Minggu, 21 September 2014

Hikari dan Belajar Membaca

Hikari sudah mulai lancar mengeja dan membaca.
Untuk kata-kata yang mudah seperti KADO, BELI, MADU, KELAPA, PEPAYA, dan sejenisnya sih sudah bukan masalah baginya.

Tapi dia masih kesulitan membaca kata yang diawali dengan huruf vokal yang langsung bertemu dengan konsonan. Misalnya OKTOBER, AYAM, ITIK, dan sejenisnya. Karena ketika membaca, Hikari masih selalu merangkai per dua huruf.
Jadi misalnya O-K, dibacanya apa? Dia masih sering membacanya sebagai KO. Demikian juga I-T, dibaca TI. :)

Yang juga menjadi kesulitannya adalah jika terdapat konsonan ganda. 
PRO, PRANGKO, GRAM, KRING, dan sebagainya.

Dan namanya anak baru bisa membaca, hampir semuanya ingin dibaca. Setiap ketemu tulisan selalu berusaha membaca dan bertanya. Yang repot adalah jika menemukan kata dalam bahasa inggris. Sudah menjelaskan kepadanya, baik itu bunyi hurufnya maupun cara membacanya. Maka seringkali kami membiarkan saja dia membaca huruf apa adanya. RICE, MOUSE, PAPER, SOAP. 
Dan kalau ketemu kata yang susah dibaca sih biasanya kami cuma bilang "itu bahasa inggris, Kak Ai memang belum diajarin bahasa inggris sama bu guru"


:D

Semangat ya, Kak Ai...

Jumat, 06 Juni 2014

Abi! Liat, geh!

Anak berdua itu sekarang paling hobi memaksa Abiyonya menonton adegan film yang mereka sukai. Memaksa dalam arti sebenar-benarnya memaksa ya.

Jadi misalnya mereka sedang menonton Upin Ipin dan saya sedang ada di dekat mereka melakukan sesuatu. Entah tidur-tiduran, membaca atau utak-atik gejet. Nah pas ada adegan yang menurut mereka bagus atau lucu atau apalah, mereka akan kompak memaksa saya untuk menonton juga.

"Abi, Abi! Liat, geh!"

Kalau saya tak menuruti mereka, Hikari yang tenaganya lebih kuat akan bertindak sebagai "tangan" yang memaksa dan Hoshi yang memberi perintah. Jika saya sedang membaca -misalnya, Hikari akan berusaha mengambil buku yang sedang dibaca agar saya mengalihkan perhatian ke laptop. Begitu pun jika sedang memegang gejet.

Kemudian jika saya masih tidak mau menengok ke arah laptop, biasanya mereka berdua akan kompak memiting kepala saya supaya menengok ke laptop. Ahaha.

Repotnya, jarak antara "Liat, geh!" dengan adegan yang mereka maksud itu lumayan jauh. Sering sampai hitungan menit. Misalnya adegannya di menit ke-10, dan mereka sudah sibuk memberitahu sejak menit ke-7. Ahaha. Yasudah, pasrah ajalah saya dipiting oleh mereka berdua. Pokoknya nggak mau tau. Walaupun adegan itu sudah pernah mereka tunjukkan sekalipun.

Tapi seru sih. Saya kadang menggoda mereka dengan pura-pura tak mau melihat dan membiarkan mereka melakukan pemaksaan itu. Kadang juga setelah kepala saya diarahkan ke laptop oleh mereka, saya sengaja memejamkan mata dan mereka setengah mati berusaha dengan segala cara supaya saya membuka mata.

:D


Rabu, 04 Juni 2014

Hikari dan Huruf K

Hikari sedang senang-senangnya menambahkan huruf K pada pengucapan banyak kata.

Yang kayak gini pernah -dan masih- jadi tren sih di kalangan anak twitter. Misalnya BENCI ditulis BENCIK, MATI jadi MATIK, NYANYI jadi NYANYIK dan sebagainya. Yaah mungkin anak-anak twitter itu ngerasa keren dan gaul sih kalo ngetik kayak gitu. Ahaha.

Hikari melafalkan huruf K dengan bunyi yang medok sekali. Seperti huruf K pada kata NGAPAK. Atau huruf K seperti di dalam kata DUCK, BACK, JACK dan MATIC.

Maka jadinya terdengar aneh di beberapa kata karena penempatannya sering maksa.
BELIK.
NASIK.
KUNCIK.
SUKAK.

Ahahaha.

Senin, 24 Maret 2014

Mendadak Pantai Klara

Minggu pagi. Subuh-subuh, Hikari mendadak merengek-rengek minta ke pantai. Bangun tidur langsung buka lemari pakaian dan menyodorkan pakaian renangnya ke saya yang sedang asik nonton anime. Padahal kan hari minggu biasanya jadwalnya si Ummiyo buka lapak di PKOR. Dan saya juga pengen beli jambu kristal karena stok di rumah juga tinggal beberapa buah. Hikari bertahan dengan keinginannya. Bahkan setelah dibujuk dan dirayu pergi dengan Hania dan Daffi minggu depan pun dia tetap bilang pokoknya mau ke pantai.

Tapi hari sebelumnya memang Ummiyo ada sih nyebut-nyebut soal pergi ke pantai karena katanya nggak semangat jualan minggu ini. Wallsticker yang dipesan, baru akan datang sekitar hari senin atau selasa. Yang ada di rumah tinggal stok yang lama. Makanya dia bilang tentang pergi ke pantai ke Hikari dan Hoshi.

Langit nampaknya mendung. Kalau ke pantai pun tak akan bisa bermain. Tapi pantainya kan jauh dari rumah, siapa tau keadaan langitnya beda. :D Ya sudah lah, ayok ke pantai.

Kami berangkat tak lama setelah mengemas pakaian dan peralatan untuk mandi serta membuat bekal untuk makan siang. Hikari dan Hoshi minta langsung dipakaikan baju renangnya sejak dari rumah. Bersemangat sekali. Sementara matahari masih saja muncul padahal sudah lewat dari jam tujuh pagi.

Sepanjang perjalanan jadinya harap-harap cemas. Gerimis bahkan turun agak lebat ketika kami melewati daerah Lembah Hijau. Ketika Ummiyo sekali lagi berusaha merayu Hikari untuk mengurungkan niatnya dengan alasan gerimis, Hikari justru menjelaskan proses terjadinya hujan dengan panjang lebar.
"Jadi Ummi ya... kan air hujan itu dari sungai. 
Ada juga yang dari laut.
Airnya kena matahari terus naik ke atas.
Terus jadi awan. Ngggg.... Awannya jadi hitam.
Turun hujan.
Hujannya tapi bukan di laut, Ummi. Tapi di sini.
Jadi di laut itu sekarang nggak hujan".

.................

Jadi mau ke pantai mana nih? Awalnya sih kepikiran untuk ke Pantai Mutun saja. Tapi dipikir-pikir lagi, kayaknya udah keseringan deh ke Mutun. "Atau ke Klara?" kata Ummiyo. Yak! Klara aja kalo gitu!

Dan seperti yang dibilang oleh Hikari, cuasa ternyata cerah ketika kami memasuki gerbang Kabupaten Pesawaran. Nggak panas sih. Langit sedikit berawan, tapi bukan mendung. Awan-awan tipis saja. Tapi jadinya malah adem karena mataharinya ketutupan.

Pantai Klara berada di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Arahnya sama dengan kalau kita akan pergi ke Pantai Mutun yang sekarang sudah menjadi salah satu pantai yang mainstream dikunjungi di  Lampung. 

Kami pede saja berangkat padahal sama sekali belum tau tempat yang dituju. Dari yang saya baca, setelah persimpangan Pantai Mutun, ambil jalan lurus saja. Teruuus saja ikuti jalan besar sekitar setengah jam.

Setelah persimpangan Pantai Mutun, jalannya relatif bagus dan mulus. Yaah ada lubang lah di satu dua bagian. Tapi tak terlalu mengganggu. Daerahnya juga sudah ramai dengan rumah di kanan kiri jalan. Jadi tak perlu takut karena sepi. Indomaret dan Alfamart juga sudah tumbuh di daerah ini. :D

Seperti perjalanan pada umumnya, saat berangkat ke tempat yang belum pernah didatangi selalu terasa jauh dan nggak sampe-sampe. Hikari mulai cerewet bertanya "Katanya kita mau ke pantai, Mi?"  Dan Kami berdua mulai ragu. Bener nggak nih jalannya? Salah ambil belokan nggak ya? Ahahaha.

Kami berhenti di Pasar Hanura untuk bertanya dan memastikan arah kepada penduduk sekitar. Wanita muda pedagang CD bajakan di sebuah lapak mengkonfirmasi kalau kami tidak tersesat. "Ikutin aja jalan ini terus ke sana", katanya menunjuk jalan di depan lapaknya. Baiklah.

Jalan masih mulus. Tapi ada belokan yang lumayan tajam di beberapa bagian. Kontur tanahnya juga naik turun, yang entah bagaimana mengingatkan kami pada Bukittinggi. Kami berhenti untuk bertanya sekali lagi di sebuah warung pinggir jalan di sebelah pom bensin. Ibu pemilik warung bilang Pantai Klara sudah dekat, sekitar 2 kilo lagi. Hikari merengek minta beli permen.

Pemandangan di kiri jalan mulai menunjukkan suasana laut dan pantai. Pohon kelapa berjajar tinggi menjulang. Tambak-tambak dengan turbin pemutar air juga mulai nampak di sana sini. Dan tak lama kemudian, kami memasuki gerbang Pangkalan TNI-AL Teluk Ratai. Pantai Klara memang dikelola oleh TNI-AL. Dan (katanya) TNI-AL sering latihan di sini.

Gerbang Teluk Ratai
Dari gerbang ini masih harus terus lagi sekitar 5 menit. Di sepanjang jalan aja pantainya udah bagus banget. Kami berhenti sebentar di salah satu bagian pantai di tepi jalan. Hikari langsung nyebur aja ke air. Ahaha. Banyak juga anak-anak kecil yang bermain-main di pantai yang di pinggir jalan itu. 

Pantai di bahu jalan
Lanjut jalan sedikit lagi, sampailah di Panta Klara. Di situ tertulis PINTU 2.  Berbeda dengan Pantai Mutun yang letaknya jauh dari jalan raya, Pantai Klara ini lokasinya persis di tepi jalan. Jadi nampak tuh lautnya dari jalan. Juga pondok-pondok yang dibangun berjajar sepanjang pantai. Tadinya mau masuk aja gitu. Tapi trus batal karena mikir "Berarti ada PINTU 1-nya? Liat yuuk kayak apa pintu yang satu lagi.." 

Akhirnya jalan lagi sedikit dan sampailah di PINTU 1. Harga tiket masuknya 25.000/mobil. Udah nggak ada pungutan lain lagi. Tepat di tepi pantainya berdiri pondok-pondok kecil yang bisa dipakai untuk duduk (atau berbaring) dan meletakkan barang. Harga sewanya 25.000/pondok. Cukuplah untuk 2 keluarga kecil. 

Tapi kami merasa tak perlu menyewa pondok. Tinggal parkirkan mobil di belakang pondok trus buka pintu belakang mobil, beres deh. Ummiyo bisa duduk-duduk di situ sementara saya dan H2 nyemplung ke laut. Oiya. Nama Pantai Klara ini konon katanya adalah singkatan dari KELAPA RAPAT. Maksudnya banyak pohon kelapa yang tumbuhnya rapat. Dan memang sih kalau kita memperhatikan ke sekeliling, memang banyak pohon kelapa yang tumbuh berkelompok dalam jumlah banyak sekali. Di pantainya sendiri juga masih banyak pohon kelapa.

Selain pohon kelapa, di sekitar pantai itu juga banyak tumbuh pohon waru yang sudah besar-besar. Dahan dan rantingnya yang rindang membuat pantainya terasa sejuk dan teduh. Ummiyo memarkir mobilnya di bawah pohon waru. Jauh dari pohon kelapa. Oiya, tips juga ya kalau ke Pantai Klara, hati-hati dengan buah kelapa yang bisa jatuh tiba-tiba. Karena pernah kejadian ada ibu-ibu yang kejatuhan buah kelapa di sini.

Garis pantainya panjang sekali. Kayaknya bakalan capek kalau jalan kaki menyusuri pantai dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya.

Berbeda dengan Pantai Mutun yang selalu ramai oleh hiruk pikuk pengunjung di hari libur, Pantai Klara ini cenderung lebih sepi. Suasananya jadi leih santai dan menyenangkan. Hikari dan Hoshi langsung nyebur ke air yang tenang setelah sebelumnya minta menyewa ban. Harga sewanya 5.000 untuk ban yang kecil. Mungkin masih bisa ditawar sih.

Airnya jernih dan bersih. Kelihatan ikan-ikan kecil yang berenang-renang di situ. Pantainya dangkal sampai jauh ke tengah. Bahkan Hoshi pun tak sampai tenggelam kepalanya, hanya sebatas lehernya. Dan karena letaknya di daerah teluk, airnya juga tenang. Tak ada ombak besar. Saya bisa lebih tenang melepaskan Hikari yang lagaknya seperti orang besar saja tak mau dipegangi bannya ketika sedang bermain.

Hikari. Maunya main sendiri, nggak mau dipegangi. :p
Selain berenang dan main pasir, pengunjung juga bisa menyewa perahu Kanoe seharga 15.000/jam. Untuk yang menyukai permainan yang lebih seru, bisa juga naik Banana Boat bersama teman-teman.

Dari Pantai Klara ini, kita bisa menyeberang ke Pulau Kelagian. Katanya sih pulaunya indah banget. Perairannya tenang dan jernih berwarna hijau toska. Banyak ubur-ubur kecil transparan di pantai. Dan kalau datang di pagi hari, ada banyak bintang laut yang masih tinggal di pantai. Ada perahu bermotor yang bisa disewa kalau ingin kesana. Kata bapak yang punya perahu, harga sewanya 100ribu, pergi  pulang. Tapi Ummiyo tak mau ketika saya ajak ke sana. Takut, katanya. Ya sudah, menikmati Pantai Klara saja dulu.

Hikari dan Hoshi tak puas-puas bermain. Bosan di dalam air, mereka bermain pasir. Lalu main air lagi. Main pasir lagi. Begitu terus. Sampai tak terasa hari beranjak siang. Sudah hampir jam 11 siang. Ummiyo mengajak pulang. Mungkin karena bosan tak bisa ikut main air dan tak ada teman ngobrol. :D

Tersedia tempat untuk mandi dan berganti pakaian. Tempatnya cukup bersih. Airnya juga bersih dan segar. Bukan air payau yang berasa dan berbau. Sayangnya fasilitas mandi dan bilas ini nggak gratis. Bayar 3000 sekali masuk. :D

Setelah mandi dan berganti pakaian, kami pun pulang lah. Dan ternyata memang perjalanan pulangnya selalu terasa lebih dekat. Sebentar saja sudah sampai di persimpangan Pantai Mutun. Padahal pas perginya terasa jauh sekali. Hikari sepertinya sudah puas karena keinginannya terpenuhi. :)

Rabu, 12 Maret 2014

Hikari Dan Tidur Tanpa Diaper

Hikari tiba-tiba saja tak mau lagi dipakaikan diaper sebelum tidur. Padahal dia masih ngompol di malam hari. Tapi dia berkeras, pokoknya nggak mau. Entah idenya dari mana. Mungkin dari teman-temannya di sekolah.

Ya sudah diikuti apa maunya. Tidur tak pake diaper. Saya coba memakaikan ketika dia sudah tertidur, tapi selalu terjaga dan marah. Dan seperti yang sudah diduga, kasur pun basah. Padahal sudah pipis sesaat sebelum bersiap untuk tidur. Untungnya Hikari ini tidurnya nggak pindah-pindah posisi, jadi basahnya cuma di satu bagian itu saja.

Hoshi seperti biasa selalu ingin mengikuti apa yang dilakukan oleh kakaknya. Tak mau dipakaikan diaper juga. Sekali dua kali saya turuti, dan dia ngompol juga. Ahaha. Akhirnya saya pakaikan ketika dia sudah tertidur, untung dia tidak terjaga seperti kakaknya.

Tapi Yang kena azab pertama kali tentu saja abinya. Ahaha. Harus ikut bangun membuka baju dan celananya yang basah. Mengangkatnya ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Mengganti pakaiannya kemudian melapisi kasur yang basah dengan kain tebal agar dia bisa tidur lagi.

Dan Ummiyo tentu saja ikut kebagian repotnya. Harus mencuci sprei dan kain (kadang sarung bantal juga) setiap hari. Untungnya Hikari hanya ngompol sekali saja setiap malam. Jadi setiap habis diganti pakaiannya dengan yang baru, dia akan tidur nyenyak sampai pagi.

Yang lucunya. Kadang dia tak sadar dengan kejadian di malam harinya. Jadi bangun tidur kan pakaian kering. Dengan banggalah dia berkata "Kak Ai tadi malam nggak ngompol." Ahahaha.

Setelah berhari-hari kemudian, Hikari bertahan dengan keinginannya. Kejadiannya selalu sama dan berulang. Sampai saya kemudian jadi hapal bahwa Hikari ngompol setelah lewat tengah malam. Antara pukul 2 dan pukul 3 pagi. Maka terpikirlah untuk membangunkan dia sekali sebelum jam itu. Maksudnya supaya dia pipis dan betul-betul nggak ngompol sampai pagi. Tapi apa daya. Susah sekali membangunkannya. Pernah malah antara sadar dan tidak dia marah karena saya bangunkan. Kakinya menendang-nendang ke sana kemari. 

Ya sudah lah.

Sudah lebih dua minggu berlalu sejak pertama kali Hikari mendeklarasikan tidur nggak mau pake diaper. Ada sih 2 kali yang dia benar-benar tidak ngompol. Tapi sisanya ya begitu. Melewati malam-malam dengan ritual mengganti pakaiannya dan membereskan tempat tidur yang basah.

:D

Kamis, 27 Februari 2014

Hoshi dan Melengkapi Kalimat

Hingga usianya hari ini, sepertinya Hoshi masih sering kesulitan dengan kemampuannya memilih kosa kata saat berbicara. Terutama untuk kalimat-kalimat yang panjang. Bukan tidak pandai bicara. Tapi ssepertinya dia memerlukan proses yang lebih lama untuk mengucapkan kalimat dengan cepat. 

Jadi Hoshi itu, kalau menceritakan sesuatu yang kalimatnya panjang, cenderung dengan tempo yang lambat. Ada jeda yang cukup lama antara kata yang satu dengan kata selanjutnya.

Saya kadang-kadang iseng menggoda dia jika sedang mendengarkan dia bercerita. Jika dia sedang bicara, saya sering mendahului dia mengucapkan kata selanjutnya. Kalau kata yang saya ucapkan memang sesuai dengan yang dia maksudkan, Hoshi biasanya senyum-senyum saja. Tersipu dengan manisnya seolah-olah tau sedang dikerjai.

Sekali dua kali dia protes sambil berkata "BUKAAN!" jika saya salah -yang seringnya memang sengaja saya bikin salah- melanjutkan kata yang hendak diucapkannya. Jika kesalahan itu hanya sekali saya lakukan, dia akan senyum-senyum saja, tapi lebih dari itu biasanya dia merajuk dan tak mau lagi bercerita. :D


Kamis, 13 Februari 2014

Hoshi Sayang Abi

Hoshi, walaupun memang lebih cenderung untuk dekat kepada Ummiyo, akhir-akhir ini semakin drama kalau akan berpisah dengan saya. Ada-ada saja drama yang terjadi.

Saya hampir selalu pulang ke rumah di hari jumat saat istirahat siang. Jumatan di masjid dekat rumah. Hikari sih sudah bisa diberi pengertian dan mau memahami kalau jumatan itu hanya untuk laki-laki. Jadi dia tidak minta ikut. Sementara Hoshi tidak. Dia juga sebenarnya mengerti bahwa yang sholat jumat itu hanya laki-laki, tapi dia ingin tetap ikut dengan saya ke masjid. Dan kalau saya tetap pergi sementara dia melihat, pasti terjadi drama.

Pernah sekali saya menyelinap pergi saat sepertinya dia sedang asyik main di kamar dengan kakaknya. Tapi mungkin dia mendengar bunyi pintu atau pagar dibuka atau entah bagaimana, tiba-tiba dia berlari mengejar saat saya masih belum jauh. Dan mengejarnya sambil menangis dengan disertai kalimat "Dek Hoshi mau ikut Abiii... Dek Hoshi sayang Abiiii....Dek Hoshi anak Abiiii...."

Akhirnya sekarang setiap mau pergi jumatan, harus dipastikan dulu dia memang sedang sibuk dengan sesuatu. Biasanya main game dengan kakaknya atau Ummiyo menceritakan dongeng di kamar sambil tidur-tiduran.

Pernah juga sekali, kata Ummiyo, ketika duatu hari saya tak pulangdi jam istirahat siang. Hoshi sibuk bertanya-tanya kepada Umminya kenapa saya tidak pulang. Lalu dia membuka foto-foto yang tersimpan di Hp mencari foto saya. Kemudian dicium-ciumi-lah Hp itu sambil berkata "Dek Hoshi kangen Abii.. Dek Hoshi sayang Abii.."

Ah, Dek Hoshi.
Abi pun sayang sekali.





Kamis, 02 Januari 2014

Pemandian Way Belerang Kalianda

Sudah lama sekali tak mengajak anak-anak pergi ke tempat wisata alam. Akhir-akhir ini paling kami membawa mereka jalan-jalan ke tempat permainan anak yang berada di pusat-pusat keramaian atau di pusat perbelanjaan. Seperti di PKOR Way Halim atau ke Giant Ekstra yang ada di jalan Pangeran Antasari sana.

Selain kaya dengan pantai-pantai yang indah, Lampung juga memiliki banyak objek wisata alam yang tak kalah eloknya. Salah satu yang lokasinya dekat dengan rumah mbah H2 adalah Pemandian Way Belerang yang terletak di Desa Sukamandi, Kalianda. Sebagai orang yang lahir dan besar di Lampung, saya malah belum pernah sekali pun datang ke tempat ini.

Kami pulang ke rumah Mbah H2 di Penengahan pada hari rabu tanggal 25 Desember 2013, bersama dengan Ibu Keke yang ingin liburan di rumah mertuanya. Libur nasional ditambah cuti bersama keesokan harinya membuat kami memiliki waktu yang cukup panjang untuk menikmati liburan. Hikari dan Hoshi juga memang sudah kangen ingin ketemu dengan mbahnya. Sekalian ingin mencoba baju renang baru yang dibelikan oleh Tante Nadya di kolam renang pribadi mereka.

Idenya datang mendadak saja. Tiba-tiba si Ummiyo mengajak pergi ke Pemandian Way Belerang. Meskipun belum pernah ke sana, tapi saya yakin akan mudah menemukannya karena samar-samar saya masih ingat gerbang masuk ke tempat itu. Ketika Ummiyo menceritakan rencana itu, ternyata Keke dan Rahma juga ingin ikut. Ya sudah berangkatlah kami hari kamis pukul 2 siang.

Sebenarnya ada 2 tempat yang biasa didatangi oleh orang-orang yang ingin mandi air belerang. Yang pertama tentu saja Way Belerang di Kalianda itu. Sudah dikelola dengan baik dan sudah dibuat kolam-kolam untuk berendam. Satu lagi terletak lebih jauh ke atas. Kalau tak salah pintu masuknya di Desa Kecapi. Tempat ini masih lebih alami, air yang keluar juga suhunya jauh lebih panas dan bau belerangnya lebih menyengat. 

Saya memiliki kenangan masa kecil akan tempat yang satu ini. Dulu waktu kecil pernah sakit gatal-gatal yang tak kunjung sembuh. Bapak membawa saya untuk mandi air belerang di tempat ini. Naik angkutan pedesaan dari rumah dan berhenti di Desa Kecapi dilanjutkan dengan berjalan kaki. Jaman dahulu jalannya masih belum diaspal, masih jalan berbatu seadanya. Jalannya mendaki dan terasa jauuuh sekali. Tapi saya ingat saya tak merasa capek ketika itu. Lokasinya juga susah dijangkau, curam dan licin.

Baiklah, sudah cukup nostalgianya. :D Tempat yang kami tuju adalah yang ada di kota Kalianda, yang lebih dekat dan lebih mudah dijangkau. Repot kalau harus berjalan kaki mendaki sambil menggendong dua balita kan...
Dari Penengahan, kami menuju ke arah kota Kalianda. Waktu tempuhnya sekitar seperempat jam via jalan lintas sumatra. Masuk ke kota kalianda melalui persimpangan yang ada Patung Raden Intan-nya. Teruus saja sampai melewati pasar. Jalanan lancar. Jangan kuatir tersesat ya, karena ada penunjuk arah yang cukup jelas di beberapa tempat. Jika ragu, tinggal bertanya kepada sembarang orang dan mereka bisa menunjukkan arah ke Way Belerang.

Untuk ukuran ibukota kabupaten, Kota Kalianda ini relatif tenang dan sepi. Tidak terlalu ramai seperti layaknya sebuah ibukota kabupaten. Entahlah kenapa Kalianda yang dipilih sebagai ibukota Lampung Selatan. Tapi biarlah kita tinggalkan saja hal tersebut menjadi urusan para pejabat setempat.

Sekitar 5 menit kemudian kami sudah sampai di gerbang desa Sukamandi yang merupakan jalan masuk utama menuju Pemandian Way Belerang. Ini adalah gerbang yang saya ingat sebelumnya. Dari gerbang ini, tinggal ikuti saja jalanan yang mendaki menuju lokasi. Perjalanan sempat tersendat sebentar karena kipas radiator yang mendadak berbunyi keras mengganggu. Juga diwarnai dengan insiden salah mengambil belokan karena tak ada penunjuk arah di suatu persimpangan. Untung belum jauh dan kami segera bertanya kepada penduduk setempat. Tak jauh dari persimpangan tanpa penunjuk arah itu lah pintu masih Pemandian Way Belerang berada.


Tiket masuknya 10ribu rupiah, sudah termasuk asuransi. Parkir kendaraan roda empat dikenai tarif 5ribu rupiah. Bau belerang tercium menyengat hidung ketika kami memasuki areal parkir. Tempat parkirnya luas dan cukup nyaman. Banyak pohon rindang yang sepertinya usianya sudah lumayan, terlihat dari batangng utamanya uang lumayan besar. Udara di tempat parkir itu sejuk. Betah rasanya berlama-lama di situ.

Di tempat parkir itu banyak yang menjajakan belerang kering yang sudah dibentuk balok-balok kecil seukuran kotak korek api. Warnanya kuning pucat. Kata yang jualan sih, nanti digunakan sebagai sabun gosok ketika berendam di kolam. Harga awalnya 5ribu per 3 bungkus. Lalu menjadi 5ribu per 4 bungkus tanpa ditawar. Ibu Keke yang beli. Untuk menuju tempat pemandiannya, cukup berjalan melewati tempat parkir yang teduh itu, mendaki sedikit ke atas.


Tempat pemandiannya dikelilingi oleh tembok yang cukup tinggi. Di pintu masuknya ada warga setempat yang menyediakan jasa penyewaan ban. Kami menyewa untuk dipakai anak-anak. Tarif sewanya 10ribu untuk 4 buah ban, bisa dipakai sepuasnya asal tak dibawa pulang.

Kolamnya ternyata ada 2 buah. Yang satu adalah kolam besar yang cukup dalam dan diperuntukkan bagi orang dewasa. Kami melewati kolam ini ketika menuju ke kolam satu lagi yang agak sedikit lebih kecil dan diperuntukkan bagi anak-anak. Dalamnya hanya sepinggang orang dewasa. Ketika Hikari nyemplung, batas air pas di lehernya. Meskipun diperuntukkan bagi anak-anak, tapi banyak orang tua yang juga berendam di kolam kecil ini. Mereka ini seperti kami juga, datang dengan membawa anak-anak. Jadi sekalian berendam sekalian mengawasi anak yang bermain air.



Pemandian Way Belerang ini berada di kaki gunung Rajabasa. Air hangat berbau belerang ini keluar sebagai mata air yang lalu dijadikan kolam oleh pemerintah daerah setempat. Jadi sumber airnya memang berada di dalam kolam itu dan selama ini tak pernah berhenti. Airnya yang berlebih, dialirkan melalui saluran pembuangan yang berada di sekitar kolam. Selain 2 kolam itu, ada juga satu buah kolam kecil yang sepertinya mata airnya baru muncul. 


Oiya, di sekitar kolam ternyata juga ada yang menjajakan belerang kering berbentuk kotak-kotak kecil itu. Dan harganya ternyata 5ribu rupiah untuk 5 bungkus. Hihi. Jadi besok-besok kalau ke sini lagi mendingan beli ketika sudah di sekitar kolam saja.

Ada juga warga sekitar yang menawarkan kelapa muda. Mereka berjualan di sekitar tempat parkir, nanti kelapa mudanya diantarkan ke kolam. Harganya 4ribu rupiah per butir. Cukup murah. Karena di sekitar rumah kami di Kemiling saja, harga kelapa muda yang paling murah 5ribu per butir.

Saya selalu teringat sebuah pesan yang pernah saya baca entah di mana. Ketika berada di tempat wisata, sebisa mungkin belilah barang dagangan dari warga sekitar. Tak perlu banyak, belis edikit pun jadi. Hal itu agar masyarakat sekitar tidak merasa 'ditinggalkan' oleh arus pariwisata yang bergerak di sekitar mereka sementara mereka tak bisa menikmatinya. Kira-kira begitu sih. Dengan catatan asal harganya masuk akal yaa..

Matahari di langit sepertinya sedang terik-teriknya bersinar dan sepertinya kami datang di waktu yang kurang pas karena panasnya terasa sekali menyengat kepala dan kulit. Tapi anak-anak tak peduli, mereka bermain dengan gembira. Hanya Hoshi yang tak mau masuk ke dalam kolam karena menurut dia terlalu panas. Suhu air di koman memang terasa agak panas ketika baru pertama kali tersentuh. Tapi menjadi biasa ketika sudah berendam di dalamnya. Kalau datang di pagi atau malam hari, mungkin rasanya akan nikmat sekali berendam di sini.

Sarana untuk mandi, bilas dan membersihkan badan setelah berendam cukup memadai. Letaknya di dekat kolam yang besar. Airnya bersih dan sejuk, sangat berbeda dengan air di kolam yang hangat dan beraroma belerang. Dan sudah terpisah antara laki-laki dengan wanita. Ada banyak kamar-kamar kecil yang bisa digunakan untuk berganti pakaian. Tempatnya juga relatif bersih. Juga tersedia beberapa shower yang berjajar di bagian lain untuk mandi. Dan asyiknya fasilitas kamar mandi ini bisa digunakan secara gratis. Walaupun kalau dipungut bayaran pun mungkin hanya seribu atau dua ribu rupiah, tapi kalau gratis memang rasanya menyenangkan. :D

Setelah bersih-bersih dan berganti pakaian, anak-anak asyik bermain di sekitar tempat parkir. Ada beberapa mainan anak yang tersedia di situ. Ada ayunan, jungkat jungkit dan perosotan juga. 

Oiya, jika ingin bermalam, di dekat pintu masuk Pemandian Way Belerang ini sekarang ada Wisma Belerang. Katanya di dalamnya juga terdapat kolam-kolam air hangat. Sepertinya seru sih menginap di situ.


Buka Lapak di PKOR

Sejak beberapa bulan yang lalu, ada aktivitas rutin yang selalu kami lakukan setiap hari minggu pagi, tentu saja jika kami sedang tidak pulang ke rumah Mbah H2 di Penengahan. Jadi sekarang, setiap minggu pagi kami menemani Ummiyo berjualan di PKOR Way Halim.

Awalnya hanya iseng saja. Ummiyo kan memang sudah berjualan macem-macem tuh secara online lewat Facebook dan BBM. Kebanyakan sih pake sistem dropship. Jadi nggak punya stok barang di rumah. Nah terakhir kemaren si Ummiyo mulai nambah barang dagangan. Kalau sebelumnya hanya tas-tas dan jam tangan, sekarang bertambah dengan wallsticker. Dan karena harga modalnya masih terjangkau, jadilah si Ummiyo berani narok stok di rumah. Ini juga sebenarnya karena sistem range harga yang ditetapkan oleh suppliernya sih. Jadi dengan pembelian yang semakin banyak akan mendapatkan harga satuan yang semakin murah. Ya sudah mulailah belanja wallsticker dalam jumlah yang lumayan banyak.

Nah stok wallsticker inilah yang akhirnya mencetuskan ide untuk berjualan di PKOR setiap minggu pagi. Seperti saya bilang sebelumnya, awalnya iseng saja sih. Sekalian bawa anak-anak jalan-jalan pagi, tak ada salahnya sekalian buka lapak. Toh gratis dan nggak ada biaya sewa lapak atau pungutan lain-lain di sana. Jadi, Ummiyo berjualan sementara saya mengikuti para balita ke sana kemari, jajan ini itu menghabiskan keuntungan yang didapat Ummiyo dari hasil jualannya. :D

Hari minggu tanggal 27 Oktober 2013 adalah hari pertama Ummiyo buka lapak. Pada hari itu, di PKOR pas kebetulan sedang ada acara Fun Bike yang diselenggarakan oleh Indomaret. Jadi pengunjung membludak. jauh lebih ramai dibandingkan hari minggu yang biasa. Ini tentu saja menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang yang berjualan di PKOR. Karena jumlah calon pembeli potensial tentu menjadi semakin banyak. Dan alhamdulillah dagangan wallsticker Ummiyo cukup banyak yang laku.

Kegiatan ini akhirnya menjadi rutinitas kami setiap hari minggu pagi. Awalnya memang cuma wallsticker yang dijual. Tapi seiring waktu, barang dagangannya pun berubah-ubah juga. Pernah juga sekali membawa stok baju koko dan gamis anak-anak yang merupakan barang jualan menjelang lebaran. Pernah juga buka lapak bareng dengan Ibu Keke yang juga berjualan pakaian. Trus yang terakhir, si Ummiyo sedang semangat menjual martabak manis mini karena stok wallsticker-nya tinggal sedikit.

Seru sih, walaupun saya tak banyak membantu karena sibuk mengawasi dan mengikuti para balita. Tapi kami melalui prosesnya bersama-sama. Berkenalan dengan banyak orang baru yang berjualan macam-macam barang, yang sering kali terlihat sepele tapi ternyata omset dan keuntungannya lumayan. Merasakan barang dagangan tak laku karena ada pedagang grosir yang ikut berjualan, lalu kemudian malah jadi salah satu tempat kami mengambil dagangan. :)


Sejak pagi-pagi sudah harus mempersiapkan barang dagangan dan perlengkapannya. Juga harus mengalami 'perebutan' lahan di tempat jualan, karena memang di sana yang berlaku adalah sistem "siapa cepat, dia yang dapat". Jadi semakin pagi datang ke lokasi, semakin banyak pilihan tempat yang masih tersedia. Sebaliknya jika datang menjelang siang -di atas pukul delapan pagi- bisa dipastikan akan kesulitan mendapat tempat karena sudah penuh.

Repotnya, kami masih tergantung dengan jam tidurnya anak-anak. Mereka itu, walaupun tidur malamnya cepat, tapi bangun paginya tetap tak bisa diprediksi. Kadang subuh sudah bangun, kadang jam 8 pagi masih pulas tertidur. Kalau sudah begitu, ya sudah tentu berangkatnya juga siang. Alhamdulillah sih selama ini selalu dapat tempat walaupun kadang harus berputar dulu mencari-cari. Ummiyo pernah ngobrol-ngobrol dengan beberapa pedagang yang kebetulan lapaknya berada di dekat kami, banyak di antara mereka yang datang pagi-pagi sekali sebelum pukul enam pagi demi mendapatkan tempat yang menurut mereka strategis.

Musim penghujan yang mulai datang ternyata menjadi salah satu kendala juga bagi para pedagang, termasuk kami. Hujan bisa datang mendadak kapan saja tanpa peringatan. Pernah pada suatu minggu pagi, martabak manis sudah terlanjur dibuat dalam jumlah yang cukup banyak. Dan kemudian hujan turun pada saat kami bersiap-siap hendak berangkat. Tapi tetap berangkat juga sambil berharap hujannya reda begitu kami sampai di sana. Ternyata gerimis tak kunjung berhenti. Dagangan laku tapi tak habis. Alhamdulillah masih balik modal. Bukannya tak bersyukur dengan hujan yang turun, bukan. Tapi rasanya ada yang mengganjal di hati melihat jumlah penjual yang lebih banyak daripada pembelinya. Melihat wajah-wajah pemilik lapak yang -walaupun masih bisa bercanda dengan tetangga sebelahnya- tapi tetap saja menyiratkan harapan agar pembeli berdatangan seperti hari biasa.

Padahal kami melakukan aktivitas ini hanya dalam rangka iseng-iseng mengisi waktu minggu pagi. Tapi rasanya sedih juga melihat dagangan tak habis. Jadi berpikir bagaimana ya rasanya untuk mereka yang memang menjadikan ini sebagai mata pencaharian, mereka yang memang mencari nafkah dari berjualan di sini? Pasti sedihnya berkali-kali lipat dari yang kami rasakan ya.. :(

Oiya beberapa kali juga melihat anak-anak usia SD yang berjualan di sana. Ada orang tuanya juga sih, tapi hanya mengawasi saja (dan kemungkinan memodali juga, hihi).  Yang dijual adalah es teh manis. Ada juga di hari yang lain anak-anak yang berjualan telur asin, dengan orang tuanya juga. Jadi betul-betul anaknya yang berjualan dan melayani pembeli, sementara orang tuanya asik berduaan di dalam mobil. Ini menarik menurut saya karena mengajarkan anak untuk berwiraswasta sejak dini. Kalau dilihat dari mobilnya sih mereka bukan dari kelompok menengah ke bawah. Dan nggak mungkin sengaja berjualan es teh manis untuk mencari nafkah. Jadi saya yakin itu dilakukan dalam rangka pengajaran kepada anak mereka. Menarik. Mungkin nanti kami akan melakukannya juga jika Hikari dan Hoshi sudah seusia itu.