Senin, 09 Desember 2013

Reuni Akbar SMA Alkautsar 2013

"Di sudut Sang Ruwa Jurai, Lampung yang indah dan permai
Di situ Alkautsar berada, mendidik putra negara
Seiring roda zaman, selaras pembangunan
kami berantas kebodohan dan bina isan beriman.
Bina mental umat manusia, belajar dan bekerja
Itu tujuan utama, Alkautsar jayalah."

Setelah belasan tahun sejak kelulusan saya dari SMU Alkautsar Bandar Lampung di tahun 1997 (iyaaa, memang udah tuaaa), akhirnya kemarin saya bisa menginjakkan kaki lagi di perguruan tercinta ini. Reuni Akbar ini terbuka untuk seluruh alumni SMU Alkautsar dari sejak angkatan pertama hingga yang baru lulus tahun 2013 kemarin. Tanpa biaya pendaftaran atau sumbangan.

Perihal reuni akbar ini saya ketahui pertama kali dari postingan Joko Susilo di grup facebook alumni tahun 1997 beberapa hari yang lalu. Lalu disusul dengan sms-an dengan Apri tak lama kemudian. Mendadak sekali beritanya. Entah memang tidak diumumkan secara terbuka, atau jangan-jangan memang saya yang kurang rajin membaca media massa. :D

Sampai hari jumat kemarin, saya belum juga sempat mendaftarkan diri ke Asrul Sani, koordinator angkatan saya. Hingga kemudian Ummiyo bbm-an dengan Yetti dan saya didaftarkan olehnya. :D

Selain reuni besar yang diselenggarakan oleh perguruan, sebenarnya nyaris setiap tahun ada saja sih reuni kecil-kecilan yang digagas oleh beberapa teman. Berkali-kali saya diundang untuk menghadiri acara temu kangen dengan mereka, yang biasanya diadakan beberapa hari setelah hari raya idul fitri. Tapi apa daya, jarak antara Pekanbaru dengan Bandar Lampung bukanlah dekat untuk ditempuh. Beberapa kali saya pulang ke Kalianda ketika hari raya, tapi waktu pertemuannya selalu tidak pas dengan masa cuti saya yang terbatas. Alhasil belum pernah sekali pun ikut hadir. Maka ini lah kesempatan untuk berjumpa dengan mereka lagi setelah sekian lama.

Acaranya dimulai sejak pukul 9 pagi. Tapi kami baru berangkat dari rumah menjelang pukul 11 siang. Tak apa lah terlambat. Ummiyo nampak bersemangat hendak melihat tempat suaminya dulu menghabiskan masa SMA yang biasa-biasa saja. :D Sementara Hikari dan Hoshi juga nampak antusias karena diberitahu akan pergi ke sekolah Abiyo.

Gerbang utamanya di jalan Soekarno-Hatta masih tetap seperti dahulu, hanya nampak lebih hijau. Security yang berjaga memberi petunjuk untuk parkir di tempat yang dahulunya saya kenal dengan nama Plaza Upacara. Sejak pertama kali turun dari mobil dan menapakkan kaki di lapangan luas ber-paving block itu, kenangan saya langsung terusik. Sesuai namanya, tempat ini dulunya memang dipakai untuk melaksanakan upacara bendera secara bersama-sama siswa SMP dan SMU (belum ada siswa SD dan anak-anak TK seperti sekarang). Entahlah sekarang, apakah masih dipakai untuk upacara atau dijadikan tempat parkir? Panel beton yang menutupi sisi sebelah kiri penuh dengan gambar-gambar dan grafitti yang tak jelas bertema apa.

Di tempat pendaftaran, ternyata daftar hadirnya dibagi-bagi berdasarkan tahun kelulusan. Oke, ini memudahkan untuk mengetahui siapa saja yang hadir di tiap angkatan. Ummiyo yang mengisi daftar hadirnya sementara saya mengikuti Hikari dan Hoshi yang berlarian tak tentu arah. Sempat melihat sekilas daftar hadir itu dan tak lebih dari 20-an orang saja yang sudah datang.

Oke, setelah mengisi daftar kehadiran, adik-adik berseragam SMU yang bertugas memberi tanda pengenal yang sobekannya bisa dimasukkan ke kotak undian. Kami juga mendapat satu botol minuman teh dalam kemasan. Kalau tak salah, merknya Mirai (atau apa ya?).

Yang pertama kali kami jumpai adalah Panca, di sekitar gedung TK. Dia sedang menemani anaknya, Audi, bermain. Ah tubuhnya sekarang berisi dan pembawaanya dewasa, jauh dari ingatan saya tentang Panca yang langsing. Tempat duduknya ternyata diatur berdasarkan tahun. Panca yang menunjukkan kami di mana letak tempat duduk tahun 1997. Suasana ramai sekali, tapi nampaknya angkatan 1997 adalah yang paling sedikit.

Saya bukan siswa yang populer semasa sekolah dulu. Bukan termasuk yang cerdas atau pun berkemampuan khusus. Tak pula aktif bergaul di mana-mana sehingga teman-teman saya juga terbatas hanya yang pernah duduk di dalam kelas yang sama saja. Ada sih beberapa teman yang berasal dari kelas lain, tapi cukup bisa dihitung dengan jari saja jumlahnya. Kalau wajah sih ya, tau lah. Dan kalau berjumpa di luar sekolah juga saling menyapa dan bertukar salam. Tapi sebatas itu saja.

Beruntung teman-teman yang hadir kemarin cukup banyak yang saya akrabi dan pernah satu kelas. Selain Panca, ada juga Susanti dan Oktora yang sama-sama di kelas 3 IPS 3. Susanti sekarang berhijab. Gestur dan caranya bertutur tetap sama seperti dulu. Antusias, rame dan ekspresif.. Oktora masih selalu tenang dan pendiam.

Lalu ada Joko Susilo, salah satu kebanggaan dari angkatan 1997 juga kebanggan seluruh perguruan. Dia ini anggota Paskibraka di peringatan ulang tahun emas Indonesia tahun 1995. Bayangkan betapa hebatnya.

Juga ada Apri, kawan karib saya di masa itu. Selalu bersama di kelas satu dan dua, lalu berpisah karena saya memilih jurusan IPS dan dia masuk IPA. Caranya tertawa masih seperti yang saya ingat. Besar dan lepas. Dan pembawaannya yang bisa langsung akrab ke segala arah juga tak hilang. Ini pertemuan saya yang kedua dengan Apri setelah sebelumnya dia mendatangi saya di kantor saat pertama kali saya mutasi ke Bandar Lampung.

Tak ketinggalan Yetti, yang datang bersama anak sulungnya yang tiap ketemu kayaknya jadi makin cakep (bisa masuk nominasi calon menantu kayaknya, ahahaha). Asrul Sani, ketua OSIS kami yang penampilannya selalu rapih. Lusi yang diam-diam sudah berteman dengan si Ummiyo bahkan sudah pernah bertransaksi jual beli bros  rajutan. ...

Wajah-wajah itu masih saya kenal. Yang tak saya kenali justru wajah bapak dan ibu guru. Saya tak mengenali pak Samsudin saat pertama kali melihat. Juga Pak Marwan dan Pak Agus. Perlu beberapa lama bagi saya untuk mengenali Miss Intan Suri, padahal beliau adalah salah satu guru favorit saya dulu. Yang tak berubah dan bisa langsung saya kenali adalah Pak Mesiyanto yang menyandang kamera.

Di panggung, acara terus berlangsung sementara kami tak terlalu memperhatikan karena asyik ribut sendiri-sendiri. Hikari dan Hoshi pergi dengan Panca dan istrinya bermain ke TK dengan Audi. Ini ajaib. Karena Hikari dan Hoshi normalnya tidak akan mau langsung akrab dengan laki-laki asing. Tapi dengan Panca, mereka langsung mengekor.

Oiya, yang paling heboh sepertinya adalah angkatan tahun 1998, adik kelas kami. Karena salah satu alumni yang sedang mencalonkan diri dalam pemilihan gubernur Lampung, M Ridho Ficardo hadir di acara ini. Heboh berfoto-foto dan ada juga yang wawancara.

Hikari dan Hoshi yang disusul Umminya kemudian rewel karena bosan dan kegerahan di bawah tenda. Saya mengajak mereka berkeliling sekitar gedung. Banyak hal yang berubah di sini. Bangunan-bangunan baru yang dulu belum ada di masa kami, kini bermunculan. Kantin yang dulu hanya berupa pondok-pondok sederhana juga sekarang sudah dibikin permanen. Dan kini ada musholla di bagian belakang gedung. Dahulu tidak ada musholla di sekolah. Kami semua wajib sholat berjamaah di waktu Dzuhur dan Ashar ke masjid Islamic Center yang letaknya di seberang perguruan. Seru. Apakah sekarang tidak ada lagi ritual pergi ramai-ramai ke masjid itu?

Ruang-ruang kelasnya kini seluruhnya memakai pendingin udara. Padahal dahulu kami senang sekali membuka jendela dan angin bertiup menyejukkan. Hal yang sering kali membuat terlena di jam-jam pelajaran sore hari. Dan jika sedang musimnya angin kencang, yang duduk di dekat jendela sering iseng. Jendela dibuka lebar-lebar, angin bertiup ke dalam kelas dan kertas-kertas berhamburan. :D 

Acara di panggung utama selesai menjelang tengah hari. Lalu dilanjutkan dengan makan siang dan foto-foto tiap angkatan bersama bapak dan ibu guru di pelataran gedung SMA. Ummiyo sibuk mengambil foto sementara Hikari dan Hoshi asyik di tepi kolam kecil yang berisi ikan-ikan berwarna-warni.

Terima kasih, teman-teman, sudah datang ke acara reuni dan sejenak menghempaskan kita semua ke masa lalu yang memang indah dan belum terlalu memikirkan kerasnya kehidupan.




Selasa, 26 November 2013

Waroeng Diggers

Si Ummiyo kan punya acara arisan bulanan dengan istri-istri pegawai DJP di Bandar Lampung. Arisannya biasanya sih bergiliran dari rumah ke rumah. Yang jadi tuan rumah adalah yang pada bulan tersebut mendapat uang arisan. Waktu itu kami mendapat giliran pertama, pas masih tinggal di jalan Merak.

Yang ikut arisan kebanyakan dari kantor sebelah, yang sekantor dengan saya cuma 2 orang. Waktu itu kami baru pindah ke Bandar Lampung. Acara kayak gini berguna sih untuk silaturahim sekaligus menambah kenalan baru. Karena selama tinggal di sini, yang dikenal ya paling-paling orang-orang di kantor serta tetangga-tetangga di sekitar rumah kontrakan.

Acaranya tak selalu di rumah sih. Pernah juga beberapa kali di luar, di tempat makan. Kalau tak salah sudah 2 kali acaranya bertempat di Warung Steak di jalan ZA Pagaralam situ. Nah pas kemaren itu tuh ceritanya semacam penutupan arisan gitu deh (nggak terasa udah setahun lebih di Bandar Lampung), kocokan yang terakhir. Yang dapat istrinya Tomo. Kata Ummiyo sih ada kelebihan dari uang kas yang dikumpulkan setiap bulannya. Rencananya sih akan digunakan untuk jalan-jalan ke mana gitu. Tapi setelah diskusi dan segala macam, akhirnya diputuskan untuk makan-makan aja di Waroeng Diggers. Acaranya malam minggu tanggal 23 November 2013.

Walaupun sudah lebih setahun tinggal di kota ini, kami belum pernah sekali pun makan di tempat ini. Dengar pun baru sekali ini. Haha. Semenjak di sini memang bisa dibilang jarang pergi makan ke tempat yang jauh dari Kemiling. Makanya karena penasaran, kami pun mencoba tempat makan ini di hari selasa, di jam istirahat siang saya.

Waroeng Diggers ini letaknya di jalan Way Sungkai, Pahoman. Tempatnya bukan di tepi jalan besar, tapi agak masuk ke dalam. Tepatnya di kompleks perumahan Besi Baja (kalau tak salah). Dekat sih dari kantor saya. Mestinya sih nggak sampai 10 menit udah bisa sampai ke lokasi. Tapi karena saya tak paham jalan dan GPS di android nggak bisa 'mengunci' alamat yang dicari, jadilah kami berputar-putar sebentar mencari-cari. 

Tempatnya asyik. Bangunan utamanya ada di bibir tebing. Atau bisa juga kayaknya kalo disebut lereng bukit. Dari sini kita bisa menikmati pemandangan yang memanjakan mata. Jauh di sana ada laut dengan kapal dan perahu-perahu kecilnya. Lalu di sisi satu lagi adalah pegunungan kecil dalam jajaran Bukit Barisan. Juga bisa menikmati sebagian kecil kota Bandar Lampung.

Lalu ada tangga yang menghubungkan dengan bangunan yang ada di bagian bawah. Di sini ada tempat untuk lesehan. Juga terdapat areal terbuka yang sepertinya akan asyik sekali di malam hari. Terdapat semacam panggung rendah tempat seorang pemuda sedang bernyanyi dengan ceria. Suaranya bagus dan merdu.

Menu yang ditawarkan ada bermacam-macam. Ada nasi dengan berbagai lauk dan sayur. Ada juga pilihan lain seperti pempek, mi goreng, dsb. Tinggal pilih saja sesuai selera. Siang itu kami memesan paket nasi dan empal daging lengkap dengan lalapannya. Hikari dan Hoshi memesan mi goreng. Minumannya pun tersedia dalam banyak pilihan, tapi kami memesan yang mainstream saja, teh dalam kemasan botol. Haha.

Soal rasa yaa lumayan lah. Tapi tentu beda lidah beda pula penilaiannya. Dan bisa lain pula tergantung suasana hati dan orang yang menemani. Hihi. Jadi saya tak akan berkomentar tentang rasa. Yang jelas sih penyajiannya agak lama. Padahal siang itu sepi. Untunglah pemandangan yang bagus membuat kami tak terlalu mempermasalahkan lamanya waktu menunggu. 

Karena sudah tau tempat pastinya. Kami tak kesulitan lagi pas datang di malam minggu itu. Lepas sholat maghrib berangkat dari rumah dan sebelum pukul 7 malam sudah tiba di tempat. Tomo dan Ana serta anaknya sudah menunggu. Mereka mengambil meja di bagian bawah, di dalam semacam ruangan dengan meja panjang gitu. Tapi kemudian pindah ke bagian luar ketika yang lain sudah berdatangan.

(yang ini fotonya dari google yaa...)
Seperti perkiraan saya sebelumnya. Tempat ini terasa lebih menarik lagi di malam hari. Lampu-lampu sengaja dipilih yang cahayanya tidak terlalu terang. Banyak pasangan yang duduk di area terbuka di dekat tempat kami duduk. Di ujung sebelah kanan terpasang layar besar yang menayangkan pertandingan sepakbola. Hikari dan Hoshi tak bisa diam. Berlari ke sana kemari tak henti-henti. Saya jadi tak bisa duduk karena mereka kadang berdiri di samping pagar. Lalu berlari naik turun tangga karena di bagian atas ada lampu warna-warni yang sinarnya bergerak-gerak di lantai. Mereka asyik berusaha menginjak lampu-lampu itu.

Suasananya menyengkan. Langit cerah dan udara terasa sejuk. Angin yang bertiup juga sepoi-sepoi, tidak sampai mematikan lilin-lilin yang ada di tiap meja. Selain pasangan-pasangan muda, banyak juga yang datang bersama keluarga. Waroeng Diggers penuh sekali malam itu. Katanya sih Warung ini memang adalah salah satu tujuan kuliner yang lumayan populer di Bandar Lampung.

Acara selesai menjelang pukul setengah sembilan malam. Oiya, di bagian depan ada semacam dinding dengan logo Waroeng Diggers gitu. Kayaknya sih itu sengaja dibuat untuk tempat berfoto-foto. Dan memang banyak sih yang foto-foto di situ. :D


Jadi kalau suatu saat main ke Bandar Lampung dan kepengen makan di tempat yang suasananya nyaman, bisa coba ke Waroeng Diggers deh. Kalau payah nyari tempatnya, bisa kok ngajak kami. Hihihi.


Selasa, 05 November 2013

Hoshi dan Dora

Hikari dan Hoshi mulai berkenalan dengan Dora The Explorer beberapa minggu yang lalu. Awalnya sih karena Hoshi tak sengaja menonton salah satu videonya di Youtube. Ternyata mereka langsung suka dan minta ke saya untuk mencarikan yang lain. Daripada repot harus mencarikan di Youtube setiap kali mereka ingin nonton, akhirnya saya downloadkan saja video-video itu untuk mereka. Yang saya unduh hanya versi yang sudah di-dubbing ke bahasa Indonesia ya. Karena kalau memakai bahasa aslinya, walaupun mereka tetap suka tapi tentu tak akan bisa ikut bermain bersama Dora dan kawan-kawannya.

Siapa tau ada yang sama sekali belum tau, Dora The Explorer adalah serial animasi yang selain bercerita juga mengajak penonton untuk berinteraksi bersama Dora dan kawan-kawannya dalam petualangan mereka. Dora dan kawan-kawannya akan mengajak penonton untuk, misalnya, bersama-sama berteriak untuk mencegah agar Swiper tidak mencuri. Atau Dora akan bertanya tentang sesuatu kepada penonton lalu diam beberapa detik untuk memancing penonton menjawab. Lalu dia akan berkata "Benar" atau "Ya" atau "Aku juga" dan semacam itu. :)

Setelah ratusan kali (haha) menemani dan memperhatikan Hikari dan Hoshi menonton serial ini, saya menemukan fakta bahwa Hikari sangat jarang sekali mau ikut berinteraksi dalam cerita. Hampir tidak pernah dia menjawab pertanyaan Dora ataupun Boot maupun Peta. Hanya diam saja memperhatikan. Bahkan jika saya pancing atau saya suruh sekali pun. Dia bergeming tak mau menjawab. Hikari hanya bereaksi ketika Hoshi keliru menjawab pertanyaan Dora. Kadang mengoreksi, tapi lebih sering hanya menyalahkan adiknya saja. :D

Berbeda dengan Hikari yang tak tertarik, Hoshi terlihat sangat antusias mengikuti Dora. Mau menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengikuti kata-kata Dora dan kawan-kawannya. Memberitahu jika Swiper muncul. Menunjukkan Dora arah yang dituju atau barang yang dicari. 

Serial ini dialihbahasakan ke bahasa Indonesia dengan format bahasa yang relatif baku. Struktur kalimatnya tertata rapih dan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Ini ternyata mempengaruhi cara Hoshi bertutur. Sekarang dia sering sekali berbicara dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Selain itu juga dia tak malas untuk memakai kalimat yang panjang untuk sesuatu yang sebenarnya bisa disampaikan dengan singkat.

Seperti ini.
Terima kasih Ummi sudah memakaikan baju Adek.
Maaf ya Ummi, Adek tadi telah menumpahkan air.
Terima kasih Abi mau menolong Adek mengambilkan susu.
Kak Ai bolehkah Adek pinjam mainan?

:D


Kehujanan di Stasiun Gambir

Seperti halnya perjalanan liburan ke Pekanbaru yang seru (bisa dibaca DI SINI), perjalanan pulang kembali ke Lampung pun tak kalah hebohnya. Meski rasanya baru sekejap di Pekanbaru, meski pun masih pengen liburan lebih lama, tapi harus pulang juga karena teringat tunggakan kerjaan di kantor cuti telah habis.

Jadwal pulang dengan tiket Return For Free dari Tigerair Mandala tanggal 19 Oktober 2013, hari sabtu. Kenapa nggak hari minggu, kan masuk kerjanya senin? Bisa sih, tapi hari minggu tanggal 20 Oktober itu penerbangan dari Pekanbaru ke Jakarta (kalau tak salah ingat) jadwalnya pukul di atas jam sembilan malam. Sementara bus damri dari Stasiun Gambir tujuan Bandar Lampung paling akhir adalah jam sepuluh malam. Nggak mungkin terkejar. Maka jadilah pesan tiket hari sabtu untuk penerbangan pukul 15.35 WIB.

Tak seperti saat berangkat, bawaan kami sekarang lebih sedikit. Hanya satu kardus berisi oleh-oleh saja dan dua buah ransel berisi pakaian. Hihi. Cuma berkurang satu kardus sih. Itu juga udah dihemat-hemat banget belanja oleh-olehnya karena budget yang cukup ketat. Hanya beli oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga dekat saja. Tapi begitu dikemas ternyata jadi satu kardus besar juga.

Menjelang keberangkatan ke bandaranya diwarnai drama kecil karena Hikari merajuk tak mau pulang kecuali Bundanya ikut ke Lampung. Pas pula Bundanya tak bisa ikut mengantar ke bandara karena masih di sekolah. Makin jadilah. Tapi beruntung masih bisa dibujuk setelah berkali-kali dibisiki rayuan "nanti Bunda ke Lampung kalo udah liburan sekolah."

Siang itu si Ummiyo dapat undangan makan siang di rumah kak Yeni yang kebetulan hari itu menjadi tuan rumah acara arisan ibu-ibu istri pegawai pajak Pekanbaru dan sekitarnya. Kebetulan rumah kak Yeni ini searah jalan menuju ke bandara. Berangkat dari rumah jam sebelas siang. Kok cepet banget? Iya soalnya pengen foto-foto Hikari Hoshi di malska dulu. Di pelatarannya itu lho, yang ada air mancurnya. Haha. Si Uncu pas lagi libur kerjanya jadi bisa dipaksa ikut untuk foto2in gratis dengan kamera bagusnya.



Selepas dari malska, langsung ke rumah kak Yeni. Bang Dorris, suami kakak ini dulunya adalah koorlak saya ketika masih di seksi PPh Orang Pribadi KPP Pekanbaru. Dulu sih sering juga main ke sini dengan mas Kabul, mas Afif dan tim lain. Makanya saya lumayan akrab dengan anak-anaknya yang sekarang sudah beranjak besar semua. Bang Dorris saat ini bertugas di salah satu KPP di Jakarta, dan kemarin itu bukan jadwalnya dia pulang ke Pekanbaru. :)

Ketika kami datang, kak Yeni sedang sibuk menyiapkan segala hal untuk acara arisan nantinya. Memasak sendirian tak ada yang membantu. Ibu-ibu yang lain dan keluarganya belum ada satu pun yang datang. Niatnya sih cuma mampir sebentar setor muka aja, tapi kak Yeni memaksa kami untuk makan. Ummiyo makan nasi sementara saya dan nenek H2 mencicipi baksonya saja. Uncu tinggal di dalam mobil menunggui Hoshi yang tertidur sejak dari malska tadi. Hikari? Asik bermain bersama anak bungsu kak Yeni - yang saya lupa namanya siapa, padahal sudah bertanya.

Setelah makan dan kenyang numpang sholat zuhur, kami pun pamit. Sudah hampir jam satu siang. Kami langsung menuju bandara karena sudah bisa check-in  dua jam sebelum jam keberangkatan. Bisa sih check-in satu jam sebelum berangkat, tapi kuatir nanti nggak dapat kursi yang letaknya berdekatan. Repot kan kalau terpisah-pisah. (Eh bener gitu kan ya? kalo check-in terakhir kan pilihan kursinya jadi terbatas kan ya? hihi)

Tiba di bandara Sultan Syarif Kasim II sekitar pukul setengah 2 siang. Tepat waktu. Saya dan Ummiyo duluan yang turun sambil membawa barang yang akan dimasukkan ke dalam bagasi nantinya. Sementara Nenek dan Uncu menunggu di mobil karena Hikari juga ikut tertidur nyenyak dalam perjalanan.

Biaya check-in (ini pungutan apa sih namanya? Airport tax ya?) di SSK2 30ribu per orang, lebih murah daripada di Soekarno Hatta yang besarnya 40ribu per orang. Setelah selesai check-in, kami kembali lagi menjemput Hikari (yang sudah bangun lagi) dan Hoshi (yang masih nyenyak tertidur). Oiya, tak lupa minta Uncu untuk berfoto di depan bandaranya. Itu lho yang ada tulisan nama bandaranya. :D


Sampai jumpa lagi, Nenek dan Uncu. Semoga kita bisa segara dipertemukan lagi ya.

Ketika memasuki ruang tunggu, petugas pemeriksaannya melihat sesuatu yang janggal di dalam ransel kami. Dia bertanya "ada apa di dalam tas? bentuknya kayak pipa besi pendek."  Kami pun bingung karena tidak tau apa yang dimaksud. Akhirnya kami persilakan saja pak petugas untuk membuka ransel kami. Dan oow, ternyata yang dimaksud adalah uang logam pecahan 500rupiah yang ditumpuk-tumpuk lalu diselotip. Di mesin X-ray bentuknya jadi terlihat seperti pipa pendek. Oke clear! katanya kepada temannya yang mengoperasikan mesin X-ray. Kami melangkah lega ke dalam ruang tunggu yang nyaman.

Ruang tunggunya luas dan sejuk, padahal ruangannya terbuka. Yaah kayak suhu ruangan di dalam mol gitu lah. Nggak bikin gerah. Kursinya juga cukup nyaman. Trus ada titik-titik tertentu yang bisa dipakai untuk mengisi ulang baterai laptop atau gadget. Sepanjang penglihatan sih ada 2 titik; satu di dekat kios penjual cenderamata dan satu lagi di pojokan dekat pintu keluar menuju pesawat.

Ummiyo langsung mengajak duduk di dekat spot yang dekat pintu keluar itu. Hikari dan Hoshi yang sudah benar-benar terbangun sibuk menjelajah ke sana dan kemari. Lalu asik bermain balon tiup ketika mereka bosan berkeliling. Hoshi masih harus meminum antibiotiknya sekali sebelum naik pesawat. Masih satu jam lebih sampai waktu keberangkatan.

Oiya satu lagi, toilet di bandara SSK 2 ini bersih lho. Baik yang di ruang tunggu maupun yang berada di sekitar counter check-in. Bersih dan kering. Selalu ada petugas yang membersihkan setiap kali ada calon penumpang yang menggunakan. Mungkin karena bangunannya masih baru ya, jadi toiletnya juga masih terjaga.

Hampir pukul 4 sore ketika akhirnya terdengar panggilan untuk naik ke atas pesawat. Dari ruang tunggu masih harus naik bus untuk menuju ke pesawatnya. Busnya bagus sih, tapi kursinya cuma sedikit. Selebihnya cuma disediakan tempat untuk berdiri dan tersedia pegangan tangan di bagian atas. Agak merepotkan untuk penumpang yang membawa balita seperti kami.

Tempat duduknya di baris 21, kursi ABCD. Hoshi bersemangat dengan energi yang penuh terisi karena tadi sudah tertidur lama dalam perjalanan ke bandara. Walaupun tak se-merepotkan jika dia dalam keadaan malas atau mengantuk, kondisi yang full energi ini juga kadang bisa menimbulkan drama kecil. Karena saat berangkat Hikari duduk di dekat jendela, maka ketika pulang pun dia merasa bahwa kursi dia adalah di dekat jendela. Sementara Hoshi tiba-tiba merengek pula ingin duduk di dekat jendela. Berebutlah sebentar sampai kemudian Hikari berhasil dibujuk untuk mengalah.

Ketika pesawat akhirnya lepas landas, ketauan kalau ternyata kursi nomor 20ABC itu kosong tak ada yang menduduki. Hikari sepertinya masih memendam hasrat untuk duduk di dekat jendela. Maka dia pun merengek untuk pindah ke depan. Ya sudah, Ummiyo menurut. Awak kabin juga nggak keliatan keberatan dan nggak menegur. Bersyukur sekali mendapat banyak kemudahan dalam perjalanan bersama para balita ini sejak berangkat sampai pulangnya. Jadi lah Hikari dan Ummiyo duduk di kursi 20 dan saya menemani Hoshi yang segar bugar sepanjang perjalanan. Tak ada harapan untuk bisa tidur di dalam pesawat.




Saya tidak mengingat dengan pasti waktu kedatangan kami di terminal 3 bandara Soekarno Hatta. Yang jelas sih menjelang maghrib. Hoshi dan Hikari sumringah turun dari pesawat. Ummiyo juga nampak lebih santai di pengalaman naik pesawatnya yang kedua ini. :D

Pesawatnya relatif tepat waktu, tapi ternyata nunggu bagasinya lama minta ampun. Sampai saya dan ummiyo selesai sholat maghrib bergantian pun bagasinya belum keluar. Perlu waktu satu jam sampai kami mendapatkan barang bawaan kami. Ya sudah sekalian sholat Isya di bandara.

Pukul setengah delapan kami keluar dari ruang tunggu. Bertanya kepada petugas berseragam di mana kami bisa menunggu Damri ke stasiun Gambir. Kami memang terlalu santai di ruang tunggu karena memesan bus ke Bandar Lampung yang berangkat pukul 10 malam. Kami sudah tau kalau bus dari stasiun Gambir menuju bandara berangkat setiap 30 menit sekali, maka kami dengan sok taunya berasumsi bahwa bus dari bandara ke stasiun Gambir juga akan selalu ada setiap 30 menit sekali. Tapi ternyata tidak. :(

Lelah menunggu sampai nyaris bosan karena Hikari terus mengusik dengan pertanyaan "bisnya kok belum datang sih, Bi?" Hingga akhirnya bus yang ditunggu pun datang selewat pukul setengah sembilan malam. Agak gelisah jadinya, bisa sampai tepat waktu sebelum jam 10 malam nggak nih? Kegelisahan saya agak terusir karena Hikari sibuk bertanya ini dan itu sepanjang perjalanan.

Jalanan ternyata padat sehingga busa tak bisa melaju kencang. Hujan tiba-tiba turun dengan ganas. Lebat dan berangin. Sopir dan kondekturnya berbincang dengan beberapa penumpang di bagian depan. Saya menangkap sedikit percakapan mereka. Tentang penutupan jalan karena ada pasar malam di sekitar monas. Pasar malam yang ada setiap malam minggu sejak gubernur Jokowi menjabat. Lalu tak menyimak lagi karena Hikari menyibukkan saya dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Sampai kemudian tiba-tiba bus berhenti di sebuah halte dan semua penumpang dipersilakan turun. Lho, kok diturunkan di pinggir jalan? Ini di mana? Stasiunnya di arah mana? Kondekturnya bilang "bus nggak bisa masuk stasiun karena jalannya dipake untuk pasar malam itu" sambil menunjukkan arah stasiun tempat. Ah. Ini rupanya yang sejak tadi diobrolkan oleh mereka dengan serunya.

Kami turun dengan agak panik di tengah hujan karena buta arah di malam hari. Orang-orang di halte memberi tempat berteduh untuk Ummiyo dan H2. Ketika kami bertanya "di mana ya bus yang berangkat ke lampung?" tak satu pun yang tau. Aduh.

Akhirnya saya tinggalkan Ummiyo dan H2 sebentar bertanya ke petugas parkir yang di sekitar situ. Dia menunjukkan jalan. Ternyata halte itu berada di dekat pagar stasiun. Tinggal jalan kaki saja ke dalam ke arah minimarket 7-11 lalu lurus. Alhamdulillah  tidak jadi tersesat.

Dalam hujan kami berjalan cepat menuju minimarket 7-11 yang dimaksud si petugas parkir. Saya membawa ransel dan kardus, Ummiyo menggendong Hoshi sementara Hikari berlari-lari kecil di sebelah saya memakai baju kaos bergambar Yotsuba sebagai tutup kepalanya. Kalau diingat sekarang sih itu moment yang lumayan romantis ya.. :D

Di minimarket itu banyak orang berteduh. Kami berhenti sebentar mengatur nafas. Beberapa orang memperhatikan lalu sibuk dengan masalah mereka sendiri. Mana busnya? Derasnya hujan dan penerangan di sekitar yang seadanya membuat kami ragu. Ke arah mana lagi ini harus berjalan. Bertanya lagi ke orang yang berteduh dan hanya menunjukkan arah sambil bilang "Jalan terus ke sana"

Akhirnya Ummiyo mengusulkan supaya saya mencari lokasi pastinya di mana bus kami berada sementara Ummiyo dan H2 menunggu di minimarket itu, kasian anak-anak kalau diajak berputar-putar mencari. Baiklah. Sambil memanggul kardus dan ransel saya berjalan ke arah yang ditunjukkan orang yang kami tanyai tadi. Alhamdulillah ketemu setelah agak melenceng sedikit.

Busnya sudah ada. Beberapa penumpang juga sudah naik di atasnya. Saya menaruh kardus di dalam bagasi dan tas-tas di atas kursi kami, 4 kursi di barisan paling depan. Lalu kembali menjemput Ummiyo dan H2. Alhamdulillah tidak terlambat.

Setelah badan dan rambutnya dikeringkan, Hikari dan Hoshi langsung mengambil posisi tidur. Meringkuk di dalam selimut yang tersedia di masing-masing kursi. Tinggal saya yang dilanda kecemasan. Badan dan kepala basah karena kehujanan. Sejak pagi tadi perut belum terisi nasi, hanya bakso di rumah kak Yeni. Kuat nggak nih sampe Lampung?

Cari makanan dulu deh kalo gitu. Setelah "menipu" Hikari yang tak mau ditinggal sendiri, saya berlari-lari di tengah gerimis mencari makanan berat untuk mengganjal perut. Merasa terkejar-kejar karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam. Di dekat alfamart itu ada gerai CFC, tapi ternyata sedang tidak readystock. Harus menunggu dulu sekitar 20 menit katanya. Aduh. Bagaimana ini? Akhirnya berlari-lari kembali lagi ke dalam bus dengan tangan kosong. Menukar kaos yang basah dengan yang kering lalu duduk memangku kepala Hikari sambil mengunyah roti kecil vanhollano pemberian dari ibunya Hani dan Hanum.

Lalu kebelet pipis dan baru ingat kalau di bus kelas bisnis ini tak ada toilet. Lari-lari lagi menuju toilet di dekat alfamart. Untung gerimisnya mulai mereda dan tinggal menyisakan titik-titik kecil saja sehingga baju tidak basah dibuatnya. Dan ternyata toiletnya sudah ditutup karena sudah jam 10 malam. Ada satu lagi toilet di dekat masjid yang letaknya agak jauh dari situ. Ya sudah, daripada nahan pipis sampai di kapal, dibela-belain lari ke masjid. Kami tertolong karena busnya belum juga berangkat karena masih menunggu satu orang penumpang lagi.

Jam 10 malam lewat sedikit, bus akhirnya bergerak meninggalkan stasiun setelah penumpang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang berlari-lari. Setelah busa berjalan dan merasa lebih tenang saya baru merasakan nyeri di kaki. Sepertinya lecet karena berlari-lari tadi sementara saya tak memakai kaos kaki. Kondekturnya membagikan kotak-kotak berisi satu buah roti dan satu gelas air mineral. Saya mengunyahnya dengan paksa agar perut terisi. Hikari dan Hoshi sudah terlelap.

Selisih harga antara bus Royal Class dengan kelas bisnis yang kami naiki sekarang ini adalah 70ribu. Dan ternyata selisih itu sangat terasa perbedaannya sejak pertama kali kami duduk di kursinya. Sandaran kepalanya hanya pas sampai di tengkuk saya. Tidak terlalu nyaman. Eh bukan, bukan saat pertama kali duduk. Justru sudah terasa saat pertama kali saya melihat busnya. Busnya biasa saja, tidak ada kesan mewah dan wah seperti Royal Class.

Walaupun harus diakui suspensinya tetap nyaman tapi bus ini jelas bukan keluaran baru. Entah kendaraan tahun berapa. Ketika melaju, terdengar bunyi mendecit-decit yang lumayan keras. Interiornya pun seadanya. Beruntung Hikari dan Hoshi sudah kelelahan sehingga kami tak perlu payah menjelaskan keadaan ini kepada mereka. :D

Jalanan masih saja padat. Pada suatu titik, sopirnya mengambil keputusan untuk pindah ke jalur busway mengikuti beberapa mobil yang sudah terlebih dahulu masuk sehingga bisa melaju lancar sementara di sebelah kiri kami nampak kendaraan lain merayap perlahan. Bus kemudian bisa kencang begitu melewati gerbang tol. Sepertinya saya tertidur setelah itu. Dan baru terjaga ketika bus telah berada di dalam kapal. Kondekturnya membangunkan kami, menyuruh naik ke kabin penumpang.

Saat memasuki ruangan, terbaca oleh saya petunjuk arah yang berbunyi "RUANG LESEHAN". Sepertinya menarik. Ummiyo setuju ketika saya mengajak untuk mencoba melihat seperti apa ruangannya. Hikari dan Hoshi masing-masing masih tetap tertidur ketika kami menggendong mereka dari bus. 

Ruangan yang dimaksud ternyata memang diperuntukkan bagi penumpang yang ingin berbaring. Ruangannya terbuka dan udaranya lumayan sejuk. Lantainya dilapisi karpet berwarna coklat muda yang cukup bersih dan tidak berbau. Sepertinya sering dibersihkan. Sudah banyak orang yang bergelimpangan di dalamnya. Kami mencari-cari tempat yang masih cukup luas untuk membaringkan badan. Alhamdulilllah masih dapat tempat untuk kami berempat. Hoshi langsung melanjutkan tidurnya begitu diletakkan di karpet. Sementara Hikari merengek-rengek tak mau diletakkan dan mengeluhkan udara yang menurut dia tidak sejuk. 

Setengah jam kemudian baru dia bisa menerima keadaan dan tertidur. Saya akhirnya bisa merebahkan badan di samping mereka. Niatnya sih tak ingin tidur, hanya ingin rebahan saja sambil maenan hp. Tapi apa daya baterai sekarat dan akhirnya hp-nya mati. Lumayan nyaman ternyata berbaring di lantai kapal setelah hampir tiga jam duduk di atas bus. Tidak begitu terasa goyangan karena ombak di laut. termenung-menungs endirian karena semua orang tertidur sampai akhirnya saya ikut tertidur juga.

Terjaga ketika terasa ada yang mencolek-colek kaki. Ternyata awak kapal yang menagih biaya tambahan karena kami berada di ruangan lesehan ini. Biayanya 10ribu per orang dewasa dan 5ribu untuk anak-anak. Kemudian tak bisa tidur lagi sampai Hoshi terbangun. Mungkin akhirnya dia sadar sedang berada di mana kemudian memprotes suhu ruangan. "Panas. Mau tidur di mobil" katanya berkali-kali sambil merengek. Beberapa orang di sekitar kami terbangun. Melihat sebentar lalu tertidur lagi.

Untung saja tak lama kemudian kapal merapat di pelabuhan Bakauheni. Kami berkemas dan segera kembali ke dalam bus. Begitu duduk di kursi dan merasakan sejuknya suhu di dalam bus, Hoshi langsung berkomentar "Aaaah enaknyaaa.." dengan senyum puas dan wajah yang sumringah. Lucu sekali. :D

Dari obrolan sopir dan kondekturnya, saya tau kalau kami merapat di dermaga 4 pelabuhan Bakauheni. Tak lama menunggu antrian untuk keluar dari lambung kapal. Bus seperti berpacu cepat bersama kendaraan lain yang baru saja keluar dari kapal. Membelah gelapnya malam membawa kami ke arah Bandar Lampung. Pukul setengah lima pagi. Kepada kondektur yang duduk tepat di depan Hikari, saya memberitau kalau kami akan berhenti di Pasuruan. Dia bingung sambil bertanya di mana tepatnya. Setelah dijelaskan dia manggut-manggut, entah mengerti entah tidak. :D

Hampir jam lima pagi ketika sampai di Pasuruan dan bus berhenti tepat di depan rumah mbah H2. Kami pun turun dengan perasaan lega. Terutama saya, karena bisa sampai tanpa menderita mabuk perjalanan. Hikari dan Hoshi terbangun. Mbah Kung dan Mbah Uti sudah keluar rumah dan menjemput kami di tepi jalan. Mungkin mereka memang sudah menunggu-nunggu. Jadi begitu mendengar ada suara bus berhenti mereka langsung keluar dari rumah. 

Alhamdulillah. Liburan yang menyenangkan.


Jumat, 25 Oktober 2013

H2O dan Pertama Kali Naik Pesawat

Idul Adha tahun ini memang sudah kami rencanakan untuk pulang ke Pekanbaru. Bukan cuma karena rindu, tapi juga karena ada hal penting lain yang perlu dilakukan di sana. Kepengennya sih pulang naik Damri dari Bandar lampung lalu disambung naik pesawat terbang dari Jakarta. Selain karena H2O belum pernah, juga karena memikirkan lamanya perjalanan jika menempuh perjalanan darat. Sementara Hikari dan Hoshi sekarang relatif lebih rewel jika terlalu lama di perjalanan. Perjalanan darat memakan waktu 2 hari 2 malam, termasuk menginap di Palembang atau Jambi. Sementara jika menggunakan pesawat terbang, waktu tempuhnya bisa dipangkas menjadi 1 hari 1 malam saja.

Sempat agak ragu dengan keputusan menggunakan pesawat terbang ini karebna berkali-kali gagal berebut tiket promo dari citilink, sementara harga normalnya relatif mahal untuk kami berempat. Hingga akhirnya dapat juga tiket Promo Return For Free dari Tigerair Mandala. Senangnya~~ Jadi berangkatnya aja yang bayar dan pulangnya nggak bayar. Setelah ditambah biaya bagasi dan lain-lain, jadilah 2,1juta PP untuk berempat. Berangkat dari Jakarta.

Rencananya, dari Bandarlampung ke Jakarta naik bus Damri yang turun di Stasiun Gambir. Kemudian lanjut dengan bus damri lagi dari Gambir ke Bandara. Tiket Damri sudah dibeli sejak jauh-jauh hari. Harganya 205rb per kursi untuk bus Royal Class. Belinya cuma 2 tiket. Mikirnya sih Hikari dan Hoshi nanti dipangku saja. Toh kata teman-teman di kantor yang langganan Damri, bus Royal Class itu kursinya lebar dan lega. Jadi bisalah sepanjang perjalanan memangku anak balita. Toh mereka juga pasti akan tertidur sepanjang jalan karena berangkatnya malam. Begitu pikir kami. :D

Berbekal cuti tahunan sebanyak 5 hari ditambah 1 hari cuti bersama, dapatlah waktu 10 hari untuk liburan. Cukuplah untuk melepas rindu pada Pekanbaru. Pada Mama dan Papa. Pada Bundanya H2. Pada kulinernya yang tak tergantikan selama di Bandar Lampung. Juga pada teman dekat dan sahabat yang lama tak bersua.

Berangkat tanggal 9 Oktober 2013 malam. Diantar MasTo dan Bapak ke tempat pemberangkatan Damri di Stasiun Kereta Api Bandar Lampung. Masto dan Bapak memang sengaja datang ke Kemiling untuk mengambil mobil yang nantinya akan ditinggal di Pasuruan karena kami pergi lumayan lama. Kasian kalau ditinggal sendirian di Kemiling. Jadwal Damrinya sih pukul 21.00 tapi disuruh datang satu jam sebelumnya. Kami sudah ada di stasiun sebelum pukul 8 malam dan ternyata busnya belum datang. Masto dan Bapak mau menunggui sampai kami berangkat.

Sekitar pukul setengah sembilan, ada pengumuman kalau busnya sudah datang dan penumpang dipersilakan naik. Masto dan Bapak membantu membawakan barang bawaan kami yang lumayan banyak sementara saya dan ummiyo menggendong Hikari dan Hoshi. Soal barang bawaan ini, sebelumnya kami berencana untuk mengirimkannya saja ke Pekanbaru menggunakan jasa ekspedisi supaya kami bisa melenggang santai tanpa bawaan. Tapi setelah menghitung-hitung ongkosnya, diputuskan untuk dibawa saja karena lumayan berat dan tentu saja ongkos kirimnya juga lumayan mahal. Lagipula di dalam tiket pesawatnya sudah termasuk biaya bagasi 15kg per orang. Sayang kan kalau tak dipakai? :D

Sebenarnya yang dibawa sih cuma pakaian dan oleh-oleh berupa kripik pisang saja. Tapi ternyata memerlukan 2 buah tas ransel dan 2 buah kardus untuk mengemasnya. Lumayan berat. Ditambah lagi harus menggendong balita berbobot 13 kilogram-an. Tapi tak apa lah.

Busnya ternyata benar-benar nyamaaaan. Kursinya legaa. Lebar dan empuk. Nyaman banget lah pokoknya untuk tidur sepanjang perjalanan. Busnya juga mewah dan sepertinya keluaran baru. AC-nya sejuk dan ada Free WIFI-nya. Dan toiletnya juga bersih walaupun kecil. Hikari dan Hoshi antusias bukan main. Ini adalah pengalaman pertama mereka bepergian dengan kendaraan raksasa seperti ini.

Persoalan muncul begitu naik ke atas bus. Keduanya tak mau dipangku. Maunya duduk sendiri-sendiri. Dan keduanya keliatan udah enjoy banget dengan kursi mereka. Aduh. Bagaimana ini? Kami melupakan fakta bahwa meskipun masih balita, tapi mereka sudah mulai bisa menentukan keinginan mereka sendiri dan berkeras dengan pilihan mereka.

Untungnya, begitu tiba waktu keberangkatannya, ternyata busnya tak terisi penuh. Masih ada banyak kursi yang kosong. Pak Kondekturnya mempersilakan kami duduk di kursi yang kosong itu. Alhamdulillah tak perlu terjadi drama sepanjang perjalanan. Saya duduk dengan Hikari di depan, tepat di belakang sopir. Sementara Hoshi bersama umminya duduk di belakang kami.

Hikari dan Hoshi yang tadinya bersemangat, tidur tak lama kemudian begitu bus mulai melaju meninggalkan stasiun. Ini memang sudah masuk jam tidur mereka. Saya menikmati pemandangan malam di sepanjang jalan yang terlihat keren dari atas kendaraan yang super keren ini. Sampai kemudian ikut terlelap juga. Terjaga ketika pak kondektur membangunkan saya. Ternyata akan ada pemeriksaan oleh petugas Damri di Rumah Makan Siang Malam di Simpang Palas. Pak Kondekturnya memberi instruksi agar nanti jika ditanya oleh petugas yang memeriksa bilang kami hanya beli 2 tiket.

Baiklah. Petugasnya ternyata benar-benar bertanya apakah kami membayar 2 tiket atau 4 tiket. Saya jawab 2 tiket dan Pak Kondektur yang ada di dekat kami memberi gestur kepada petugasnya "busnya kosong jadi mereka duduk di kursi yang nggak ada penumpangnya". Petugas pemeriksaan turun dan bus kembali melaju ke Pelabuhan Bakauheni. Kami tak tidur lagi setelah itu. Bus melewati rumah mbah H2 dan kami tak melihat mobil kami di depan rumah. Apakah Bapak dan Masto belum sampai, atau mobilnya diparkir di belakang rumah?

Saya dan ummiyo tak tidur lagi setelah itu hingga tiba di Pelabuhan Bakauheni. Hampir pukul setengah dua belas malam. Hikari dan Hoshi masih nyenyak tertidur. Saat mengantri di loket pembayaran, saya baru tau nama pak sopirnya adalah Pangeran Pohan. Bus langsung menuju ke dermaga 4 dan ternyata masih harus menunggu kapal yang sedang akan bersandar. 

Ketika akhirnya bus masuk ke kapal satu jam kemudian, ternyata seluruh penumpang harus turun dari dalam bus dan naik ke kabin penumpang. Ah ini akan jadi masalah karena Hikari dan Hoshi dipastikan akan rewel berkepanjangan jika terganggu tidurnya.

Dan benar. Baru saja masuk ke dalam ruangan, Hikari langsung merengek-rengek karena merasa kepanasan. Padahal ruangan penumpang ini sebenarnya tak panas-panas amat. Tapi memang jauh jika dibandingkan dengan kondisi di dalam bus yang super dingin. Kami mencari tempat duduk yang sebisa mungkin terasa lebih dingin, tapi ternyata sama saja. Suhu ruangannya segitu-segitu juga. Hoshi sedikit lebih bisa diatasi. Setelah sempat merengek sebentar, dia terlelap lagi dipangkuan umminya. Meskipun nampak gelisah, tapi setidaknya tidak menangis. Akhirnya sepanjang perjalanan, saya terus berusaha menenangkan dan membujuk-bujuj Hikari yang terus saja merengek ingin kembali ke dalam bus. Tiga jam yang terasa sangat lama di atas kapal.

Dari Pelabuhan Merak ke Gambir ternyata cepat, tak sampai 3 jam. Mungkin karena dini hari ya, jadi jalanan masih sepi dan bus bisa melaju tanpa halangan. Belum juga jam tujuh pagi dan kami telah sampai di Terminal Gambir. 

Sebenarnya bisa langsung naik bus yang menuju bandara. Tapi kami masih harus memesan tiket untuk pulang ke Lampung tanggal 19 Oktober nanti dan loket pemesanan tiketnya baru akan dibuka nanti pukul delapan pagi. Hikari dan Hoshi langsung pecicilan begitu turun dari bus. Kami berdua tentu saja senang melihat mereka tak bertingkah atau mengeluh sakit. Saya menemani mereka mondar-mandir sekitar stasiun sementara Ummiyo duduk menunggu di depan loket pemesanan tiket. Pengin jalan ke monas yang tak jauh dari situ sih, tapi mengingat barang bawaan yang lumayan berat untuk dibawa ke sana ke mari maka niat itu pun kami pendam saja.

Berdasarkan pengalaman saat berangkat kemarin, kami memutuskan untuk membeli 4 tiket saja. Terbayang betapa repotnya nanti kalau harus menenangkan 2 balita ratu drama yang mengamuk karena tak mau dipangku. Ya kalau busnya tak penuh seperti kemarin, kalau sebaliknya? Maka belilah 4 tiket. Dan karena dana yang terbatas, yang dibeli pun jadinya bukan Royal Class tapi cukup kelas Bisnis. Harganya Rp 135.000 per orang. Selisihnya lumayan jauh dengan Royal. :D

Baiklah ayo kita ke Bandara. Naik ke atas bus damri yang parkir tak jauh dari loket pemesanan tiket. Bus ke bandara ini ternyata berangkat setiap 30 menit sekali. Jadi tak perlu menunggu lama. Harga tiketnya Rp 30.000 saja. Hikari dan Hoshi energinya penuh karena sudah puas tidur selama perjalanan (minus di dalam kapal) dan sibuk bertanya ini itu sepanjang perjalanan. 

Pukul sembilan pagi sudah sampai di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Rajin sekali, padahal pesawatnya baru akan berangkat pukul 13.15 nanti, haha. Tak apa lah daripada terlambat. :P

Terminal 3 ini rapih dan bersih. Nampak sibuk tapi tak terlalu ramai. Masih banyak kursi kosong untuk diduduki. Di dalam ruangannya juga tidak penuh dengan orang. Saya bisa bebas bermain troli dengan Hikari dan Hoshi. Mereka naik di atas troli dan saya mendorong mereka ke sana ke mari. :D Norak banget. Tapi biar lah, asal mereka senang dan tak rewel menunggu hampir 4 jam.

Di dalamnya juga ada satu sudut yang dijadikan tempat bermain anak-anak. Dilapisi karpet busa dan ada beberapa permainan juga. Hikari dan Hoshi bolak-balik ke situ sementara Umminya duduk tenang karena ada banyak titik untuk mengisi ulang baterai gajetnya. :D

Pukul sebelas siang (akhirnya) check in. Dua kardus berisi oleh-oleh masuk ke dalam bagasi beserta satu tas ransel berisi pakaian. Satu tas ransel lagi yang berisi laptop dan tas Hikari Hoshi kami bawa ke dalam kabin. Setelah itu makan bakmi di warung bakmi yang ada di dekat tempat bermain anak. Kemudian masuk ke ruang tunggu. Tak lama terdengar panggilan untuk masuk ke dalam pesawat. Cepat sekali. Padahal Ummiyo baru saja berencana hendak pergi sholat. Baru jam setengah satu siang. Tapi senang juga sih karena tak perlu lama.

Sempat repot sebentar di dalam pesawat karena kursi yang ada di tiket kami ternyata sudah diduduki oleh penumpang lain yang di tiketnya memang tertera kursi nomor itu. Beruntung awak kabinnya cepat mengambil keputusan dan kami bisa segera duduk dengan tenang. Hikari di sebelah jendela, Hoshi di dekat gang dan Ummiyo di antara mereka. Saya sendiri duduk tepat di depan Hoshi.

Hikari nampaknya kelelahan karena sejak pagi terus berlarian sampai tiba waktunya naik ke atas pesawat. Dia segera tertidur tak lama setelah pesawat lepas landas. Sementara Hoshi terus mengganggu saya yang sebenarnya ingin juga memejamkan mata. Tiap sebentar memanggil "Abi tengok dek Osi," sambil menendang sandaran kursi saya. Beberapa kali terkejut karena tendangannya itu tepat sesaat sebelum saya tertidur. Kagetnya jangan ditanya. :D

Masalah timbul ketika Hoshi tiba-tiba minta susu. Ah. Susunya kami masukkan di dalam ransel yang ada di dalam bagasi. Tidak ada persediaan susu di dalam tas yang dibawa ke dalam kabin. Yang terjadi adalah drama. Hoshi terus merengek menyebut susu sambil menendang-nendang sandaran kursi sementara saya berpura-pura mencari-cari di dalam tasnya yang hanya berisi mainan dan Ummiyo berusaha membujuk dengan mengalihkan perhatiannya ke luar jendela memperhatikan awan dan langit. Begitu terus sampai akhirnya dia tertidur (entah karena bosan atau capek) dan kami mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru.

Ini adalah perjalanan pertama naik pesawat udara untuk Hikari, Hoshi dan Ummiyo. Ketika saya tanyakan kepada Ummiyo bagaimana pengalaman pertamanya, Ummiyo menjawab dia berzikir sepanjang perjalanan. Saya tentu tak bisa mentertawakannya, karena siapa tau kami selamat dalam perjalanan karena zikirnya itu kan? Hihi..

Nenek H2 sudah menunggu di SSK. Hikari langsung keluar mencari neneknya ketika Saya menggendong Hoshi yang tertidur sementara Ummiyo menunggu bagasi. Perjalanan yang panjang dan melelahkan tapi juga menyenangkan. 

Pekanbaru panas seperti terakhir kami ingat. Tapi hembusan angin di tempat parkir di mana Nenek memarkir mobilnya ini benar-benar menyenangkan. Nenek H2 bilang sekarang sudah mulai memasuki musim penghujan, hampir setiap malam hujan turun. Tanah melayu ini terlanjur kami cintai dengan segala lebih dan kurangnya.


Kehujanan di Gambir

Senin, 21 Oktober 2013

Hoshi dan Efek Suara

Entah sejak kapan Hoshi punya kebiasaan mengeluarkan suara aneh-aneh dari mulutnya setiap kali melakukan sesuatu. Jadi semacam efek suara gitu deh. Kayak kalo di dalam komik ada tulisan DOR yang gambarnya orang nembak, atau PLAK kalo ada yang ditampar. Semacam itu. :D

Dulu waktu saya masih SD, rasanya juga pernah mempunyai kebiasaan yang sama. Tapi hanya sesekali saja. Dan itu biasanya hanya terjadi saat sedang menggambar atau mencoret-coret sesuatu. Biasanya sih kalau sedang menggambar sambil membayangkan adegan perang, nah sibuk deh mulut ini bersuara mengeluarkan efek-efek yang heboh. Suara pesawat, suara tembakan, teriakan, bunyi bom, dan sebagainya. Tapi kalau sedang dalam keadaan biasa sih yang enggak.

Sementara Hoshi melakukannya nyaris setiap saat. Contohnya ketika meletakkan sendok di piring, keluar bunyi TRING dari mulutnya. Mengambil makanan dari wadahnya, keluar bunyi PUICK. Saat berlari, ketika sedang mandi, membuka halaman-halaman buku, membuka lemari es, menuangkan air ke gelas.... semua ada efek suaranya. 

Kreatif sekali.

:D

Minggu, 06 Oktober 2013

Hoshi Memarahi Angin

Setelah sekian lama, akhirnya mengalami sakit sekeluarga lagi. Kalau yang sebelum-sebelumnya diawali oleh Hikari atau Hoshi, yang kemarin ini saya yang dapat giliran pertama. Sepertinya ada radang atau apa lah di bagian tubuh tertentu. Ini tentu saja hasil diagnosa saya sendiri, karena memang tak pergi ke dokter. :D Sakitnya aneh. Badan demam setiap habis magrib sampai tengah malam. Setelah itu segar bugar tak ada keluhan. Lalu siangnya diare disertai muntah dan mual.

Saya tak pernah menganggap serius jika terserang diare. Anggap saja membersihkan isi perut untuk kemudian diisi lagi dengan yang baru. Tapi karena disertai muntah dan tak bisa makan beberapa hari karena mual, jadinya panik juga. Rebusan daun jambu yang biasanya efektif, sekali ini tak nampak efeknya. Badan pun mulai lemas karena tak ada nutrisi yang masuk. Dan akhirnya makan obat setelah istri memaksa dengan wajah garang. :D

Saya berangsur pulih, giliran Hoshi pula yang tumbang. Diare dan muntah-muntah. Berlainan dengan saya yang cenderung santai, si Ummiyo ini tipe yang waspada dengan diare yang menyerang anak-anaknya. Karena pada beberapa kasus memang ada balita yang sampai meninggal karena diare. Seperti anak tetangga kami di Pekanbaru dulu yang baru berusia 8 bulan. :(

Maka berkat perawatan intensifnya, tak sampai 2 hari Hoshi pun membaik. Badannya menyusut dengan cepat, mengundang komentar dari ibu-ibu tetangga yang mengidolakan dia. :D Alhamdulillah tak perlu sampai dibawa ke dokter atau rumah sakit.

Berjarak beberapa hari kemudian, Hikari pun tumbang. Bukan diare, hanya demam biasa saja disertai flu. Tapi seperti yang sudah-sudah, Hikari selalu lebih susah ditangani daripada adiknya. Juga selalu lebih rewel dan manja saat sedang sakit.

Bersyukur karena Hikari juga tidak lama sakitnya. Demamnya turun dengan cepat setelah minum obat penurun panas andalannya, Sanmol syrup. :D

Ummiyo yang terakhir sakit. Tapi kayaknya bukan karena pindahan dari kami deh. Lebih karena kelelahan setelah pindahan kontrakan. Pada waktu beres-beres rumah itu memang sebagian besar dia yang mengerjakan semuanya. Ditambah lagi mengurusi kami yang bergiliran sakit. Tak heran kalau dia kelelahan. 

Mitos mengatakan bahwa balita yang sakit biasanya akan memiliki kepandaian/perilaku baru setelah sembuh. Semacam upgrade dari kemampuan yang sebelumnya. :D Mungkin memang cuma mitos. Tapi hal ini berkali-kali kami alami dengan dua balita ini. Setiap habis sakit, ada saja hal baru yang berubah.

Sekali ini Hoshi yang ekstrim sekali. Setelah sembuh, dia yang memang sudah ekspresif, kini menjadi-jadi. Semuanya harus sesuai dengan kemauan dia. Jika meleset sedikit saja, langsung berteriak. Langsung merengek dengan tidak sabar. Jika menginginkan sesuatu, harus langsung dapat. Tertunda sedikit saja langsung marah. Apalagi kalau tak sesuai dengan permintaan, hebohnya minta ampun. :D

Dan dia yang memang adalah ratunya drama, sekarang jadi semakin moody. Semuanya harus sesuai dengan kemauan dia. Tidak boleh ada detail kecil yang mengganggu pokoknya. Suatu hari pergi ke Giant Antasari dengan Keke sekeluarga. Saat sedang berjalan di pelataran parkirnya, angin berhembus kencang. Hoshi tiba-tiba berteriak histeris. Belum sempat saya bertanya ada apa, dia langsung marah : "Anginnya ini kena-kena rambut adek!" sambil membetulkankan anak-anak rambutnya yang menutupi muka karena tertiup angin. :D 

Angin pun dimarahi.

Minggu, 14 Juli 2013

Hoshi dan Tiga Tumpeng

Tak terasa ya Dek Hoshi hari ini genap 3 tahun usianya. Yaa sebenernya terasa juga sih kalo diingat-ingat, haha. Begitu banyak hal yang bisa dikenang dari hari saat pertama kali dia hadir sampai dengan hari ini. Tapi rasanya memang hanya sekedipan mata saja. Tau-tau sudah sebesar ini. Tau-tau sudah pintar melakukan banyak hal. Alangkah relatifnya waktu.

Tahun ini, tanggal 14 Juli jatuh pada hari minggu bulan ramadhan 1424 hijriyah. Pas pula dengan jadwal kami pulang ke rumah Mbah di Penengahan. Tadinya ingin mengadakan syukuran di rumah Kemiling. Mengundang teman-temannya di sekitar kontrakan yang lumayan banyak. Tapi kemudian kami berubah pikiran. Syukurannya di rumah Mbah aja ngundang saudara-saudara sambil sekalian buka puasa bersama. 

Awalnya saya ragu sih karena di kampung itu nggak pernah ada tradisi buka puasa bersama kecuali di masjid. Dari sejak saya kecil hingga punya anak kecil ini belum pernah ada undangan untuk buka puasa selain di masjid. Tapi Ummiyo meyakinkan dengan berkata "Ya makanya diadakan lah, biar pada ngumpul. Nggak cuma pas ada hajatan atau pas lebaran aja". Betul jugak.

Menunya apa? Kenangan masa kecil saya tiba-tiba muncul ke permukaan dan saya kepengen INGKUNG ayam. Ah memikirkannya saja sudah nikmat rasanya. Entah karean pengaruh puasa atau mungkin karena memang sudah bertahun-tahun saya tidak pernah makan ingkung ayam.

Saya ingat saat kecil dulu, ingkung hanya disajikan khusus pada acara kenduri. Dan kenduri jaman dulu itu seru. Berbeda dengan jaman sekarang yang serba praktis dan mudah. Pada acara kenduri masa kini, setelah selesai berdoa dan segala macamnya, tuan rumah sudah menyiapkan nasi dan lauk pauknya di dalam wadah atau kotak yang tinggal dibagikan kepada bapak-bapak yang hadir untuk dibawa pulang. Praktis. Sudah dikemas dan tinggal ditenteng.

Sementara kenduri di jaman dahulu itu repot dan nggak praktis. Tapi seru sekali. Semuanya dikerjakan dengan bergotong royong. Bahkan untuk sebuah kenduri kecil-kecilan saja, tetangga-tetangga akan berdatangan ke rumah untuk membantu. Terasa betul kekeluargaannya. Masa itu hampir semuanya masih alami. Wadah untuk menaruh makanan yang akan dibawa pulang pun terbuat dari daun kelapa. Jadi jika di rumah akan mengadakan kenduri, sejak siang hari bapak-bapak akan sibuk menganyam daun kelapa menjadi wadah nasi dan lauk pauk. Daun kelapanya bukan daun kelapa muda yang untuk bikin ketupat ya, melainkan daun kelapa yang sudah tua.

Lalu saat acara kendurinya, nasi dan lauk pauknya diletakkan di tengah-tengah ruangan dikelilingi oleh bapak-bapak yang hadir berdoa. Segala makanan itu masih diletakkan di satu wadah besar saja, belum dibagi-bagi. Biasanya sih daun pisang yang dijadikan alasnya. Dan yang selalu nampak istimewa di mata saya yang masih kecil waktu itu adalah ingkung ayamnya. Ayam utuh gundul berwarna putih kekungingan yang nampak gurih dan lezat.

Nah begitu acara berdoanya selesai, baru deh itu makanan yang numpuk dibagi-bagi. Termasuk juga ingkung ayam itu. Repot memang tapi terasa serunya. Apalagi pas bagian motong-motong ingkungnya. Kadang ada yang request mau bagian ini mau bagian itu. Seru. Dan yang tertanam dalam kenangan saya, rasa ayam yang dibikin ingkung itu paling enak daripada ayam yang dimasak dengan cara lain. Hanya satu yang bisa mengalahkannya, yaitu ayam panggang yang dibuatkan oleh Bulek saya ketika saya disunat. (Yang ini lain kali aja kita ceritakan yaa..)

Seperti itulah kenangan ayam ingkung yang saya punya. Dan tiba-tiba saja muncul ketika kami membicarakan menu untuk acara syukuran Hoshi. Mbah H2 setuju-setuju saja ketika saya sampaikan keinginan bikin ayam ingkung. Maka malam harinya Bapak saya langsung menangkap dua ekor ayam di dalam kandang lalu dipisahkan dalam kurungan untuk dipotong keesokan harinya.

Hari minggu pagi pun langsung sibuk. Mbah pergi ke pasar lebih dahulu karena H2 sedang asyik berendam di kolam. Kami lalu menyusul tak lama kemudian. Ummiyo ikut Mbah belanja di pasar sementara saya dan H2 menunggu sambil bermain di rumah Rahma. Selesai belanja, Rahma ikut pulang bersama kami.

Selain ayam ingkung, menu hidangan yang akan dibuat adalah nasi kuning (yang rencananya akan dibentuk jadi tumpeng) beserta aksesorisnya seperti urap dan lalapan, telur rebus, kering tempe+kacang tanah+teri, dan lain-lain. Tak lupa juga camilan untuk makanan pembuka. Seharian itu hanya Ummiyo dan Mbah Uti saja yang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Saya hanya membantu membului ayam dan hal-hal kecil lainnya sambil mengawasi H2 dan Rahma yang heboh bermain.

Selepas asar, Makanan utama sudah siap. Setelah melalui beberapa kali percobaan, Ummiyo akhirnya berhasil membentuk nasi kuningnya menjadi tumpeng dengan menggunakan cetakan dari daun pisang. Tadinya hanya akan dijadikan satu buah tumpeng saja, tapi akhirnya dibuat tiga buah agar sesuai dengan usia Hoshi. Jadilah dibuat satu tumpeng besar dan dua buah lagi sebagai pendamping berukuran lebih kecil. Ternyata jadi cantik setelah ayam dan lain-lainnya disusun di sekitarnya. Yaah untuk ukuran Ummiyo yang baru pertama kali bikin, ini sudah lumayan keren lah.
 
Yang diundang ternyata tak semuanya bisa hadir karena satu dan lain hal. Tapi tak apalah. Yang ada pun sudah cukup bikin suasana ramai dan hangat. Terutama H2 yang heboh bermain dengan saudara-saudaranya yang lain. Noval, Rendi, Rio dan Rahma. Cuma 6 anak tapi suaranya nggak kalah dengan sekumpulan anak-anak di taman bermain. :D

Maghrib pun tiba, waktunya berbuka puasa. Kurma, Estimun, Tahu isi dan beberapa camilan lainnya pun disantap dengan lahap. Kemudian break untuk sholat maghrib sementara anak-anak lanjut bermain tak kenal lelah. Suara paling keras tetap Hikari yang sudah akrab dengan saudara-saudaranya.

Acara makan tumpengnya pun dimulai selepas sholat maghrib. Mbah Kung yang memimpin doa. Bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga banyaknya untuk kami semua. Secara khusus bersyukur untuk Hoshi yang hari ini genap berusia tiga tahun.

Acara makan tumpengnya pun dimulai selepas sholat maghrib. Mbah Kung yang memimpin doa. Bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga banyaknya untuk kami semua. Secara khusus bersyukur untuk Hoshi yang hari ini genap berusia tiga tahun.

Nasi kuningnya gurih dan lezat. Dan ayamnya juga nikmat. Puas sekali saat mengoyak besar-besar daging ayam ingkung itu. Semuanya makan dengan lahap, kecuali Hikari dan Hoshi yang memang sejak sore tadi sudah makan nasi kuningnya saat masih mengepul-ngepul baru masak. Suasananya juga hangat, semuanya akrab becanda saling menggoda sambil menikmati hidangan.

Terima kasih ya Allah, Engkau jadikan anak-anak kami sehat, pintar dan shalihah.


Senin, 08 Juli 2013

Hoshi dan Tulang Rusuk

Pernah dengar nggak kalimat yang bunyinya gini : "Wanita itu dari tulang rusuk yang bengkok. Maka lemah lembutlah jika ingin meluruskannya, karena dia akan patah jika diperlakukan dengan keras"? Pernah dong ya?

Menghadapi Hoshi adalah sebenar-benarnya ujian yang bisa dianalogikan dengan tulang rusuk itu. Harus punya stok sabar yang nggak ada habisnya. Harus mau berlama-lama membujuk dengan kalimat yang halus dan nada bicara yang terjaga. Tidak boleh marah. Karena jika sedikit saja dia mendeteksi kemarahan dalam nada suara kita, maka sudah lah. Merajuklah dia sampai berlama-lama kemudian.

Saat dia melakukan sesuatu yang tidak berkenan atau kurang sopan, memberitahunya pun harus perlahan-lahan. Nada suara tidak boleh terdengar memerintah, harus membujuk. 
Misalnya : menaikkan kaki ke atas meja. 
Tidak bisa kita langsung berkata dengan intonasi tegas : "Hoshi kakinya jangan naik ke atas meja ya.." Karena jika begitu, jangan harap kakinya akan turun. Justru wajahnya akan mengeras dan seolah tak peduli. Harus lemah lembut : "Anak cantik, meja kan untuk tarok makanan. Masak kakinya naik, kan kotor, nantik makanannya jadi kotor lho. Kita nggak bisa makan trus kita laper deh." Semacam itu. Ingat : nadanya harus terjaga. 

Jika dia melakukan sesuatu yang menurut kita AKAN berakibat kurang baik atau kurang menyenangkan, memberitahunya pun harus lemah lembut. Tidak boleh langsung menyebutkan akibat yang mungkin terjadi jika dia melakukannya. 
Misalnya : Dia memegang gulungan benang rajut umminya. Lalu karena kuatir menjadi kusut, kita berkata "Hoshi awas nanti benangnya kusut ya." JANGAN bilang begitu.
Karena yang terjadi adalah dia akan benar-benar membuat kusut benang tersebut. Yang lebih hebatnya lagi, setelahnya dia akan memberikan kepada kita sambil berkata "Nih benangnya uadh adek kusutkan" :D
Atau ketika dia bermain-main dengan buku sekolah Kakaknya. JANGAN sampai berkata "Adek hati-hati ya nanti buku Kakak koyak."
Karena buku itu akan benar-benar dikoyak, lalu dia berikan kepada kita sambil berkata "Nih bukunya udah Adek koyakkan"
Seolah-olah dia ingin menyampaikan kepada kita : "Ih takut amat sih. Nuduh banget sih. Orang cuma pegang-pegang aja pun dilarang-larang. Ya udah kalo dituduh gitu sekalian aja dilakuin."
AHAHAHA. Kalo diceritakan gini jadi lucu ya... Padahal pada saat terjadinya, itu ngeselin banget banget. 
Sekali lagi, harus lemah lembut membujuk merayu dengan intonasi yang tetap terjaga.

Umminya sih yang selalu sabar menghadapi tingkahnya yang seperti itu. Mungkin karena jam terbang ya. Ummi yang di rumah, jadi sudah hapal perilaku Hoshi yang seperti itu sehingga bisa menemukan cara untuk menghadapinya. Berbeda dengan saya yang kurang sabaran dan maunya cepat saja. Kadang bisa sih membujuk-bujuk dia, tapi lebih banyak gagalnya. :D

Semakin bertambah usianya, semakin banyak pula perangainya. Masih harus terus belajar menghadapi para balita ini.




Hoshi dan Mimpi

Ada satu hal yang berbeda antara Hikari dengan Hoshi dalam tidurnya. Selain relatif lebih gampang tertidur dan tidak banyak persyaratan seperti kakaknya, Hoshi lebih banyak mengigau dalam tidurnya. Hal-hal seru yang dilakukannya seharian sering terbawa dalam tidurnya. Kadang merengek, kadang tertawa-tawa.

Sepertinya alam bawah sadarnya sulit melepaskan ingatan akan hal-hal yang dikerjakannya saat dia sedang terbangun. Apa yang dialaminya pada siang hari kerap terbawa dalam mimpi lalu mengigau.

Kalau mengigaunya tertawa-tawa sih aman. Karena nggak akan heboh dan dia tidak sampai terbangun. Wajahnya sumringah tapi dengan mata yang tetap terpejam. Ini momen yang kami sukai karena dia selalu nampak sangat-sangat menggemaskan. 

Yang repot itu kalau mengigaunya dalam keadaan sedih atau marah. Saat tidur nyenyak, bisa tiba-tiba bicara dengan nada tinggi bahkan berteriak dengan marah. Atau tiba-tiba menangis sambil merengek tentang sesuatu. 
Misalnya :
"Mainan adek diambil Kak Aiii"
"Dek Osi mau ikut Abi kantooooor"
"Nggak mau mandi, mau main ajaaa"
"Abi tidur di luar, jangan dekat Dek Osi"
dsb. 
:D

Kalau sudah begitu biasanya dia terbangun dan harus ditenangkan supaya kembali tidur. Kadang sampai harus dibujuk-bujuk karena nangisnya sampai sesenggukan.

Pernah saat sedang tidur siang, tiba-tiba dia bangun trus berjalan cepat-cepat keluar kamar sambil menangis. Memeluk umminya yang sedang di ruang depan dengan saya lalu berkata : "Adek mimpi.." Saat umminya bertanya "Mimpi apa, Anakku?" Dia menjawab "Enggak tauu.." 

Lucu sih kadang-kadang. Tapi kasian juga. Dan repot juga. :D

H2 dan DM2

Kami, saya dan istri, memang hobi nonton film di bioskop. Tapi sejak dikaruniai anak-anak yang lucu menggemaskan ini, intensitas pergi ke bioskopnya sangat jauh berkurang. Dulu waktu masih berdua saja, dalam satu bulan setidaknya satu kali pergi ke bioskop untuk nonton film terbaru. Bahkan ketika istri hamil yang pertama pun tetap disempatkan nonton kalau pas ada film yang bagus.

Keadaan berubah begitu Hikari lahir. Sekali-sekali saja kami bisa nonton. Hikari biasanya dititipkan dahulu di rumah Nenek, baru kami pergi ke bioskop. Sebenarnya bisa saja sih sering-sering pergi. Karena Hikari waktu bayi relatif tenang dan banyak tidur. Tapi rasanya kok nggak tega ninggalin dia sering-sering. :)

Dan setelah Hoshi lahir, makin jarang lah kegiatan nonton di bioskop itu. Selain karena Hoshi mimik ASI hingga hampir 2 tahun, dia juga lebih manja dibandingkan kakaknya. Lebih lengket dengan umminya dan lebih susah dibujuk kalau sudah menangis. Betul-betul jarang, malah bisa dibilang tak pernah kami ke bioskop lagi. Untuk mengobati rasa penasaran kami akan film-film yang baru dirilis, saya pun jadi rajin mengunduh film dari internet dan akhirnya mempunyai koleksi yang lumayan banyak untuk ditonton di rumah berdua.

Setelah Hoshi lepas dari ASInya, baru lah kami bisa lagi pergi berdua-duaan lagi. Tapi tetap tak bisa sering-sering dan tak pernah bisa berlama-lama di luar. Hikari dan Hoshi dititipkan di rumah nenek. Dan selama kami di luar berdua, selalu kepikiran akan mereka. 

Nangis nggak ya? 
Rewel kah? 
Nanya-nanyain abi dan umminya nggak?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain sejenis. Mereka nggak bisa lepas dari pikiran. Nonton pun jadi agak berkurang nikmatnya. Maka begitu film selesai, alih-alih pergi pacaran jalan-jalan kemana-mana, kami akan langsung pulang menjemput mereka di rumah neneknya. :)

Hikari dan Hoshi sekarang sudah beranjak besar. Senang nonton film kartun dan animasi seperti kami. Dari mulai si kembar Upin dan Ipin hingga serial Syamil dan Dodo. dari cerita dongeng Pada Zaman Dahulu sampai film-film animasi terkenal seperti UP, Rio, Cars dan Kung Fu Panda. Semua dilahap dengan antusias dan tak ada bosan-bosannya.

Mereka sudah mengerti dan bisa memahami jalan cerita dari film-film yang mereka tonton. Mana yang jahat, mana yang baik. Mana yang boleh dilakukan dan yang seharusnya tidak dilakukan. 

Minggu yang lalu, film Despicable Me 2 (DM2) mulai tayang di bioskop di kota ini. Sejak lama kami sudah penasaran bagaimana reaksi Hikari dan Hoshi jika dibawa pergi ke bioskop, menonton film di layar raksasa untuk pertama kalinya. Tapi tak pernah terlaksana karena selalu menganggap mereka masih terlalu kecil. Dan lagi, Hikari tidak pernah menyukai suara yang terlalu keras. Dia selalu mengeluh jika dibawa ke suatu pesta di mana suara sound systemnya sangat keras, bahkan untuk ukuran orang dewasa.

Tapi sekarang sepertinya sudah cukup waktunya untuk mereka. Setidaknya menurut kami. Dan pilihan filmnya pun pas. Hikari dan Hoshi sudah menonton filmnya yang pertama di laptop dan mereka suka dengan para Minion di film itu. Ketika menonton film Paddle Pop Begins pun, mereka tertawa-tawa senang setiap kali sampai di adegan Paddle Pop dkk bertemu dengan Minions. membaca review dari mereka yang dudah nonton, katanya di film DM2 ini The Minions lebih banyak muncul dan berperan daripada di film pertama dulu.

Maka jadilah. Pesan 5 tiket untuk DM2 di Central Plaza. Abi, Ummi, H2 dan Bunda. Nenek tak ikut, memang tak pernah mau diajak ke bioskop. Film yang diputar cuma ada dalam format 3D, tapi harga tiketnya sama. Kebetulan si Ummiyo belum pernah nonton film 3D, jadi ini pun jadi yang pertama untuknya. Tempat duduknya sudah banyak yang dipesan, kami tak mendapatkan tempat duduk yang dalam satu barisan, tapi terpisah menjadi dua. Tiga di baris C dan 2 di baris D.

Hikari dan Hoshi ingin duduk dengan Bundanya. Oke, berarti Abi dan Ummi bisa duduk berdua mesra-mesraan. Hahaha. Inginnya sih begitu, tapi ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Awalnya sih baik-baik saja dan sepertinya akan aman sepanjang pertunjukan. Tapi begitu lampu meredup dan film dimulai, mereka beraksi. :D

Hikari dan Hoshi yang biasanya bisa tenang dengan Bundanya, ternyata banyak bertingkah. Hoshi tak mau memakai kacamatanya. Mungkin karena terlalu besar untuk dia sehingga sering melorot. Atau mungkin juga karena tidak terbiasa dengan kacamata. Umminya berkali-kali harus menengok ke belakang dan mengingatkan Bunda untuk memakaikan kacamata Hoshi. Penonton di sebelah Ummiyo sepertinya merasa terganggu.

Sementara Hikari tak bisa diam di kursinya. Tiap sebentar dia berdiri dan memeluk leher saya dari belakang. Atau sekedar berdiri saja di belakang kursi kami. Sepertinya dia tidak nyaman berada di tempat gelap dan asing. Berkali-kali dia mengajak kami pulang.

Karena Bunda tak bisa lagi mengatasi mereka berdua, akhirnya saya bertukar tempat dengannya. Bunda pindah ke depan dengan Ummiyo. Awalnya Hikari tak mau dan kekeuh ingin dengan Bundanya. Tapi berhasil saya bujuk untuk duduk di pangkuan saya. 

Tapi itu pun harus tetap mengikuti kemauan dia. Saya tak boleh memakai kacamata. Ah, mungkinkah Hikari tak nyaman dengan orang-orang berkacamata aneh di sekitarnya? Jangan-jangan karena itu ya. Filmnya ternyata bisa dinikmati tanpa memakai kacamata 3D. Ada blur sedikit, terutama di bagian subtitle-nya, tapi tak terlalu menyakitkan untuk mata.

Hoshi duduk manis di tangan kursi. Bersandar ke saya sambil asyik dengan camilannya yang dibeli tadi di minimarket sebelum masuk. Hikari mulai tenang di pangkuan. Sesekali tetap mengajak keluar dan bertanya "masih lama filmnya?" tapi sepertinya juga bisa menikmati filmnya. Bahkan sudah mulai tertawa lebar menyaksikan aksi The Minions yang memang luar biasa itu.

Begitu film selesai dan kami keluar dari ruangan studio, ternyata Hikari dan Hoshi langsung bersemangat membahas film yang baru saja mereka saksikan sambil tertawa-tawa membicarakan adegan-adegan dalam film tadi. Dan ketika ditanya : "besok mau nonton lagi?" mereka kompak menjawab "mau!" :D


Jumat, 05 Juli 2013

Nenek Datang.

Nenek dan Bunda H2 liburan ke Lampung. Mereka sudah ada di sini sejak hari rabu (26 Juni) yang lalu. Datang naik bus, karena tiket pesawat mahalnya minta ampun di musim liburan anak sekolah seperti saat ini. Ini kedatangan Bunda yang pertama di Lampung. Kalau Nenek sih udah 4 kali dengan ini ke Lampung. Oiya, sebelum bingung, Bunda ini adalah Tantenya H2, adek bungsu dari Ummiyo. Dia maunya dipanggil Bunda. :)

Hikari dan Hoshi senang bukan kepalang. Sejak jauh-jauh hari memang sudah diberitau kalau Nenek dan Bunda akan datang. Hikari yang paling sibuk bertanya-tanya hampir setiap hari. "Bunda kapan datang? Nenek kok belum datang?"

Hikari memang dekat dengan Bundanya. Ingin selalu sama-sama. Ketika di Pekanbaru, kalau kami di rumah Nenek, saya bisa tidur siang dengan tenang, terbebas dari 'gangguan' Hikari karena dia selalu lengket dengan Bundanya. Walaupun Bundanya kadang tak terlalu menghiraukannya, karena capek di sekolah, Hikari tetap saja nempel. :D

Sementara Hoshi, seperti biasa, selalu mengekor Hikari. Karena kakaknya bermanja-manja kepada Bundanya, dia pun begitu juga. Tak mau kalah.

Ke mana selama di Lampung? Ya jalan-jalan aja sih, keliling kota ke sana dan ke mari. Makan di sana dan di situ. Atau di rumah saja bercengkrama dengan H2. Main sembunyi-sembunyian. Nonton film kartun di laptop atau android. Kegiatan-kegiatan kecil yang dulu biasa mereka lakukan semasa di Pekanbaru.

***

Sejak awal si Bunda sudah bilang ingin ke pantai. Tapi baru terlaksana hari selasa (2 Juli) sore. Sebenarnya bisa sih hari sabtu atau minggu. Tapi sabtu itu kami pergi ke rumah Mbah di Pasuruan karena ada undangan pesta khitanan anak dari sepupu saya.

Dan setelah tertunda beberapa kali akhirnya jadi lah pergi ke pantai. Dan karena sejauh ini Pantai Mutun lah yang menurut kami paling menarik, maka kami bawalah Bunda dan Nenek ke sana.

Saya sih mengusulkan perginya pagi hari saja, tentu saja saya tak ikut karena hari kerja. Tapi Bunda katanya kepengen liat langit sore hari di pantai. Ya sudah, akhirnya pergilah sore hari sepulang jam kantor.

Baru sekali kami ke Pantai Mutun bersama Keke waktu itu. Rutenya sepertinya ingat, tapi juga samar-samar. Waktu itu saya tidak terlalu memperhatikan jalan karena mengurusi Hoshi yang sibuk merajuk sepanjang hampir separuh awal perjalanan. Maka daripada nyasar, saya minta tolong OKI membuatkan denah untuk sampai ke sana, karena ternyata tidak ketemu rutenya pas dicari di GPS android.

Kami berangkat berbekal denah dari Oki yang ternyata lumayan akurat sehingga tak ada kesulitan sama sekali padahal lumayan banyak belokan dan persimpangan sepanjang jalan. Tak sampai satu jam ternyata melewati rute yang dibuat oleh Oki.

Sepanjang hari itu cuaca memang sudah mendung sejak pagi. Saya pesimis dalam hati kalau di pantai akan ada matahari. Tapi Nenek bilang siapa tau lain tempat lain pula cuacanya. Walaupun sepanjang perjalanan nampaknya mendungnya merata hingga ke luar kota, tapi kami tetap juga berangkat.

Dan ternyata benar, sampai di Mutun malah gerimis. Yaah. Bunda kecewa karena tak bisa melihat matahari sore di pantai. Hikari dan Hoshi kecewa karena tak diperbolehkan berlari-lari di pasir pantai. 

Tapi tak boleh berlama-lama dong kecewanya. Sudah sampai di pantai, ya dinikmati saja walaupun gerimis membuat angin yang bertiup terasa dingin menusuk kulit. Nenek membuka bekal yang dibawa dari rumah. Di pondokan pinggir pantai yang sepi Hikari, Hoshi dan Bunda makan dengan lahap. Pondok ini normalnya disewakan kepada pengunjung. Tapi mungkin karena hari kerja dan sudah sore pula, jadi kami bebas duduk di situ tanpa ada yang memungut biaya.

Setelah makan, gerimis ternyata reda. Bisa main di pantai. Angin yang dingin tak menghalangi Hikari dan Hoshi untuk bermain air. Hikari sibuk berusaha membuat bangunan dari pasir. Tapi dia membuatnya terlalu dekat dengan air. Setiap kali dia buat, sekejab kemudian bangunannya hilang dihempas air yg datang ke tepian. Hoshi seperti biasa takut dengan ombak yang datang silih berganti. Berlari begitu ada ombak, kemudian berjalan lagi ke arah laut lalu berlari lagi begitu ombak menepi berulang-ulang. :)

Menjelang gelap ketika kami pulang. Azan magrib berkumandang sepanjang perjalanan. Mampir di masjid di pinggir jalan untuk sholat lalu melanjutkan perjalanan pulang. Karena rasanya tak puas bermain, si Ummiyo bilang "besok aja lagi kita pergi pagi ya," Tanpa saya tentu saja.

Tapi ternyata esok harinya mereka tak jadi pergi. 

****

Tak terasa hampir 2 minggu berlalu. Nenek dan Bunda harus pulang lagi ke Pekanbaru karena Ramadhan tinggal beberapa hari lagi menjelang. Bunda masuk sekolah tanggal 11 Juli sih, tapi harus tetap pulang sebelum puasa dimulai karena tak mungkin Nenek membiarkan Atuk sendirian menjalani puasa di rumah Pekanbaru. :)

Selamat jalan Nenek, selamat jalan Bunda. Hati-hati di jalan ya. Nanti kalau liburan lagi main ke Lampung lagi yaa.
:)