Minggu, 14 Juli 2013

Hoshi dan Tiga Tumpeng

Tak terasa ya Dek Hoshi hari ini genap 3 tahun usianya. Yaa sebenernya terasa juga sih kalo diingat-ingat, haha. Begitu banyak hal yang bisa dikenang dari hari saat pertama kali dia hadir sampai dengan hari ini. Tapi rasanya memang hanya sekedipan mata saja. Tau-tau sudah sebesar ini. Tau-tau sudah pintar melakukan banyak hal. Alangkah relatifnya waktu.

Tahun ini, tanggal 14 Juli jatuh pada hari minggu bulan ramadhan 1424 hijriyah. Pas pula dengan jadwal kami pulang ke rumah Mbah di Penengahan. Tadinya ingin mengadakan syukuran di rumah Kemiling. Mengundang teman-temannya di sekitar kontrakan yang lumayan banyak. Tapi kemudian kami berubah pikiran. Syukurannya di rumah Mbah aja ngundang saudara-saudara sambil sekalian buka puasa bersama. 

Awalnya saya ragu sih karena di kampung itu nggak pernah ada tradisi buka puasa bersama kecuali di masjid. Dari sejak saya kecil hingga punya anak kecil ini belum pernah ada undangan untuk buka puasa selain di masjid. Tapi Ummiyo meyakinkan dengan berkata "Ya makanya diadakan lah, biar pada ngumpul. Nggak cuma pas ada hajatan atau pas lebaran aja". Betul jugak.

Menunya apa? Kenangan masa kecil saya tiba-tiba muncul ke permukaan dan saya kepengen INGKUNG ayam. Ah memikirkannya saja sudah nikmat rasanya. Entah karean pengaruh puasa atau mungkin karena memang sudah bertahun-tahun saya tidak pernah makan ingkung ayam.

Saya ingat saat kecil dulu, ingkung hanya disajikan khusus pada acara kenduri. Dan kenduri jaman dulu itu seru. Berbeda dengan jaman sekarang yang serba praktis dan mudah. Pada acara kenduri masa kini, setelah selesai berdoa dan segala macamnya, tuan rumah sudah menyiapkan nasi dan lauk pauknya di dalam wadah atau kotak yang tinggal dibagikan kepada bapak-bapak yang hadir untuk dibawa pulang. Praktis. Sudah dikemas dan tinggal ditenteng.

Sementara kenduri di jaman dahulu itu repot dan nggak praktis. Tapi seru sekali. Semuanya dikerjakan dengan bergotong royong. Bahkan untuk sebuah kenduri kecil-kecilan saja, tetangga-tetangga akan berdatangan ke rumah untuk membantu. Terasa betul kekeluargaannya. Masa itu hampir semuanya masih alami. Wadah untuk menaruh makanan yang akan dibawa pulang pun terbuat dari daun kelapa. Jadi jika di rumah akan mengadakan kenduri, sejak siang hari bapak-bapak akan sibuk menganyam daun kelapa menjadi wadah nasi dan lauk pauk. Daun kelapanya bukan daun kelapa muda yang untuk bikin ketupat ya, melainkan daun kelapa yang sudah tua.

Lalu saat acara kendurinya, nasi dan lauk pauknya diletakkan di tengah-tengah ruangan dikelilingi oleh bapak-bapak yang hadir berdoa. Segala makanan itu masih diletakkan di satu wadah besar saja, belum dibagi-bagi. Biasanya sih daun pisang yang dijadikan alasnya. Dan yang selalu nampak istimewa di mata saya yang masih kecil waktu itu adalah ingkung ayamnya. Ayam utuh gundul berwarna putih kekungingan yang nampak gurih dan lezat.

Nah begitu acara berdoanya selesai, baru deh itu makanan yang numpuk dibagi-bagi. Termasuk juga ingkung ayam itu. Repot memang tapi terasa serunya. Apalagi pas bagian motong-motong ingkungnya. Kadang ada yang request mau bagian ini mau bagian itu. Seru. Dan yang tertanam dalam kenangan saya, rasa ayam yang dibikin ingkung itu paling enak daripada ayam yang dimasak dengan cara lain. Hanya satu yang bisa mengalahkannya, yaitu ayam panggang yang dibuatkan oleh Bulek saya ketika saya disunat. (Yang ini lain kali aja kita ceritakan yaa..)

Seperti itulah kenangan ayam ingkung yang saya punya. Dan tiba-tiba saja muncul ketika kami membicarakan menu untuk acara syukuran Hoshi. Mbah H2 setuju-setuju saja ketika saya sampaikan keinginan bikin ayam ingkung. Maka malam harinya Bapak saya langsung menangkap dua ekor ayam di dalam kandang lalu dipisahkan dalam kurungan untuk dipotong keesokan harinya.

Hari minggu pagi pun langsung sibuk. Mbah pergi ke pasar lebih dahulu karena H2 sedang asyik berendam di kolam. Kami lalu menyusul tak lama kemudian. Ummiyo ikut Mbah belanja di pasar sementara saya dan H2 menunggu sambil bermain di rumah Rahma. Selesai belanja, Rahma ikut pulang bersama kami.

Selain ayam ingkung, menu hidangan yang akan dibuat adalah nasi kuning (yang rencananya akan dibentuk jadi tumpeng) beserta aksesorisnya seperti urap dan lalapan, telur rebus, kering tempe+kacang tanah+teri, dan lain-lain. Tak lupa juga camilan untuk makanan pembuka. Seharian itu hanya Ummiyo dan Mbah Uti saja yang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Saya hanya membantu membului ayam dan hal-hal kecil lainnya sambil mengawasi H2 dan Rahma yang heboh bermain.

Selepas asar, Makanan utama sudah siap. Setelah melalui beberapa kali percobaan, Ummiyo akhirnya berhasil membentuk nasi kuningnya menjadi tumpeng dengan menggunakan cetakan dari daun pisang. Tadinya hanya akan dijadikan satu buah tumpeng saja, tapi akhirnya dibuat tiga buah agar sesuai dengan usia Hoshi. Jadilah dibuat satu tumpeng besar dan dua buah lagi sebagai pendamping berukuran lebih kecil. Ternyata jadi cantik setelah ayam dan lain-lainnya disusun di sekitarnya. Yaah untuk ukuran Ummiyo yang baru pertama kali bikin, ini sudah lumayan keren lah.
 
Yang diundang ternyata tak semuanya bisa hadir karena satu dan lain hal. Tapi tak apalah. Yang ada pun sudah cukup bikin suasana ramai dan hangat. Terutama H2 yang heboh bermain dengan saudara-saudaranya yang lain. Noval, Rendi, Rio dan Rahma. Cuma 6 anak tapi suaranya nggak kalah dengan sekumpulan anak-anak di taman bermain. :D

Maghrib pun tiba, waktunya berbuka puasa. Kurma, Estimun, Tahu isi dan beberapa camilan lainnya pun disantap dengan lahap. Kemudian break untuk sholat maghrib sementara anak-anak lanjut bermain tak kenal lelah. Suara paling keras tetap Hikari yang sudah akrab dengan saudara-saudaranya.

Acara makan tumpengnya pun dimulai selepas sholat maghrib. Mbah Kung yang memimpin doa. Bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga banyaknya untuk kami semua. Secara khusus bersyukur untuk Hoshi yang hari ini genap berusia tiga tahun.

Acara makan tumpengnya pun dimulai selepas sholat maghrib. Mbah Kung yang memimpin doa. Bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga banyaknya untuk kami semua. Secara khusus bersyukur untuk Hoshi yang hari ini genap berusia tiga tahun.

Nasi kuningnya gurih dan lezat. Dan ayamnya juga nikmat. Puas sekali saat mengoyak besar-besar daging ayam ingkung itu. Semuanya makan dengan lahap, kecuali Hikari dan Hoshi yang memang sejak sore tadi sudah makan nasi kuningnya saat masih mengepul-ngepul baru masak. Suasananya juga hangat, semuanya akrab becanda saling menggoda sambil menikmati hidangan.

Terima kasih ya Allah, Engkau jadikan anak-anak kami sehat, pintar dan shalihah.


Senin, 08 Juli 2013

Hoshi dan Tulang Rusuk

Pernah dengar nggak kalimat yang bunyinya gini : "Wanita itu dari tulang rusuk yang bengkok. Maka lemah lembutlah jika ingin meluruskannya, karena dia akan patah jika diperlakukan dengan keras"? Pernah dong ya?

Menghadapi Hoshi adalah sebenar-benarnya ujian yang bisa dianalogikan dengan tulang rusuk itu. Harus punya stok sabar yang nggak ada habisnya. Harus mau berlama-lama membujuk dengan kalimat yang halus dan nada bicara yang terjaga. Tidak boleh marah. Karena jika sedikit saja dia mendeteksi kemarahan dalam nada suara kita, maka sudah lah. Merajuklah dia sampai berlama-lama kemudian.

Saat dia melakukan sesuatu yang tidak berkenan atau kurang sopan, memberitahunya pun harus perlahan-lahan. Nada suara tidak boleh terdengar memerintah, harus membujuk. 
Misalnya : menaikkan kaki ke atas meja. 
Tidak bisa kita langsung berkata dengan intonasi tegas : "Hoshi kakinya jangan naik ke atas meja ya.." Karena jika begitu, jangan harap kakinya akan turun. Justru wajahnya akan mengeras dan seolah tak peduli. Harus lemah lembut : "Anak cantik, meja kan untuk tarok makanan. Masak kakinya naik, kan kotor, nantik makanannya jadi kotor lho. Kita nggak bisa makan trus kita laper deh." Semacam itu. Ingat : nadanya harus terjaga. 

Jika dia melakukan sesuatu yang menurut kita AKAN berakibat kurang baik atau kurang menyenangkan, memberitahunya pun harus lemah lembut. Tidak boleh langsung menyebutkan akibat yang mungkin terjadi jika dia melakukannya. 
Misalnya : Dia memegang gulungan benang rajut umminya. Lalu karena kuatir menjadi kusut, kita berkata "Hoshi awas nanti benangnya kusut ya." JANGAN bilang begitu.
Karena yang terjadi adalah dia akan benar-benar membuat kusut benang tersebut. Yang lebih hebatnya lagi, setelahnya dia akan memberikan kepada kita sambil berkata "Nih benangnya uadh adek kusutkan" :D
Atau ketika dia bermain-main dengan buku sekolah Kakaknya. JANGAN sampai berkata "Adek hati-hati ya nanti buku Kakak koyak."
Karena buku itu akan benar-benar dikoyak, lalu dia berikan kepada kita sambil berkata "Nih bukunya udah Adek koyakkan"
Seolah-olah dia ingin menyampaikan kepada kita : "Ih takut amat sih. Nuduh banget sih. Orang cuma pegang-pegang aja pun dilarang-larang. Ya udah kalo dituduh gitu sekalian aja dilakuin."
AHAHAHA. Kalo diceritakan gini jadi lucu ya... Padahal pada saat terjadinya, itu ngeselin banget banget. 
Sekali lagi, harus lemah lembut membujuk merayu dengan intonasi yang tetap terjaga.

Umminya sih yang selalu sabar menghadapi tingkahnya yang seperti itu. Mungkin karena jam terbang ya. Ummi yang di rumah, jadi sudah hapal perilaku Hoshi yang seperti itu sehingga bisa menemukan cara untuk menghadapinya. Berbeda dengan saya yang kurang sabaran dan maunya cepat saja. Kadang bisa sih membujuk-bujuk dia, tapi lebih banyak gagalnya. :D

Semakin bertambah usianya, semakin banyak pula perangainya. Masih harus terus belajar menghadapi para balita ini.




Hoshi dan Mimpi

Ada satu hal yang berbeda antara Hikari dengan Hoshi dalam tidurnya. Selain relatif lebih gampang tertidur dan tidak banyak persyaratan seperti kakaknya, Hoshi lebih banyak mengigau dalam tidurnya. Hal-hal seru yang dilakukannya seharian sering terbawa dalam tidurnya. Kadang merengek, kadang tertawa-tawa.

Sepertinya alam bawah sadarnya sulit melepaskan ingatan akan hal-hal yang dikerjakannya saat dia sedang terbangun. Apa yang dialaminya pada siang hari kerap terbawa dalam mimpi lalu mengigau.

Kalau mengigaunya tertawa-tawa sih aman. Karena nggak akan heboh dan dia tidak sampai terbangun. Wajahnya sumringah tapi dengan mata yang tetap terpejam. Ini momen yang kami sukai karena dia selalu nampak sangat-sangat menggemaskan. 

Yang repot itu kalau mengigaunya dalam keadaan sedih atau marah. Saat tidur nyenyak, bisa tiba-tiba bicara dengan nada tinggi bahkan berteriak dengan marah. Atau tiba-tiba menangis sambil merengek tentang sesuatu. 
Misalnya :
"Mainan adek diambil Kak Aiii"
"Dek Osi mau ikut Abi kantooooor"
"Nggak mau mandi, mau main ajaaa"
"Abi tidur di luar, jangan dekat Dek Osi"
dsb. 
:D

Kalau sudah begitu biasanya dia terbangun dan harus ditenangkan supaya kembali tidur. Kadang sampai harus dibujuk-bujuk karena nangisnya sampai sesenggukan.

Pernah saat sedang tidur siang, tiba-tiba dia bangun trus berjalan cepat-cepat keluar kamar sambil menangis. Memeluk umminya yang sedang di ruang depan dengan saya lalu berkata : "Adek mimpi.." Saat umminya bertanya "Mimpi apa, Anakku?" Dia menjawab "Enggak tauu.." 

Lucu sih kadang-kadang. Tapi kasian juga. Dan repot juga. :D

H2 dan DM2

Kami, saya dan istri, memang hobi nonton film di bioskop. Tapi sejak dikaruniai anak-anak yang lucu menggemaskan ini, intensitas pergi ke bioskopnya sangat jauh berkurang. Dulu waktu masih berdua saja, dalam satu bulan setidaknya satu kali pergi ke bioskop untuk nonton film terbaru. Bahkan ketika istri hamil yang pertama pun tetap disempatkan nonton kalau pas ada film yang bagus.

Keadaan berubah begitu Hikari lahir. Sekali-sekali saja kami bisa nonton. Hikari biasanya dititipkan dahulu di rumah Nenek, baru kami pergi ke bioskop. Sebenarnya bisa saja sih sering-sering pergi. Karena Hikari waktu bayi relatif tenang dan banyak tidur. Tapi rasanya kok nggak tega ninggalin dia sering-sering. :)

Dan setelah Hoshi lahir, makin jarang lah kegiatan nonton di bioskop itu. Selain karena Hoshi mimik ASI hingga hampir 2 tahun, dia juga lebih manja dibandingkan kakaknya. Lebih lengket dengan umminya dan lebih susah dibujuk kalau sudah menangis. Betul-betul jarang, malah bisa dibilang tak pernah kami ke bioskop lagi. Untuk mengobati rasa penasaran kami akan film-film yang baru dirilis, saya pun jadi rajin mengunduh film dari internet dan akhirnya mempunyai koleksi yang lumayan banyak untuk ditonton di rumah berdua.

Setelah Hoshi lepas dari ASInya, baru lah kami bisa lagi pergi berdua-duaan lagi. Tapi tetap tak bisa sering-sering dan tak pernah bisa berlama-lama di luar. Hikari dan Hoshi dititipkan di rumah nenek. Dan selama kami di luar berdua, selalu kepikiran akan mereka. 

Nangis nggak ya? 
Rewel kah? 
Nanya-nanyain abi dan umminya nggak?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain sejenis. Mereka nggak bisa lepas dari pikiran. Nonton pun jadi agak berkurang nikmatnya. Maka begitu film selesai, alih-alih pergi pacaran jalan-jalan kemana-mana, kami akan langsung pulang menjemput mereka di rumah neneknya. :)

Hikari dan Hoshi sekarang sudah beranjak besar. Senang nonton film kartun dan animasi seperti kami. Dari mulai si kembar Upin dan Ipin hingga serial Syamil dan Dodo. dari cerita dongeng Pada Zaman Dahulu sampai film-film animasi terkenal seperti UP, Rio, Cars dan Kung Fu Panda. Semua dilahap dengan antusias dan tak ada bosan-bosannya.

Mereka sudah mengerti dan bisa memahami jalan cerita dari film-film yang mereka tonton. Mana yang jahat, mana yang baik. Mana yang boleh dilakukan dan yang seharusnya tidak dilakukan. 

Minggu yang lalu, film Despicable Me 2 (DM2) mulai tayang di bioskop di kota ini. Sejak lama kami sudah penasaran bagaimana reaksi Hikari dan Hoshi jika dibawa pergi ke bioskop, menonton film di layar raksasa untuk pertama kalinya. Tapi tak pernah terlaksana karena selalu menganggap mereka masih terlalu kecil. Dan lagi, Hikari tidak pernah menyukai suara yang terlalu keras. Dia selalu mengeluh jika dibawa ke suatu pesta di mana suara sound systemnya sangat keras, bahkan untuk ukuran orang dewasa.

Tapi sekarang sepertinya sudah cukup waktunya untuk mereka. Setidaknya menurut kami. Dan pilihan filmnya pun pas. Hikari dan Hoshi sudah menonton filmnya yang pertama di laptop dan mereka suka dengan para Minion di film itu. Ketika menonton film Paddle Pop Begins pun, mereka tertawa-tawa senang setiap kali sampai di adegan Paddle Pop dkk bertemu dengan Minions. membaca review dari mereka yang dudah nonton, katanya di film DM2 ini The Minions lebih banyak muncul dan berperan daripada di film pertama dulu.

Maka jadilah. Pesan 5 tiket untuk DM2 di Central Plaza. Abi, Ummi, H2 dan Bunda. Nenek tak ikut, memang tak pernah mau diajak ke bioskop. Film yang diputar cuma ada dalam format 3D, tapi harga tiketnya sama. Kebetulan si Ummiyo belum pernah nonton film 3D, jadi ini pun jadi yang pertama untuknya. Tempat duduknya sudah banyak yang dipesan, kami tak mendapatkan tempat duduk yang dalam satu barisan, tapi terpisah menjadi dua. Tiga di baris C dan 2 di baris D.

Hikari dan Hoshi ingin duduk dengan Bundanya. Oke, berarti Abi dan Ummi bisa duduk berdua mesra-mesraan. Hahaha. Inginnya sih begitu, tapi ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Awalnya sih baik-baik saja dan sepertinya akan aman sepanjang pertunjukan. Tapi begitu lampu meredup dan film dimulai, mereka beraksi. :D

Hikari dan Hoshi yang biasanya bisa tenang dengan Bundanya, ternyata banyak bertingkah. Hoshi tak mau memakai kacamatanya. Mungkin karena terlalu besar untuk dia sehingga sering melorot. Atau mungkin juga karena tidak terbiasa dengan kacamata. Umminya berkali-kali harus menengok ke belakang dan mengingatkan Bunda untuk memakaikan kacamata Hoshi. Penonton di sebelah Ummiyo sepertinya merasa terganggu.

Sementara Hikari tak bisa diam di kursinya. Tiap sebentar dia berdiri dan memeluk leher saya dari belakang. Atau sekedar berdiri saja di belakang kursi kami. Sepertinya dia tidak nyaman berada di tempat gelap dan asing. Berkali-kali dia mengajak kami pulang.

Karena Bunda tak bisa lagi mengatasi mereka berdua, akhirnya saya bertukar tempat dengannya. Bunda pindah ke depan dengan Ummiyo. Awalnya Hikari tak mau dan kekeuh ingin dengan Bundanya. Tapi berhasil saya bujuk untuk duduk di pangkuan saya. 

Tapi itu pun harus tetap mengikuti kemauan dia. Saya tak boleh memakai kacamata. Ah, mungkinkah Hikari tak nyaman dengan orang-orang berkacamata aneh di sekitarnya? Jangan-jangan karena itu ya. Filmnya ternyata bisa dinikmati tanpa memakai kacamata 3D. Ada blur sedikit, terutama di bagian subtitle-nya, tapi tak terlalu menyakitkan untuk mata.

Hoshi duduk manis di tangan kursi. Bersandar ke saya sambil asyik dengan camilannya yang dibeli tadi di minimarket sebelum masuk. Hikari mulai tenang di pangkuan. Sesekali tetap mengajak keluar dan bertanya "masih lama filmnya?" tapi sepertinya juga bisa menikmati filmnya. Bahkan sudah mulai tertawa lebar menyaksikan aksi The Minions yang memang luar biasa itu.

Begitu film selesai dan kami keluar dari ruangan studio, ternyata Hikari dan Hoshi langsung bersemangat membahas film yang baru saja mereka saksikan sambil tertawa-tawa membicarakan adegan-adegan dalam film tadi. Dan ketika ditanya : "besok mau nonton lagi?" mereka kompak menjawab "mau!" :D


Jumat, 05 Juli 2013

Nenek Datang.

Nenek dan Bunda H2 liburan ke Lampung. Mereka sudah ada di sini sejak hari rabu (26 Juni) yang lalu. Datang naik bus, karena tiket pesawat mahalnya minta ampun di musim liburan anak sekolah seperti saat ini. Ini kedatangan Bunda yang pertama di Lampung. Kalau Nenek sih udah 4 kali dengan ini ke Lampung. Oiya, sebelum bingung, Bunda ini adalah Tantenya H2, adek bungsu dari Ummiyo. Dia maunya dipanggil Bunda. :)

Hikari dan Hoshi senang bukan kepalang. Sejak jauh-jauh hari memang sudah diberitau kalau Nenek dan Bunda akan datang. Hikari yang paling sibuk bertanya-tanya hampir setiap hari. "Bunda kapan datang? Nenek kok belum datang?"

Hikari memang dekat dengan Bundanya. Ingin selalu sama-sama. Ketika di Pekanbaru, kalau kami di rumah Nenek, saya bisa tidur siang dengan tenang, terbebas dari 'gangguan' Hikari karena dia selalu lengket dengan Bundanya. Walaupun Bundanya kadang tak terlalu menghiraukannya, karena capek di sekolah, Hikari tetap saja nempel. :D

Sementara Hoshi, seperti biasa, selalu mengekor Hikari. Karena kakaknya bermanja-manja kepada Bundanya, dia pun begitu juga. Tak mau kalah.

Ke mana selama di Lampung? Ya jalan-jalan aja sih, keliling kota ke sana dan ke mari. Makan di sana dan di situ. Atau di rumah saja bercengkrama dengan H2. Main sembunyi-sembunyian. Nonton film kartun di laptop atau android. Kegiatan-kegiatan kecil yang dulu biasa mereka lakukan semasa di Pekanbaru.

***

Sejak awal si Bunda sudah bilang ingin ke pantai. Tapi baru terlaksana hari selasa (2 Juli) sore. Sebenarnya bisa sih hari sabtu atau minggu. Tapi sabtu itu kami pergi ke rumah Mbah di Pasuruan karena ada undangan pesta khitanan anak dari sepupu saya.

Dan setelah tertunda beberapa kali akhirnya jadi lah pergi ke pantai. Dan karena sejauh ini Pantai Mutun lah yang menurut kami paling menarik, maka kami bawalah Bunda dan Nenek ke sana.

Saya sih mengusulkan perginya pagi hari saja, tentu saja saya tak ikut karena hari kerja. Tapi Bunda katanya kepengen liat langit sore hari di pantai. Ya sudah, akhirnya pergilah sore hari sepulang jam kantor.

Baru sekali kami ke Pantai Mutun bersama Keke waktu itu. Rutenya sepertinya ingat, tapi juga samar-samar. Waktu itu saya tidak terlalu memperhatikan jalan karena mengurusi Hoshi yang sibuk merajuk sepanjang hampir separuh awal perjalanan. Maka daripada nyasar, saya minta tolong OKI membuatkan denah untuk sampai ke sana, karena ternyata tidak ketemu rutenya pas dicari di GPS android.

Kami berangkat berbekal denah dari Oki yang ternyata lumayan akurat sehingga tak ada kesulitan sama sekali padahal lumayan banyak belokan dan persimpangan sepanjang jalan. Tak sampai satu jam ternyata melewati rute yang dibuat oleh Oki.

Sepanjang hari itu cuaca memang sudah mendung sejak pagi. Saya pesimis dalam hati kalau di pantai akan ada matahari. Tapi Nenek bilang siapa tau lain tempat lain pula cuacanya. Walaupun sepanjang perjalanan nampaknya mendungnya merata hingga ke luar kota, tapi kami tetap juga berangkat.

Dan ternyata benar, sampai di Mutun malah gerimis. Yaah. Bunda kecewa karena tak bisa melihat matahari sore di pantai. Hikari dan Hoshi kecewa karena tak diperbolehkan berlari-lari di pasir pantai. 

Tapi tak boleh berlama-lama dong kecewanya. Sudah sampai di pantai, ya dinikmati saja walaupun gerimis membuat angin yang bertiup terasa dingin menusuk kulit. Nenek membuka bekal yang dibawa dari rumah. Di pondokan pinggir pantai yang sepi Hikari, Hoshi dan Bunda makan dengan lahap. Pondok ini normalnya disewakan kepada pengunjung. Tapi mungkin karena hari kerja dan sudah sore pula, jadi kami bebas duduk di situ tanpa ada yang memungut biaya.

Setelah makan, gerimis ternyata reda. Bisa main di pantai. Angin yang dingin tak menghalangi Hikari dan Hoshi untuk bermain air. Hikari sibuk berusaha membuat bangunan dari pasir. Tapi dia membuatnya terlalu dekat dengan air. Setiap kali dia buat, sekejab kemudian bangunannya hilang dihempas air yg datang ke tepian. Hoshi seperti biasa takut dengan ombak yang datang silih berganti. Berlari begitu ada ombak, kemudian berjalan lagi ke arah laut lalu berlari lagi begitu ombak menepi berulang-ulang. :)

Menjelang gelap ketika kami pulang. Azan magrib berkumandang sepanjang perjalanan. Mampir di masjid di pinggir jalan untuk sholat lalu melanjutkan perjalanan pulang. Karena rasanya tak puas bermain, si Ummiyo bilang "besok aja lagi kita pergi pagi ya," Tanpa saya tentu saja.

Tapi ternyata esok harinya mereka tak jadi pergi. 

****

Tak terasa hampir 2 minggu berlalu. Nenek dan Bunda harus pulang lagi ke Pekanbaru karena Ramadhan tinggal beberapa hari lagi menjelang. Bunda masuk sekolah tanggal 11 Juli sih, tapi harus tetap pulang sebelum puasa dimulai karena tak mungkin Nenek membiarkan Atuk sendirian menjalani puasa di rumah Pekanbaru. :)

Selamat jalan Nenek, selamat jalan Bunda. Hati-hati di jalan ya. Nanti kalau liburan lagi main ke Lampung lagi yaa.
:)