Selasa, 27 Oktober 2015

Hikari dan Tahfidz

Saalah satu hal yang paling menarik di Sekolah Alam Alkarim adalah anak-anak tidak diberikan pekerjaan rumah setiap hari. Pelajaran yang berkaitan dengan kemampuan akademik hanya diberikan di sekolah. Ada sih Home Chalenge, berupa tugas yang berkaitan dengan pelajaran. Tapi itu hanya diberikan satu kali setiap dua minggu. Dan tidak banyak. Hanya beberapa lembar saja, berupa soal cerita yang membuat anak bisa menikmati saat mengerjakan.

Sering kan dengar orang tua dari anak SD yang ngeluh anaknya diberi banyak PR setiap harinya.. Anak udah belajar di sekolah, cukuplah sudah. Di rumah waktunya bermain dengan saudara dan kawan-kawan. :)

Tugas rumah yang diberikan dan akan dicek setiap hari hanyalah tugas hafalan surat-surat di dalam Juz amma. Sekolah memang punya program tahfidz juz 30 dan anak yang sudah hafal nantinya akan ikut wisuda di akhir tahun ajaran.

Hafalan dimulai dari surat terakhir, An-naas. Alhamdulillah Hikari sudah punya hafalan sampai At-takatsur. Lambat memang progressnya. Tapi ternyata mengajak anak kecil untuk menghafal ternyata memang bukan hal mudah. Well, mungkin terdengar seperti alasan saja ya.. tapi memang begitu lah.

Hikari adalah anak yang sulit berkonsentrasi dengan satu hal, kecuali yang benar-benar dia sukai. Dan kami belum menemukan trik yang pas untuk membuatnya giat menghafal. Ditambah lagi saya sering sudah kehabisan energi begitu sampai di rumah. 

Apalagi di masa-masa awal Hikari sekolah, instansi saya menetapkan jam kerja hingga pukul 19.00 setiap harinya. Sampai di rumah nyaris setengah delapan. Padahal jadwal tidur Hikari dan adiknya adalah pukul delapan malam. Waktu untuk mengajaknya mengulang hafalan secara intensif hanya lah pagi hari setelah subuh sampai waktunya dia berangkat sekolah saja.

Ummiyonya? Setali tiga uang. Energinya tentu tersita untuk mengurusi Hiro yang baru lahir dan Hoshi yang entah kenapa jadi makin banyak perangai sejak adiknya lahir. 

Saya pernah coba bertanya ke Hikari tentang hafalan kawan-kawannya.
"Arta sudah sampai apa? Icha sudah hapal apa? Edgar sekarang surat apa?"
Kemudian saya mencoba memberi semangat Hikari jika hafalan kawannya sudah melebihi hafalannya. Secara teori pendidikan, mungkin ini nggak boleh ya? Tapi saya pikir, siapa tau Hikari jadi terpacu.
Trus berhasil? Enggak.

Tapi meskipun berjalan lambat, selalu bahagia tak terkira setiap kali Hikari berhasil menyelesaikan satu surat dan mendapat surat cinta dari umi gurunya untuk melanjutkan hafalan ke surat selanjutnya. 

Dan tak disangka kegiatan ini juga bermanfaat untuk kami sebagai orang tua. Kami jadi mengecek ulang hafalan dan bacaan kami. Tajwidnya, panjang pendek bacaannya juga tentang makhrojnya. Alhamdulillah, bisa ikut belajar ulang sambil mengajari anak.

Senin, 26 Oktober 2015

Hoshi anak TK Kuntum

Berbeda dengan kakaknya yang sudah minta sekolah sejak usianya belum 3 tahun, Hoshi adalah anak yang santai dan lebih senang di rumah. Sejak usianya 3 tahun, sebenarnya kami sudah mulai menawarinya untuk mulai sekolah. Karena kami berpikir siapa tau dia ingin juga sekolah seperti kakaknya. Tapi jawabannya selalu tidak. "Maunya di rumah aja kawankan Ummi", begitu selalu katanya.

Kami pun tak terlalu memaksa. Toh menurut kami usianya juga memang masih terlalu dini untuk masuk TK. Tapi kadang-kadang, saat Hikari masih sekolah di TK MENTARI Kemiling, Hoshi ikut masuk ke dalam kelas. Kebetulan sekali ibu gurunya, ibu Grace, baik dan penyayang. Dan sudah kenal juga dengan Hoshi. Sedikit banyak sudah tau lah sifat dan tabiatnya. Teman-teman di kelas Hikari juga bersikap biasa dengan kehadiran Hoshi, jadi Hoshinya juga santai.

Tapi memang cuma sekali-sekali saja sih Hoshi ikut belajar di dalam kelas. Seringnya dia minta pergi ke sekolah untuk main-main saja di halaman di saat anak-anak lain di dalam kelas.

Sampai akhirnya kami pindah kontrakan ke Kotabaru karena rumah yang kami tinggali setahun terakhir akan ditempati sendiri oleh yang punya rumah. Hikari pun pindah sekolah, walaupun sudah sayang banget dengan ibu gurunya. Tapi memang terlalu jauh jika harus pergi-pulang ke Kemiling setiap harinya.

Hikari akhirnya sekolah di TK IKAL BULOG, yang letaknya tak jauh dari kantor saya. Dan Hoshi nampaknya tidak tertarik untuk ikut sekolah di sini seperti saat dulu dia ikut kakaknya bermain di MENTARI. Ya sudahlah akhirnya dia di rumah saja dengan Ummiyo.

Sampai akhirnya tahun ajaran baru hampir tiba, dan usianya hampir lima tahun. Tentu sudah waktunya Hoshi masuk TK. Mulialah kami mencari-cari sekolah yang pas untuknya, sekalian dengan mencari sekolah Hikari yang akan masuk SD. Cerita pencarian sekolah untuk kedua anak ini lumayan drama sih. Menghabiskan cukup banyak energi dan pikiran dalam prosesnya.

Setipe dengan kakaknya, Hoshi adalah anak yang sulit untuk dibuat terkesan. Bahkan lebih pemilih lagi dibandingkan kakaknya. Tapi entah bagaimana, dia langsung suka ketika kami membawanya ke TK PERTIWI, di dekat Stadion Pahoman situ. Kemungkinan besar sih karena halaman sekolahnya yang luas dan ada banyak permainan. Kemungkinan lain adalah karena ibu gurunya ramah menyambut ketika dia dan Ummiyo datang ke sana. Tak berpikir lama, kami mendaftarkan Hoshi di PERTIWI.

Selesai satu masalah. Tapi ternyata drama belum selesai. Hikari memilih sekolah yang lokasinya di Kemiling. Ini tentu saja tidak pas dengan lokasi kontrakan yang sekarang di Kota Baru. Sempat galau sampai berhari-hari. Sampai kemudian kami (tepatnya saya) memutuskan Hikari tetap sekolah di Kemiling sesuai kemauannya dan kami akan balik lagi pindah kontrakan ke Kemiling. Kemudian Hoshi akan ikut pindah ke TK MENTARI saat kami sudah pindah kontrakan. 

Sampai saat ini saya masih merasa bersalah kepada Hoshi berkaitan dengan keputusan itu. Karena dia sepertinya sangat menyukai TK PERTIWI. Kelihatan jelas dari wajahnya. Tergambar jelas keceriannya saat bermain di halaman sekolah itu pada suatu siang yang panas.

Bulan Oktober 2015, kami resmi pindah kontrakan ke Kemiling. Tinggal di perumahan Wana Asri lagi seperti masa dua tahun ketika kami baru mutasi ke Bandar Lampung dulu. Dekat dengan sekolah Hikari di daerah Pinang Jaya. Sementara drama terus berlanjut. Hoshi yang awalnya sudah setuju sekolah di TK MENTARI mendadak mengganti kesepakatan. Nggak mau sekolah di MENTARI.

Bersyukur ketika masalah ini terpecahkan secara tak terduga. Ummiyo mengajaknya mampir ke TK KUNTUM ketika akan pergi membeli cat di Palang Besi. Dan Hoshi langsung suka. Menurut cerita Ummiyo sih, ibu gurunya memang ramah dan gigih mengajak Hoshi bicara ketika mereka pertama kali melihat-lihat itu. Dan sekolahnya juga memang enak. Lokasinya tidak langsung berada di tepi jalan besar, jadi relatif aman dan tidak akan berdebu karena kendaraan yang lalu lalang. Alhamdulillah ibu gurunya baik dan sabar. Kawan-kawannya juga baik dan tak ada yang nakal berlebihan.

Maka begitu lah. Meskipun masih tersisa rasa bersalah terkait TK PERTIWI yang tak jadi itu, tapi kami bisa bernafas lega setiap kali melihat Hoshi bersemangat pergi ke sekolah dan wajah berbinar-binarnya setiap kali menceritakan pengalamannya selama di sekolah setiap harinya.



Rabu, 21 Oktober 2015

Hikari dan Selling Day Sekolah Alam Alkarim

Salah satu kegiatan yang ditunggu-tunggu di Sekolah Alam Alkarim adalah Selling Day. Ini adaalh salah satu program di sekolah dalam rangka mengajarkan semangat wirausaha sejak dini. Dan sebenarnya bukan cuma itu sih. Ada banyak hal yang bisa dicapai dengan kegiatan ini. Salah satunya tentu saja melatih kemampuan berhitung saat bertransaksi yang membutuhkan uang kembalian. Juga kemampuan berkomunikasi yang baik pada saat anak-anak menjadi pembeli maupun sebagai penjual.

Kelas 1 Abu Bakar mendapat giliran sebagai penjual pada minggu ketiga Oktober 2015, tepatnya tanggal 19 s.d. 23 Oktober 2015. Jadi selama satu minggu itu, anak-anak dari kelas 1 Abu Bakar secara bergiliran akan berperan sebagai pedagang dan anak-anak dari kelas lain sebagai pembeli. Pembagiannya sesuai dengan pembagian giliran piket. Hikari dapat giliran di hari rabu tanggal 21 Oktober 2015 bersama 4 orang temannya yang lain.

Yang antusias tentu saja bukan cuma Hikari, tapi juga kami. Malah mungkin saya yang jauh lebih bersemangat daripada Hikari sendiri. Ummiyo dan Hikari sudah memutuskan akan membuat puding ikan koi dan donat untuk dijual.

Oiya, dalam acara Selling Day di Sekolah Alam Alkarim ini, ada aturan yang ditetapkan oleh umi gurunya. Anak yang berperan sebagai pedagang akan menjual produk berupa makanan yang dibuat sendiri atau dibuat bersama orang tua. Nilai produk yang dijual keseluruhan oleh seorang pedagang adalah Rp60.000,- Itu adalah nilai modalnya. Harga jual terserah berapa.

Kemudian, sebagai pembeli adalah anak-anak dari kelas lain dan kelas penyelenggara yang tidak mendapat giliran. Selama Selling Day dilaksanakan, anak-anak tidak dibawakan bekal makanan ringan untuk jam istirahat. Karena snack yang dimakan pada jam istirahat akan dibeli pada saat Selling Day itu. Sebagai gantinya, setiap anak dibekali uang saku senilai Rp5000,- untuk berbelanja di lapak-lapak pedagang yang ada.

Jadi Hikari dan Ummiyo sepakat untuk membuat puding ikan koi dan donat untuk dijual pada hari rabu. Cetakan ikan koi-nya pinjam dari Ummu Naufal, karena pesanan cetakan Ummiyo dari toko kue langganan di jalur dua Kemiling itu ternyata belom ada. Puding dibuat hari selasa sore. Hoshi tentu saja ikut serta. Dengan pengawasan penuh Ummiyo, Hikari dan Hoshi berhasil membuat puding ikan koi yang cantik. Enak juga. Mereka berebutan makan, padahal itu barang dagangan. Kalau donatnya sih dibuat oleh Ummiyo, karena dikerjakan malam hari ketika anak-anak sudah tertidur.

Pudingnya dijual seharga Rp1000,- saja per cup. Sedangkan donatnya Rp1500,- per buah. Murah dan enak. Kata Ummiyo, untungnya sih udah pasti nggak ada itu. Tapi melihat keceriaan anak-anak saat membuatnya itu tak ternilai harganya. :)

Lalu abiyo bantu apa? Abiyo bantu buatkan banner untuk lapaknya aja. Dari kardus bekas kemasan susu, kertas bekas kerjaan kantor dan krayon. Lumayan keren sih. Ahahaha. Dibuatnya malam, pada waktu Ummiyo membuat donat. Kemudian Hikari menambahkan detail-detailnya pada pagi harinya.

Dan alhamdulillah dagangan Hikari laris manis. <3 p="">

logo HALAL, balon kata enaaak dan bunga-bunga di bawah itu bikinan Hikari


diawasi oleh umi gurunya

lapak sebelah

Minggu, 06 September 2015

Ayo Memanah


Dari dulu saya selalu menyukai panahan. Setiap menonton film aksi dan ada tokoh yang jago memanah, perhatian saya pasti akan tertuju ke tokoh tersebut. Terlihat keren dan gagah.

Tapi baru pada akhir-akhir ini saja saya mengetahun bahwa memanah adalah termasuk olahraga yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Salllallaahu 'alaihi wassalam Ada banyak hadits dari beliau tentang kegiatan ini. Jadi bisa dibilang, kalau kita melakukan kegiatan ini berarti kita sudah menghidupkan salah satu sunnah dari Rasulullah Salllallaahu 'alaihi wassalam.

“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah (kekuatan) yang kalian mampu‘ (QS. Al Anfal: 60) Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill memanah (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim 1917)

Barangsiapa yang belajar memanah lalu ia melupakannya, maka itu termasuk nikmat yang ia durhakai” (HR Ath Thabrani dalam Mu’jam Ash Shaghir no.4309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1294)

Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu” (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab [wafat 429H] dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda’, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 5498 )

Jika mereka (musuh) mendekat (maksudnya jumlah mereka lebih banyak dari kalian), maka panahlah mereka terus-menerus” (HR. Bukhari 3985)

 Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian merasa malas untuk memainkan panahnya” (HR. Muslim 1918)

Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak“” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasa’i)

Busur pertama yang saya belikan untuk Hikari dan Hoshi adalah busur sederhana. Berbahan carbon fiber dengan berat tarikan kurang dari 10lbs. Merknya Junxing M115. Buatan china. Beli dari juragan archery di Bukittinggi. Dalam paketnya sudah terdiri dari busur, dua anak panah (juga berbahan carbon fiber), armguard dan fingertab.

point-nya dilindungi karet
Mereka antusias sekali saat pertama kali mencoba. Tapi rumah Kota Baru ini kecil. Lingkungannya juga tidak mendukung untuk kegitan panahan. Halamannya sempit, dan tidak ada tanah kosong yang luas juga. Akhirnya mereka pertama kali mencoba panahannya di dalam rumah saja. Ditembakkan ke arah kasur yang ditegakkan. Hihi... Anak panahnya memang tidak tajam. Di bagian point-nya ada semacam karet sebagai pengaman. Jadi ditembakkan ke kasur juga nggak akan rusak.

Lalu, sabtu kemarin, setelah kami berputar-putar mencari kontrakan baru di Kemiling, kami membawa anak-anak ke sekolah Hikari. Di depannya ada lapangan sepak bola yang luas dan sepi. Cocok untuk latihan memanah. Di pinggirnya juga pas ada pohon beringin yang rindang. Di situ lah kami berlatih.

Ternyata memang mengasyikkan. Anak-anak suka.






Beberapa lama kemudian, datanglah anak-anak SD yang sekolahnya di dekat sekolah Hikari itu. Mereka baru pulang sekolah dan menunggu orang tuanya menjemput. Jadi mereka bermain-main di sekitar lapangan itu. Saya mengajak mereka bercanda dan menawari mereka untuk mencoba busur. Ternyata mereka juga suka. :)




Minggu, 02 Agustus 2015

Selamat Datang, Anak Ketiga

Foto-fotonya aja dulu deh yaa.
Ceritanya nanti menyusul.
27 Juli 2015.
RSIA Anugerah Medika
dr. Ratna Dewi Sp.OG.




Jumat, 31 Juli 2015

Hikari Anak Sekolah Alam


Ini adalah SDIT Alam Alkarim, sekolahnya Kak Ai. Sekolah pilihannya sendiri setelah melalui berbagai drama yang lumayan bikin galau. Well, ada banyak sebab sih, tapi alasan utamanya adalah karena harus mencari titik temu antara keinginan kami dengan maunya dia.

Sebagai orang tua, pasti dong kami ingin anak-anak mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya. Karena kami akan dengan sepenuh hati mempercayakan pendidikannya di sekolah, tentu inginnya Hikari bisa sekolah di tempat yang bagus dan mengajarkan nilai-nilai islami untuk bekal hidupnya nanti. Tapi tentu saja kami juga tidak bisa mengabaikan pendapat Hikari. Karena bagaimana pun dia yang akan menjalani nantinya. Dia yang akan berada di sekolah dan berinteraksi dengan guru serta teman-temannya setiap hari.Nyaman atau tidaknya dia, kami yakin adalah salah satu kunci keberhasilan pendidikan yang utama.

Berkeliling lah kami ke sekolah-sekolah di bandar Lampung ini. Sekolah-sekolah yang -menurut penelusuran kami dan berdasarkan rekomendasi dari teman-teman- merupakan sekolah yang bagus. List-nya sebenarnya tidak terlalu banyak, karena kami inginnya Hikari masuk SDIT. Atau sekolah-sekolah bernafaskan islam yang kuat kurikulum agamanya. Tapi karena lokasinya yang terpencar-pencar, jadi ya cukup memakan waktu dan tenaga juga untuk mendatanginya satu persatu.

Dan Hikari bukan anak yang mudah dibuat terkesan. Persis seperti Ummiyonya, cenderung perfeksionis dan mempertimbangkan banyak detail. Sekolah A nggak mau, sekolah B nggak suka, sekolah C ogah. Terus seperti itu, selalu saja ada yang kurang sreg di hatinya. Sampai kami kehabisan pilihan di dalam daftar. Well, ada sih yang kabarnya bagus dan belum kami lihat, tapi tidak masuk dalam daftar kami karena kemungkinan besar kami akan sangat kerepotan dengan biaya pendidikannya. *nasib pegawai negeri kelas menengah..*

Sampai kemudian (mantan) tetangga kami di Perumahan Wana Asri dulu mengusulkan Sekolah Alam Alkarim. Anak mereka juga bersekolah di situ, sudah naik kelas dua.

Ini memang sekolah baru. Lokasinya di Kelurahan Pinang Jaya, Kemiling. Masuk sekitar 1 kilometer dari Jalur dua Kemiling. Daerahnya masih asri dan udaranya masih segar karean memang dikelilingi pepohonan dan jauh dari jalan besar. Nyaris tidak ada polusi dari kendaraan bermotor di sini. Baru mulai beroperasi sejak tahun ajaran yang lalu. Jadi, kalau Hikari jadi masuk sini, Hikari adalah angkatan kedua.

Dan tak disangka, Hikari langsung suka pada pandangan pertama ketika kami bawa dia melihat lokasi sekolahnya. Pada waktu kami datang, sedang ada tes untuk anak-anak yang ingin mendapatkan beasiswa biaya pendidikan. Saat itu ada Dhea juga, tetangga kami yang lain di Wana Asri dulu, yang sudah duluan sekolah di TK Alkarim. Jadi Hikari dan Hoshi bermain-main menjelajah sekolah bersama Dhea sementara kami bertanya kepada guru dan petugas pendaftaran yang ada. Sepertinya adanya Dhea ini juga jadi salah satu hal yang membuat Hikari mantap memilih Alkarim.

Setelah menimbang dan mendengar penjelasan dari petugas bagian pendaftaran (yang sepertinya adalah guru-gurunya) dan melihat Hikari yang langsung setuju, kami akhirnya memutuskan ini lah sekolah di mana kami akan mempercayakan pendidikan Hikari selama enam tahun ke depan. Sekolah Dasar Islam terpadu dengan konsep Alam yang nampaknya cocok dengan Hikari yang cenderung lincah dan susah untuk duduk tenang dalam waktu yang lama.



Sabtu, 03 Januari 2015

Picky Eater Hoshi

Hoshi sepertinya mewarisi gen saya dalam hal makan. Pemilih sekali. Hanya mau makan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan seleranya saja. Kalau sudah bilang nggak mau, benar-benar tak akan dimakan walau dibujuk bagaimana pun juga.

Ini tentu saja merepotkan Ummiyo yang nyaris harus selalu membujuk dulu kalau dia memasak sesuatu yang belum pernah disajikan sebelumnya. Tapi kadang tak perlu membujuk dengan kata-kata sih. Cukup makan saja di depan mereka, dan biarkan mereka melihat serta mencium aroma makanan itu. Biasanya sih Hikari yang langsung tertarik mencoba. Hoshi akan menyusul kemudian setelah kakaknya.

Kalau sedang jalan keluar, agak repot mencari tempat makan. Ya karena harus menyesuaikan dengan selera Hoshi. Mau atau tidak kira-kira kalau makan di tempat tertentu. Kecuali kalau dia sudah makan di rumah, ya nggak masalah mau makan di mana. Pernah juga makan di dua tempat yang berbeda karena tak ketemu selera. Hikari pengen makan A, Hoshi pengen makan B. Tinggal ditentukan saja siapa yang lebih lapar duluan. :D

Selain pemilih, Hoshi juga sangat-sangat repot dalam hal tata cara makan.

Dulu, jika di atas piringnya ada nasi dan sayur, dia akan makan salah satunya dulu, baru kemudian memakan yang satu lagi. Tidak dimakan bersamaan. Makan sayurnya dulu. Setelah sayurnya habis, baru makan nasinya. Atau sebaliknya. Tapi itu mulai berubah sekitar setahun belakangan. Dia sudah mulai bisa makan nasi bersamaan dengan lauk pauk atau sayurnya.

Kadang saya tak sabar melihat dia makan seperti itu, lalu berkomentar bernada protes. Kalau sudah begitu, biasanya Ummiyo langsung menimpali "ya kayak gitu lah kalau mau tau gimana abinya makan."
:D