnjdi ank sholehah yg terbaik sprti yg diharapkan org tuanya. amiin y Rab. :) (Mochan vampir)

kami sekeluarga di jambi turut  bersuka cita.. mudah2an jadi anak yg saleh. (Om An)

Alhamdulillah, semoga putri kecilnya jadi anak yg soleha dan pintar. Amin (Eri Malau)

Barokallah ya om,, Slmt, smuga dd bayi bs menjadi anak yg berguna dan membahagyakan ortu d dunia dan akhirat. Amin. (Pey)

Wah selamat ya Wan, semoga akan menjadi anak yg sholehah, pinter dan berbakti sama orang tua. (Ipuk)

Syukur alhamdulillah kami sekeluarga turut bersuka cita dgn lahirnya keponaan kami. Semoga kelak nanti bisa menjadi  anak yg shalih dan berbakti bagi orang tua dan keluarga. Menjadi kebanggan keluarga dan bisa mengharumkan nama keluarga. Amin. (Masto)

Syukur alhamdulillah, mudah2an Alloh mengabulkan doa dan harapan kita semua. Amin. (pakde Jamil)

Alhamdulillah.. Selamat ya, semoga hikari jr jadi anak yg salehah, pintar dan berbakti pda klg, bangsa dan negara. Nb: ntar tag in na foto ny ya.. ^_^ (Nana)

Amiin... Mdh"an jd ank yg brbakti am ke 2 org tua, taat am Agama. mbak Ola sht kn Adikny Hikari ama Ola sht kn mas? (Leksar)

Bwt keluarga om wawan, nte ola nhikari, selamat bwt kelahiran putri keduany.. hiki dah resmi jadi kaka nih.. (Nadya)

Mas wawan selamat ya, kel diplg mendoakan semoga de2k hikari menjadi anak yg berguna bg kedua ortunya ya. (Ibu Palembang)

Wahhh.. Selamat ya bang Wanto! Tambah lg kepercayaan Allah sama Bang Wanto..Semoga tambah sukses jd kepala keluarga.. Semoga Hikari dan adeknya jd anak2 yg berbakti buat Bang Wanto dan kak Ola. Semoga tambah lancar rezeki Allah buat keluarga Abang.. Selamat dari aku dan istri Bang.. (Mukhlas)

Selamat ya wan, maaf wan kakak belum sempat lihat anakmu. (Yeni)

Sabtu, 07 Juli 2012

H2 dan Fingerprint

Jauh hari sebelum anggota dpr heboh dengan sistem kehadiran memakai mesin, instansi tempat kami bekerja sudah menerapkannya. Jauh sebelum mereka koar-koar dan merasa dilecehkan, di kantor kami sudah terpasang mesin kehadiran yang tidak memberi toleransi keterlambatan barang satu detik pun. Konsekuensinya adalah pemotongan penghasilan dengan persentase berjenjang sesuai dengan tingkat keterlambatannya.

Jarak antara rumah dengan kantor saya bisa ditempuh dalam waktu lebih kurang seperempat jam dengan mengendarai sepeda motor. Kalau mau agak ngebut sih sebenarnya bisa sampai dalam waktu sepuluh menitan. Tapi jarang banget sih maksain kayak gitu, mendingan bawa santai aja. Biar lambat asal selamat lah.

Mestinya sih dengan waktu tempuh itu daftar kehadiran saya bisa bersih tanpa pernah terlambat ya. Tinggal sesuaikan saja waktunya agar tiba di kantor tepat waktu. Tapi ternyata kok enggak juga. Hampir setiap bulan selalu saja ada terlambatnya. Tidak banyak sih, dua atau tika kali saja. Dan terlambatnya pun hanya satu atau dua menit.

Saya bersiap sejak pukul tujuh pagi. Hitung-hitungannya seharusnya cukup. Tapi saya terlambat karena hal-hal kecil, yang untuk orang lain mungkin hanya masalah sepele. Saya selalu berusaha sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan anak-anak dalam keadaan menangis. Rasanya tidak tenang dan selalu kepikiran jika memaksa pergi sementara anak-anak masih menangis. 

Setiap kali melihat saya mengeluarkan sepeda motor, Hikari dan Hoshi akan langsung berlari minta ikut. Tak terkecuali di pagi hari. Maka menjadi syarat yang wajib bagi saya untuk mengajak mereka ikut naik (Hoshi di depan, Hikari di belakang) lalu berkeliling di jalanan kompleks perumahan kami. Ini syarat mutlak agar mereka 'ikhlas' melepaskan kepergian saya ke kantor. :D

Tidak jauh sih berkelilingnya. Hanya membawa mereka ke arah tanah kosong di sebelah rumah itu, lalu berbalik menuju ke arah musholla dan setelahnya kembali lagi ke rumah. Lalu mereka akan turun dan saya bisa pergi ke kantor dengan tenang. Tidak jauh-jauh. Cukup sebagai syarat saja bahwa mereka sudah ikut naik motor. Tidak memakan waktu yang lama juga, paling-paling dua atau tiga menit.

Lalu apa yang bikin terlambat? Berkelilingnya memang hanya sebentar. Tapi hal-hal lain yang berhubungan dengan syarat naik motor itu lah yang sering kali bertele-tele. Misalnya Hikari memakai sepatu putih, Hoshi ingin juga bersepatu putih. Padahal sepatu putihnya entah ada di mana. Maka menunggu lah sementara umminya mencarikan sepatu untuk Hoshi. Harus ketemu, atau Hoshi akan merajuk dan menangis tak mau naik. Akhirnya terlambatlah. :D

Kadang kala keduanya kompak berulah. Naik motornya tidak mau dibantu, maunya berusaha naik sendiri. Yang tentu saja akan memakan waktu cukup lama, karena mereka masih terlalu kecil untuk naik sepda motor dengan usaha sendiri. Lalu setelah selesai berkeliling dan sampai di rumah, turun dari motor juga tak mau dibantu, harus turun sendiri. Kemudian setelah turun, mau membunyikan klakson dulu. Ingin menghidupkan lampu, main-main dengan lampu sein. :D

Seperti itu lah. Hal-hal yang kelihatannya tidak penting. Tapi biar lah begitu. Terlambat satu atau dua menit tak masalah. Penghasilan terpotong sekian persen setiap bulan pun biarlah. Toh pekerjaan saya juga tidak terpengaruh hanya karena terlambat sekian menit itu.

Saya bertekad untuk bisa sebanyak mungkin menyenangkan mereka. Ingin semaksimal mungkin melihat tingkah polah mereka. Ingin selalu mengikuti apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan saaat tumbuh dan berkembang. Manja, nakal dan isengnya mereka adalah hal yang sebisa mungkin tidak ingin saya lewatkan.

Masih banyak waktu untuk hal-hal lain. Sementara masa kanak-kanak mereka tentu tidak akan selamanya. Saya ingin sebanyak mungkin menikmati waktu bersama mereka. :)

Hoshi dan Huruf Konsonan

Meskipun semakin lancar bicara, tapi akhir-akhir ini ada beberapa huruf konsonan yang tertukar oleh Hoshi. Bunyinya sih jelas, tapi penempatannya yang malah jadi sering tidak konsisten. Padahal sebelumnya tak ada masalah dengan huruf-huruf itu.

Huruf R.
Sudah sejak lama Hoshi lancar menyebut RRRRR. Tapi tidak selalu. Bunyi R itu akan jelas dan jernih jika berada di tengah kata. Misalnya pada kata LARI, BARU, KERANG. Tetapi kemudian akan berubah menjadi bunyi huruf lain jika R-nya berada di belakang atau di depan kata. 
KASUR-->KASUN
MOTOR-->MOTON
RINDU-->LINDU. 

Huruf B.
Ini juga tidak selalu. Ada beberapa kata yang jika diawali dengan huruf B, bunyinya akan berubah menjadi huruf M. Dia lancar menyebut kata BALON dan BADUT, misalnya. Tetapi saat menyebut BINTANG, yang terucap dari mulutnya adalah MINTANG. Saat dia berkata MANYAK-MANYAK, itu berarti BANYAK-BANYAK. :D

Huruf K.
Seperti yang lain, yang ini pun hanya terjadi pada kata-kata tertentu saja. Tapi lumayan banyak sih. Huruf K yang berada di awal suatu kata kadang kala akan berubah menjadi hufuf T. 
KAWAN--> TAWAN
KAKAK--> TATA (Yang ini pernah saya ceritakan di postingan terdahulu)
KOLAM-->TOLAM
Dsb.
Yang akhirnya jadi sedikit terdengar ganjil tentang huruf K yang berubah bunyi ini adalah panggilan Hoshi kepada kakaknya.
Dalam versi Hoshi yang paling baru, panggilannya kepada Hikari adalah KAKA HIKARI. 
Kemudian disingkatnya sendiri menjadi KAKA KARI. 
Lalu -dengan pola huruf K berubah menjadi huruf T- panggilannya menjadi KAKA TARI.
Dan akhir-akhir ini, entah bagaimana, huruf R-nya menghilang, jadilah KAKA TAI.
Lucu.
Tapi meskipun KAKA TAI, Hoshi melafalkannya dengan caranya sendiri. Dengan bunyi I di bagian belakang yang menggantung. Sekilas terdengar seperti bunyi huruf Y, KAKA TAY. Tapi tidak persis seperti itu juga. Maka alih-alih berkonotasi kotoran, panggilan KAKA TAI-nya terdengar mesra dan spesial.

:)

Selasa, 12 Juni 2012

Jauh Bunga Melati, Dekat Bunga Bangkai

Yang namanya saudara itu, katanya seperti piring dan gelas kaca. Kalau berdekatan berisiknya bukan main. Berdenting-denting tiada henti setiap bersentuhan. Tapi kalau jauh jadinya sunyi dan kesepian. Ada juga yang bilang 'jauh harum bunga melati, dekat bau bunga bangkai'. Kalau sedang jauh terasa rindu dan sayangnya tak terkira, tapi begitu ketemu ya bertengkar dan berselisih.

Hikari begitu juga dengan Hoshi. Setiap hari bertengkar. Ada saja yang diributkan. Seringnya sih berebut mainan. Heran, padahal umminya sudah membelikan mainan sebanyak itu tapi tetap saja berebut. Apa yang dipegang Hoshi, itu yang dimaui Hikari dan sebaliknya. 

Kadang kala Hikari yang memang iseng mengganggu adiknya. Hoshi sedang tenang-tenang bermain, lewatlah Hikari. Dengan sengaja dan sok cueknya, sambil lewat dicoleknya kepala adeknya. Atau kakinya seolah-olah tersandung ke Hoshi. Pokoknya semacam itu lah. Haha. Dan gayanya bener-bener profesional. Cuek kayak yang beneran nggak sengaja gitu. Pelan saja sebenarnya, tapi itu pun sudah cukup untuk membuat Hoshi merengek karena merasa terganggu.

Nah sekarang-sekarang ini, bertengkarnya juga bertambah dengan perang kata-kata. Berhubung Hoshi juga sudah semakin lancar bicara, maka perang kata-kata ini sering kali menjadi-jadi. Hasilnya sih 99% selalu Hoshi yang 'kalah' lalu menangis. Hikari menang dengan suaranya yang keras dan juga lebih kaya kosa kata. Hoshi ini pun, sudah tau dia yang kecil dan selalu 'kalah' tapi tak jarang dia juga yang memulai pertengkaran.

Yang dijadikan bahan berdebat pun hal-hal sepele. Mangga di depan rumah sudah berbuah atau belum. Balon yang ditiup umminya kecil atau besar. Telor asin rasanya asin atau enggak. Sepatu abinya masih baik atau sudah koyak. Juga berdebat tentang lirik lagu. Sepele dan nggak penting. :D

Paling seringnya sih mereka berebut klaim tentang segala sesuatu. Si Ika itu teman siapa? Teman adek atau teman kakak? Sepeda warna merah muda itu punya siapa? Sepeda kakak atau sudah menjadi sepeda adek? Kulkas punya siapa? Kursi di bawah pohon mangga punya siapa? Siapa yang paling sayang abi? 

Serunya kalau yang jadi obyek perebutan adalah saya. Haha. Jadi kadang kala saat suasana sedang aman dan damai, tiba-tiba Hoshi memeluk saya sambil berkata "abi adek" plus ekspresi mengejek ke Hikari. Pelan saja, tapi selalu berhasil memprovokasi Hikari yang dengan lantangnya akan merespon dengan kalimat "abi kakak tu!" Dari perang mulut, biasanya dilanjutkan dengan saling berusaha menguasai saya. Hoshi memeluk punggung, Hikari menarik tangan. Hoshi memeluk leher, Hikari berusaha supaya Hoshi terlepas. Dan kalau dibiarkan, klimaksnya nyaris selalu sama : Hoshi menangis. :D

Begitu lah setiap hari.
Seru. Ramai. Ribut. Berisik.

Tapi sesungguhnya mereka itu saling menyayangi satu sama lain. Sebentar bertengkar sebentar sayang-sayangan. Apalagi Hikari, di balik sikapnya yang cuek dan semaunya itu jelas terlihat kalau dia sebenarnya sangat sangat penyayang. 

Momen-momen paling mesra di antara mereka berdua adalah di waktu pagi, sesaat setelah bangun tidur. Berbaring berhadap-hadapan, saling mengelus satu sama lain. Berbicara berdua dengan suara yang lembut. juga bercerita tanpa kata. Tak jarang Hikari menciumi Hoshi sambil bercerita entah apa.

Dan walaupun setiap hari bertengkar, mereka saling terikat satu sama lain. Jika salah satunya tidak ada, yang lain seperti kehilangan semangat. Makanya masa-masa awal Hikari masuk sekolah, adalah saat yang berat untuk Hoshi. Cuma dua jam berpisah tapi nampak jelas kalau dia sangat menanti-nantikan kakaknya pulang.

Minggu yang lalu kami menghadiri undangan pernikahan seorang teman dari teman. Tempat duduk di tempat pestanya dipisah antara laki-laki dan perempuan. Awalnya tak masalah. Hikari yang mengantuk ikut dengan saya ke tempat duduk laki-laki. Sementara Hoshi ikut umminya. Tapi tak bertahan lama. Sesaat setelah saya selesai mengambil nasi beserta lauk-pauknya dan hendak duduk menyantap makanan, Hikari merengek-rengek. "Mau tempat ummi, mau tempat adek."  Dan ternyata Hoshi pun bertingkah serupa. mencari-cari kakaknya. Beruntung di bagian belakang, tempat meletakkan soto, ada semacam area terbuka yang terhubung jadi mereka bisa bertemu di situ.

Saudara memang seperti itu. Nampaknya tak akur tapi sebenarnya saling terikat satu sama lain. :)

Senin, 04 Juni 2012

Hikari dan Ulang Tahun di Sekolah

Karena sudah sekolah, ulang tahun Hikari yang ketiga ini dirayakan di sekolah bersama teman-temannya. Umminya sih kepengen ada acara juga di rumah. Tapi rasanya kok repot kalau diulang-ulang gitu, toh acaranya ya sama saja.

Bulan-bulan yang lalu juga ada temannya yang berulang tahun di sekolah. Jadi saat diberitahu bahwa ulang tahunnya juga akan dirayakan bersama teman-teman, Hikari langsung setuju. Bersemangat malah. Disebut-sebutnya selalu "ulang tahun sama teman-teman."

Persiapannya nggak repot sih. Hanya masak secukupnya, menunya ayam dan nasi untuk dimakan bersama. Lalu juga menyiapkan bingkisan berisi makanan ringan untuk dibawa pulang teman-temannya. Dan tak lupa balon-balon untuk hiasan biar meriah yang nantinya juga untuk dibagikan setelah acara selesai. (Khusus untuk urusan balon ini, saya nggak ikut membantu deh. Dikerjakan sepenuhnya oleh ummi H2 karena saya selalu ngeri saat meniupnya. haha)

Yang agak menyita perhatian adalah pemilihan kuenya. Umminya kepengennya kue ulang tahun yang cantik bentuknya, nggak terlalu mahal harganya dan enak rasanya. Dan ternyata nggak gampang untuk menemukan kue dengan syarat-syarat yang sebenarnya sederhana itu. Hahaha. Tapi syukur setelah berkali-kali masuk ke toko kue, akhirnya dapat juga yang sreg di hati di jalan nangka sana. :D

Hari senin, 4 Juni 2012.
Bingkisan dan balon serta pernak-pernik pesta sudah beres sejak malam hari. Acaranya mulai jam sepuluh, sesuai jam sekolahnya. Pagi-pagi umminya mulai masak nasi dan ayamnya. Dibantu nenek H2, bisa juga selesai tepat pada waktunya. Menu makan siang untuk 30 orang anak.

Di sekolahnya nggak ada yang istimewa. Seperti hari sekolah biasa saja. Dan memang -kata umminya- sengaja disiapkan seperti itu. Satu persatu teman-temannya datang dan Bu Mei dan Bu Elda memulai acara di ruang yang lebih luas, bukan di tempat mereka belajar sehari-hari. 

Oiya, selain teman-teman sekolahnya, juga hadir Nasya. Teman Hikari, anak dari teman si ummi waktu kerja di telkom dulu. (Cerita tentang ulang tahun Nasya bisa dibaca juga DI SINI ) Juga ada Lutfi, adek bang Dimas yang masih bayi (yang tertidur lelap sepanjang acara.)

Hikari cantik. Memakai gaun panjang warna putih. Ini gaun pemberian bude Yanti tahun yang lalu dan ternyata masih bisa dipakainya. Ibu guru memakaikan bando pinjaman milik Tasya (atau Dinda ya?) karena memang rambutnya 'polos' saja. Sehari-hari Hikari tidak terbiasa memakai hiasan di rambutnya.
Cantik.

Ruangan sudah siap. Balon dipasang di dinding. Ucapan selamat ulang tahun beserta nama Hikari juga dipasang. Hiasan untuk kepala dibagi-bagikan ke teman-teman. Acara dimulai.

Hikari duduk tenang di kursi rendah, di depannya ada meja yang juga rendah tempat meletakkan kue ulang tahunnya. Tersenyum-senyum bermain mata dan saling bicara dengan isyarat dengan teman-temannya. Manis. Posisinya menghadp ke arah teman-temannya yang duduk rapi bersila memakai topi hias. Hoshi? Hoshi malah asik bermain di ruang belajar bersama anak-anak balita lain yang dititipkan di situ. (Note :Sekolah Hikari ini selain PAUD juga adalah tempat penitipan balita. Ada 5 orang balita yang bermain bersama Hoshi.)



Pembukaan sebentar dari Bu Mei, menjelaskan bahwa hari ini acara ulang tahun Hikari yang ke-3. Lalu dilanjutkan dengan rutinitas yang biasa mereka lakukan di hari sekolah. Doa sebelum belajar. Bernyanyi lagu-lagu lucu. Tepuk-tepuk yang namanya dibikin sesederhana mungkin. Tepuk Semangat. Tepuk PAUD. Tepuk Diam. Dan banyak lagi. Hihi. Saya menikmati dari belakang sambil mengawasi Hoshi.

Tak terasa telah melewati pukul sebelas siang. Setelah berbagai lagu dinyanyikan, bermacam tepuk diperagakan, Bu Mei mengajak semuanya menyanyikan lagu selamat untuk Hikari. Semuanya berdiri, semangat bernyanyi diiringi musik yang keluar dari DVD player yang diputar oleh Bu Elda.

Setelah menyanyi bersama, Bu Mei mempersilakan teman-teman yang ingin menyanyikan lagu untuk Hikari. "Siapa yang mau nyanyi di depan?" Ternyata semuanya bersemangat, tangan-tangan kecil teracung ke atas disertai teriakan "SAYAAA!" Oke, semuanya dapat giliran. Ada yang menyanyi sendiri dengan pedenya. Ada juga yang menyanyi bersama teman, berdua atau bertiga. Lagu anak-anak yang mereka hapal.

Setelahnya, Hikari dibantu Ummi dan Ibu Elda memotong kuenya untuk dibagikan ke teman-teman. Nah baru di saat pemotongan kue ini lah Hoshi mau duduk di depan bersama kakaknya. :) Saya mencicipi sepotong kecil, alhamdulillah ternyata memang enak. Base-nya cake coklat. Kue Hikari ini pas rasanya, nggak neg.

Kuenya tidak terlalu besar dan karena dipotong menjadi 30 bagian, hasilnya pun juga tak seberapa. Tapi cukuplah untuk porsi anak-anak. :)

Ternyata waktu cepat berlalu. Tak lama setelah selesai makan kue, sudah hampir tengah hari. Mulai nampak satu dua orang tua yang datang menjemput. Tak jadi deh rencana makan siang bersama. Akhirnya nasi dan lauknya dibagikan untuk dibawa pulang saja bersama dengan balon dan bingkisan kecilnya. Terbukti memang benar anak-anak menyukai balon. Saat pembagian balon lah yang paling heboh.

Alhamdulillah semuanya keliatan bergembira. Senang melihat anak-anak senang. :)

Selamat Ulang Tahun Hikari-chan.
Semoga menjadi anak sholehah selalu.
Sayang selalu kepada dek Hoshi, Ummi dan Abi.
Amin.


Minggu, 20 Mei 2012

Hoshi Nggak Usah Ikut-Ikut

Sama seperti Hikari, Hoshi mulai jelas mengucapkan kata menginjak usia satu tahun. Kosa katanya terus bertambah dan bahkan lebih cepat kaya dibandingkan kakaknya. Bisa jadi karena pengaruh Hikari juga, karena mereka berdua memang sering bercerita dengan kata-kata mereka sendiri.

Hoshi mendapatkan logatnya sendiri. Sangat khas Hoshi. Cara bicaranya sama sekali berbeda dengan Hikari. Kalau Hikari cenderung cepat dan tegas, Hoshi berbicara dengan kecepatan yang rendah, suku kata yang seperti dieja satu persatu dan ada jeda yg agak lama di antara kata. Yang paling khas adalah ada semacam irama di bagian akhir kalimat yang diucapkannya.

Jeda yang agak lama di antara kata yang dia ucapkan itu kemungkinan besar karena dia masih harus memproses pemilihan kosa kata. Sangat hati-hati, mungkin seperti mendengar pembicaraan di kraton jawa. :D

Cara bicaranya yang lucu itu sering kali membuat kami tertawa. Tapi agak repot karena Hoshi tidak suka ditertawakan. Walaupun kami tertawa tentu saja bukan dengan maksud mentertawakan, tapi dia selalu marah kalau ada yang tertawa jika dia bicara. Marahnya bisa merajuk, merengek atau bahkan memukul kalau yang mentertawakan ada di jangkauan tangannya.

Kami juga sering tergoda untuk meniru-nirukan jika Hoshi bicara. Haha. Dan yang ini pun tidak disukai Hoshi. Dia akan protes dengan ekspresi marah dan intonasi yang sok galak. Haha. Disertai dengan kalimat "Nggak usah ikut-ikut!" dari mulut kecilnya. Ada videonya ini yang sempat saya rekam saat umminya menggoda dia.



Lucu.

Selasa, 15 Mei 2012

Hoshi dan ASI

Sudah menjadi niat umminya untuk memberikan ASI kepada Hoshi sampai kapan pun dia mau. Tidak akan di-stop sampai dia berhenti dengan sendirinya. Karena Hoshi (sebagaimana balita lain yang makanan pokoknya ASI) kelihatannya sangat kecanduan dengan itu. Sudah terjadi ikatan yang sangat kuat antara Hoshi dengan umminya, yang membuat umminya tidak tega kalau memaksa memutus ASI.

Tapi manusia hanya berkeinginan dan berusaha. Hasil akhirnya belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Begitu jugalah keinginan kami memberikan ASI kepada Hoshi. Ternyata hanya sampai 1 tahun 9 bulan lah Hoshi menyusu umminya. Berhentinya bukan karena kami paksa, tapi karena sariawan di mulutnya.

Sebelum-sebelumnya juga pernah sih Hoshi mogok menyusu umminya, tapi hanya sehari dua hari saja. Beberapa kali merajuk karena dimarahi umminya. Tapi kalau yang model begini, biasanya hanya bertahan beberapa jam saja, dan dia sendiri yang akhirnya minta mimik. Lucu melihat bayi sekecil itu sudah bisa merajuk. Yah, sebenarnya antara lucu dan kasihan sih. Karena terlihat jelas dia kehausan sementara di lain pihak juga kelihatan sekali kalau dia menahan egonya untuk minta susu ke umminya. 

Yang durasinya agak lama, pernah sekali dia tak mau menyusu pada suatu malam hingga pagi, kami curiga karena umminya ikut makan durian (padahal makannya cuma 2 biji). Tetapi hanya malam itu saja dia mogok, paginya sudah menyusu lagi seperti biasa.

Dan yang paling lama memang beberapa kali karena dia terserang sariawan di mulutnya. Yang ini nih yang membuat kami tak tega melihatnya. Dia kehausan tapi karena mulutnya sakit jadi tidak berani menyusu. Jika sudah sangat-sangat kehausan, biasanya dia akan berusaha memaksakan diri untuk minum. Tak bisa lama karena tak sampai semenit kemudian dia akan menangis keras. Ekspresinya campuran antara marah dan sakit. Air putih saja akhirnya yang ditetes-teteskan umminya ke mulutnya. :(

Dan begitu sariawannya hilang, Hoshi akan kembali seperti semula. Menyusu dengan nikmatnya, menikmati momen-momen istimewanya dengan umminya. Kembali dengan tingkah dan posisinya yang aneh-aneh dan ajaib saat menyusu. :)

Akan tetapi sekali ini berbeda. Tiga hari terserang radang dan sariawan, Merengek sepanjang malam dan siang. Gelisah saat tidur, gampang menangis ketika bermain dengan kakaknya. Semuanya seperti serba salah untuk Hoshi. Tak mau menyusu, menolak makanan. Badannya pun menyusut dengan cepat. Umminya tak kalah menderita karena air susunya jadi kepenuhan, sampai demam dibuatnya.

Bersyukur sepenuh hati saat mulai terlihat tanda-tanda sariawannya menghilang. Mulai mau menerima makanan. Sudah bisa mengunyah dan menelan tanpa mengeluh, walaupun makannya masih sedikit-sedikit. Sudah mulai segar dan ceria lagi wajahnya dan tidak rewel seperti sebelumnya. Tetapi dia menolak susu umminya.

Ini membingungkan. Karena kami tidak pernah bersiap dengan efek lanjutan seperti ini. Kami pikir setelah sembuh dia akan seperti sebelum-sebelumnya, menyusu lagi seperti tidak terjadi apa-apa. Nyatanya tidak. Bagaimana ini? Belum sampai 2 tahun, masa berhenti? Hoshi?

Lalu minum apa? Ini juga masalah baru karena Hoshi tidak pernah mau minum susu formula. Karena saya juga sih. Iya. Saya selalu melarang tiap kali umminya hendak mengajarkan Hoshi minum susu formula setelah usianya melewati 6 bulan. Saya pikir, untuk apa? Toh susu umminya banyak, dan Hoshi juga sehat.

Maka mulailah kami sibuk mencoba-coba susu apa yang Hoshi mau. Susu formula yang diminum kakaknya? Tidak mau. Dibelikan merk lain, juga tidak mau. Entah karena memang dia tidak suka rasanya atau karena dia tidak terbiasa minum memakai dot. Tapi dicoba memakai gelas dan sendok pun dia tetap tidak mau.

Tak disangka-sangka, saat Hikari sedang minum susu Milo kemasan kotak, Hoshi minta. Dan ternyata dia mau, diminumnya sampai habis. Alhamdulillah, berarti bisa minum susu yang sejenis itu juga. Mungkin dia menyukai kemasannya yang di dalam kotak dan memakai sedotan.

Cobalah dibelikan susu bendera kemasan kotak yang untuk anak-anak. Ukuran kotak kecil, pas dalam genggamannya. Kemasannya pun cantik, bergambar tokoh Disney, Mickey Mouse (rasa coklat) dan Donald Duck (rasa strawberry). Dan semakin ke sini, Hoshi ternyata memilih yang bergambar Mickey, tidak mau lagi yang strawberry bergambar Donald.

Maka begitulah. Satu tahun sembilan bulan, masa Hoshi mimik ASI. Berhenti karena radang dan sariawan di mulutnya. Dan sekarang, harus selalu ada stok susu UHT kemasan kotak rasa coklat bergambar Mickey Mouse di rumah. Juga di dalam mobil. Dan di dalam tas jika pergi ke suatu tempat.

Merknya memang Frisian Flag, tapi Hoshi menyebutnya SUSU MILO. Sepertinya sangat berkesan karena pertama kali yang diminumnya memang susu milo punya kakaknya. :)



Gambar dari SINI dan SANA. :)


Senin, 07 Mei 2012

Special Nickname

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja Hikari membuat panggilan khusus untuk saya. Tidak jelas dari mana dia mendapatkan ide, juga tidak jelas apa dan siapa yang ditirunya. Sepertinya ini memang orijinal 'ciptaan' dia sendiri.

Panggilannya kepada saya sehari-hari normalnya adalah Abi. Atau Bi saja kalau disingkat. Panggilan ini bertahan dan tidak berubah. Tidak seperti panggilan kepada Umminya yang bertambah menjadi Mama setelah dia masuk PAUD, panggilan kepada saya selalu tetap; Abi.

Tapi mendadak dia menambahkan suku kata baru di dalam panggilan itu. 
YO dan YAO. 
Jadilah dia memanggil saya dengan ABIYO. 
Dan berubah menjadi ABIYAO jika dia memanggil sambil berteriak.

Awalnya terdengar aneh dan janggal. Tapi semakin ke sini rasanya semakin enak di telinga. Mesra. Unik. Khas. Spesial. Satu-satunya.

Hoshi pun sekarang sudah menikuti kakaknya. Memanggil saya juga dengan panggilan itu. ABIYO. :)


Rabu, 25 April 2012

Hilangnya Syarat Tidur

Beberapa hari sejak masuk PAUD, Hikari mendadak nggak mau lagi tidur memakai kompeng kesayangannya. Juga tak mau lagi sambil memegangi kain sebagai syarat tidurnya. Padahal sebelumnya tanpa kedua barang itu, jangan harap Hikari bisa tidur tanpa merengek-rengek. Syarat tidur ini juga yang pernah jadi masalah saat kami pulang ke Lampung tahun lalu.

Dan tiba-tiba saja Hikari melepaskan keduanya. Hebat. Apakah ibu gurunya mengatakan sesuatu tentang cara-cara tidur? Bisa jadi iya, karena sepertinya Hikari sangat mendengarkan apa yang dikatakan ibu gurunya di sekolah. 

Awalnya terlihat tidak mudah untuk Hikari. Biasanya jika sudah mengantuk dia akan berbaring di kamar lalu menyelipkan kompeng ke mulutnya dan mulai mempermainkan kain lalu tak lama kemudian akan terlelap. Tanpa kedua barang itu Hikari seperti kehilangan, tapi berusaha meneguhkan hati untuk bertahan. Matanya menerawang ke atas, tatapannya kosong. Sesekali berguling ke kanan dan ke kiri. Akhirnya memang tertidur juga, tapi waktu yang dibutuhkannya menjadi agak sedikit lebih lama. :)

Good job, Hikari-chan.

Lalu apa lagi yang berubah sejak dia masuk PAUD? Yok kita tengok sama-sama.

Sebelum sekolah, salah satu lagu yang dihapalnya luar kepala adalah satu-satu. Diajarkan umminya dengan lirik seperti ini :
Satu satu aku sayang ummi // Dua dua juga sayang abi // Tiga tiga sayang adek Hoshi // Satu dua tiga sayang semuanya
Setelah sekolah, lagu itu berubah lirik menjadi yg sebenarnya :
Satu satu aku sayang ibu // Dua dua juga sayang ayah // Tiga tiga sayang adek kakak // Satu dua tiga sayang semuanya

Lucunya adalah, Hikari menganggap frasa adek kakak dalam lirik Tiga tiga sayang adek kakak itu adalah tanda kepemilikan. Jadi dalam pemahaman dia, adek kakak berarti adeknya kakak. Dalam hal ini berarti adeknya Hikari, karena Hikari menyebut dirinya sendiri Kakak jika berbicara dengan Hoshi. Maka dia selalu marah kalau saya menggodanya dengan mengganti lirik itu menjadi adek abi, adeknya abi. Langsung diprotes dengan teriakan "Adek Kakak!" Ondeeeh sayang baetul lah dia dengan adeknya. :)

Perbendaharaan kosa katanya juga semakin bertambah. Salah satunya yang cukup mudah diamati adalah kata ganti untuk penyebutan dirinya sendiri. Sebelumnya dia hanya menyebut dirinya dengan Hikari, Ai, Kakak dan Kak Ai. Kini sudah bertambah dengan Aku, Saya dan Kami. Penempatannya pun sudah benar, sangat jarang tertukar. Hanya telinga saya saja yang belum terbiasa mendengar dia bercakap-cakap dengan teman-temannya menggunakan kata Aku dan Kami. :D

Oiya, satu hal lagi. Hikari sekarang sering kali memanggil Umminya dengan sebutan Mama. Mungkin karena teman-teman di sekolahnya sebagian besar memanggil ibunda mereka dengan Mama, jadi dia ikut-ikutan memanggil Mama. Tapi Ummi juga tetap dipakai, jadinya si ummi sekarang punya 2 panggilan dari Hikari. :)

Begitu lah.