Kamis, 28 Maret 2013

Hikari dan Rahma


Anak gadis yang bersama Hikari dan Hoshi ini adalah Rahma. Anak dari sepupu saya. Usianya lebih muda 6 bulanan dari Hikari. Perawakannya kecil dan kurus. Sepertinya mengikuti Ibunya yang memang berpostur kecil. Tapi suaranya kenceng dan cenderung cempreng. Cerewetnya minta ampun. Rumahnya di Penengahan juga, sama dengan Mbah H2. Agak jauh sih dari rumah Mbah, tapi juga nggak jauh-jauh banget. Masih bisa ditempuh dengan jalan kaki kalau terpaksa, :D

Selayaknya orang jawa yang sangat memperhatikan garis keturunan, Hikari dan Hoshi semestinya memanggil MBAK kepada Rahma. Karena ayahnya adalah anak dari Pakde saya yang saya panggil Mas. Tapi agak repot menerangkan logika semacam itu kepada Hikari. Dia hanya paham kalau Rahma lebih kecil badannya dan entah bagaimana juga tau kalau usianya juga lebih muda. Dan mungkin bawaan Hikari yang sudah terlanjur dipanggil KAKAK di mana-mana. Maka Hikari pun memanggil Rahma dengan panggilan DEK RAHMA.

Setiap kami pulang ke rumah Mbah di Penengahan, hampir selalu dengan Rahma inilah mereka main.Malam minggu atau hari minggu pagi biasanya dia datang diantar Ayah dan Ibunya. 

Hikari sering kali menjadi peniru yang luar biasa mahir. Dari Rahma ini pun juga, ada beberapa hal yang ditirunya.

Satu. 
Rahma ini bicaranya belum lurus. Masih cadel dan ada banyak kata yang tak jelas pengucapannya. Bahkan ada kata-kata khas milik dia sendiri yang sangat jauh dari kata aslinya. Misalnya SUSU, dia menyebutnya dengan NYUNYUK. 
Hikari mungkin menyukai cara bicara cadel seperti itu. Mungkin menurutnya keren. Maka sekali-sekali dia akan berbicara dengan bahasa yang diCADEL-CADELkan. Hihi. Sepertinya sih dia berusaha terdengar manja. Karena Hikari melakukan hal tersebut jika sedang merengek meminta sesuatu atau ketika sedang dalam suasana mesra-mesraan dengan saya atau umminya. Tapi tidak selalu sih, hanya sesekali saja.

Dua.
Rahma juga minum susu formula seperti Hikari, beda merk tapi. Demi alasan kepraktisan, setiap ke rumah Mbah H2 hanya membawa susu untuk sekali minum saja. Jadi susu untuk sekali bikin dimasukkan di dalam botolnya. Nanti kalau Rahmanya minta NYUNYUK, tinggal ditambah air hangat saja. Ini berbeda dengan kebiasaan kami membuatkan susu untuk Hikari. Air hangat di tuang dulu ke dalam botol, baru susunya dimasukkan. 
Maka setiap kali dirumah mbahnya dan ada Rahma, hebohlah Hikari minta dibuatkan susu sesuai dengan cara ayah ibunya Rahma. Sibuk dia memberikan instruksi kepada kami sambil mengekor ke dapur "Susunya dimasukkan dulu, Bi. Abis tu baru kasih air." Begitu katanya berulang-ulang. Detail dan rinci. Kalau dia melihat kami tak menuruti kata-katanya, merajuklah dan tak mau minum sampai kami mengulang proses pembuatan seperti yang dia mau. :D
Tapi ini juga hanya diminta saat kami berada di rumah Mbahnya.  Ketika berada di rumah, Hikari tak protes dengan cara kami membuat susu untuknya.

Tiga.
Suatu hari Rahma berada di rumah Mbah sampai malam hari. Ketika dia mengantuk dan hendak tidur, Rahma minta ayahnya membersihkan telinga dengan cottonbud. Ternyata ini adalah kebiasaan dia sebelum tidur, semacam syarat tidur. Padahal menurut ayahnya, cottonbud itu seringkali hanya ditempelkan begitu saja di dekat lubang telinganya. Hanya sebagai syarat saja sudah tersentuh.
Hikari melihat dan ingin juga seperti Rahma. Maka sejak saat itu lah membersihkan telinga dengan cottonbud menjadi salah satu syarat tidur Hikari. Hingga sekarang.





Selasa, 26 Maret 2013

Hikari dan Foto Lama

Suatu siang. Hikari tiba-tiba menunjukkan selembar foto saat kami sedang bermain game di komputer. Foto lama yang entah ketemu di mana. Saya sedang berada di Istana Pagaruyuang bersama teman-teman kantor. Foto masa muda. :D

Hikari rupanya mempermasalahkan foto tersebut karena tidak ada dirinya di situ.

-Abi jalan-jalan sendiri nggak ajak Kak Ai
+(Ketawa) Kak Ai kan belum ada
-Kok belum ada? Belum lahir?
+Iya belum lahir
-Kok belum lahir? Masih di perut Ummi?
+Belum lah, kan pas ini Abi belum nikah sama Ummi
-Kok belum nikah sama Ummi?
+Eh kok gamenya jadi kayal gini sih?
-Mana, Bi? Mana?

Kalau tak dialihkan perhatiannya, tak akan selesai dia bertanya-tanya.
:)

Selasa, 19 Maret 2013

H2 dan Atraksi Gajah di Bumi Kedaton

Sudah setengah tahun tinggal di Lampung sejak pindah dari Pekanbaru. Tapi belum pernah sekali pun melihat atraksi gajah. Ingin ke Pusat Pelatihan Gajah Lampung di Way Kambas sana. Tapi setelah tanya sana sini akhirnya nggak jadi. Katanya tempatnya lumayan jauh dari Bandar Lampung. Ya sudah akhirnya cukup puas lah dengan melihat patung gajah saja di Bundaran Gajah situ. :D

Well sebenernya udah tau sih kalau gajah itu ya cuma gitu-gitu aja. Dulu waktu SMA pernah pergi ke Way Kambas Juga. Dan Hikari Hoshi juga udah pernah liat gajah waktu main ke Kebun Binatang di Bukittinggi. Tapi tetep dong kepengen. Lampung kan terkenal dengan ikon gajahnya, masa belum pernah liat sih? :D

Sampai kemudian dapet undangan pesta perkawinan Mbak Yossi, teman di kantor sini. Pestanya tanggal 17 Maret 2013 di Bumi Kedaton. Katanya sih itu semacam Kebun Binatang dan tempat rekreasi keluarga gitu. Wah keren. Dan yang mengejutkan, begitu baca lengkap undangannya, ada keterangan di situ "HIBURAN : ATRAKSI GAJAH" Wow. Langsung semangat dan nggak sabar pengen pergi.

Kalau tengok lokasinya di peta sih kayaknya nggak jauh. Dan berdasarkan keterangan teman-teman di kantor memang tak jauh, tapi lokasinya memang di luar kota. Bunda Latif bilang lewat Lembah Hijau juga bisa. Okesip. Kalau nyasar ya tinggal buka map di android aja. Tapi nggak perlu juga karena beruntung sehari sebelumnya si Ummi BBM-an dengan Randhu. Ternyata mereka dapat undangan juga. Ya sudah akhirnya janjian mau pergi sama-sama.

Sekitar pukul 11 hari H, Randhu dan keluarga sudah menjemput ke rumah. Mereka terpaksa menunggu sebentar karena kami belum selesai bersiap. Dan tak lama kemudian berangkatlah. Randhu dan keluarga -yang sudah tau tempatnya- berjalan di depan sementara kami mengikuti.

Perjalanannya ternyata lumayan jauh. Sepertinya sih lewat jalan alternatif, karena tidak sesuai dengan peta yang ada di kartu undangannya. Melewati jalanan perkampungan yang relatif sepi. Jalanan bagus walaupun sedikit berlubang di sana dan di sini. Udaranya sejuk dan terasa bersih. Banyak pohon dan sedikit kendaraan. Asri. 

Ada satu ruas jalan yang menarik. Di tepinya tumbuh rapi berjajar pohon-pohon yang sudah cukup besar. Dahan dan rantingnya secara unik tumbuh lebih banyak ke arah jalan sampai memayungi jalannya. Teduh. Lewat di bawahnya seperti berjalan melewati terowongan berdinding ranting dan daun. Sayang tak sempat mengambil fotonya.

Sekira setengah jam perjalanan, kami pun sampai di Bumi Kedaton. Hikari dan Hoshi langsung antusias melihat banyak permainan di lokasi. Hari mendung dan gerimis. Parkir penuh dan kami kebagian tempat yang agak jauh di bawah. Hoshi memakai kantong plastik kresek untuk menutupi kepalanya karena tak ada payung.

Pestanya meriah. Pengantin duduk manis di pelaminan. Sekali-sekali berdiri saat ada undangan yang datang memberi selamat lalu berfoto. Pas jam makan siang dan kami memang belum makan sejak pagi. Banyak juga teman-teman kantor yang datang bersamaan dengan kami. Fuad dan Randhu pulang duluan karena ada acara lain katanya. 

Sekitar satu jam kemudian, Hikari dan Hoshi mulai nampak bosan. Hikari berkali-kali bertanya "Mana gajahnya?" Karena memang sudah diberitahu sebelumnya kalau akan melihat gajah. Pengumuman dari panitia sih atraksi gajahnya sekitar pukul 1 siang. Atraksinya bukan di gedung tempat berlangsungnya pesta, tapi di tempat lain lagi. Untuk menuju ke sana tersedia mobil terbuka yang akan mengantar tamu yang ingin menyaksikan.

Baiklah ikut antre menunggu mobil yang akan  membawa kami ke lokasi atraksi gajah. Mobilnya terbuka, tak berdinding tapi beratap. Bangkunya tiga baris menghadap ke depan. Lokasinya agak jauh juga kalau ditempuh dengan berjalan kaki.


Hanya ada 2 ekor gajah di situ. Sepertinya sih jantan dan betina. Atraksi belum dimulai, karena memang belum jam 1 seperti pengumuman panitian tadi. Dan juga tamu yang berkumpul masih sedikit. Hikari dan Hoshi bersemangat sekali memperhatikan gajah di kejauhan. Lalu berlari ke sana kemari bermain ini itu. Hoshi sempat menangis karena kepalanya terselip di pagar besi karena dia iseng memasukkan kepalanya. Untung bisa segera saya keluarkan sebelum dia menjerit-jerit lebih heboh lagi. :D

Orang-orang berdatangan lebih banyak lagi diantar mobil yang bolak-balik menjemput. Setelah lama menunggu, baru sekitar pukul setengah 2 atraksinya dimulai.

Gajahnya ternyata benar jantan dan betina. Yang Jantan bertubuh lebih besar dan memiliki gading yang nampak kuat dan gagah. Yang betina sedang hamil.  Mereka gajah afrika hasil didikan Way Kambas. Pawangnya pegang gancu sebagai alat untuk memberi instruksi. 

Dulu waktu SD atau SMP (lupa) pernah "dipaksa" nonton film Cintaku Di Way Kambas. Nontonnya rame-rame dengan teman-teman sekolah, pada jam sekolah, didampingi guru juga. Saya tak ingat ini program dari dinas apa dan lupa juga gratis atau bayar. Tapi senang sih karena itulah pertama kalinya saya nonton film di bioskop.



Selain kisah cinta remaja sebagai inti ceritanya, ada juga adegan-adegan tentang cara menjinakkan gajah supaya mereka mau menuruti pawangnya. Salah satunya ya dengan gancu itu. Sebenarnya agak kejam sih. Gajah diikat lalu dipukul berkali-kali dengan gancu di bagian kepalanya, tepat di antara kedua matanya. Gajah memiliki ingatan yang sangat kuat tentang segala sesuatu. Pelatihan dengan gancu itu berfungsi sebagai semacam shock therapy. Jadi di kemudian hari gajah akan menurut (karena ketakutan dan trauma?) jika diberi instruksi dengan gancu. Begitu lah.

Setelah diperkenalkan asal-usulnya, atraksi pun dimulai. Tapi sebelumnya diminta satu orang penonton sebagai voluntir untuk maju ke depan. Feeling saya sih akan dikalungi karangan bunga oleh gajahnya. Saya memberi semangat kepada Umminya H2 untuk maju ke depan. Si umminya mau, dan ternyata benar gajahnya mengalungkan karangan bunga. 

Atraksinya kalau dilihat dengan mata biasa sih ya begitu-begitu saja. Gajah disuruh duduk. Gajah mengangkat pawangnya dengan belalai. Pawangnya bergelantungan di gading gajah. Gajah disuruh berhitung. Dan hal-hal remeh semacam itu. Yang luar biasa adalah menyaksikan bagaimana seorang pawang bisa menggerakkan raksasa seberat 3 ton lebih untuk melakukan hal-hal remeh tersebut hanya dengan menekankan gancu kecil di kepala sang gajah. Itu mengagumkan dan pasti membutuhkan latihan yang tidak sebentar. Juga ikatan yang kuat antara gajah dengan pawangnya. Keren.


Sepanjang pertunjukan, Hikari antusias walaupun tak sampai bertepuk tangan. Dia memperhatikan dengan seksama. Lain halnya dengan Hoshi yang mengkerut ketakutan dalam gendongan saya setiap kali gajahnya mendekat ke arah penonton. Jika gajahnya menjauh, Hoshi mau sih menyaksikan dengan tenang. Tapi begitu gajahnya mendekat, Hoshi langsung memeluk saya erat sambil membenamkan mukanya dalam-dalam di badan saya. :)

Cukup lama atraksinya. Setengah jam. Di akhir pertunjukan, penonton diperbolehkan berfoto dengan gajah dan pawangnya jika ingin. Sayang sekali Hikari dan Hoshi ketakutan ketika saya ajak mendekat ke arah gajahnya. Akhirnya dibujuk-bujuk untuk mendekat dari belakang, tapi tak berhasil dengan baik. :)

 
 
*poster film diambil dari SINI