Saalah satu hal yang paling menarik di Sekolah Alam Alkarim adalah anak-anak tidak diberikan
pekerjaan rumah setiap hari. Pelajaran yang berkaitan dengan kemampuan
akademik hanya diberikan di sekolah. Ada sih Home Chalenge, berupa tugas
yang berkaitan dengan pelajaran. Tapi itu hanya diberikan satu kali
setiap dua minggu. Dan tidak banyak. Hanya beberapa lembar saja, berupa
soal cerita yang membuat anak bisa menikmati saat mengerjakan.
Sering kan dengar orang tua dari anak SD yang ngeluh anaknya diberi banyak PR setiap harinya.. Anak udah belajar di sekolah, cukuplah sudah. Di rumah waktunya bermain dengan saudara dan kawan-kawan. :)
Sering kan dengar orang tua dari anak SD yang ngeluh anaknya diberi banyak PR setiap harinya.. Anak udah belajar di sekolah, cukuplah sudah. Di rumah waktunya bermain dengan saudara dan kawan-kawan. :)
Tugas rumah yang diberikan dan akan dicek setiap hari hanyalah tugas
hafalan surat-surat di dalam Juz amma. Sekolah memang punya program
tahfidz juz 30 dan anak yang sudah hafal nantinya akan ikut wisuda di
akhir tahun ajaran.
Hafalan dimulai dari surat terakhir, An-naas. Alhamdulillah Hikari sudah punya hafalan sampai At-takatsur. Lambat
memang progressnya. Tapi ternyata mengajak anak kecil untuk menghafal
ternyata memang bukan hal mudah. Well, mungkin terdengar seperti alasan
saja ya.. tapi memang begitu lah.
Hikari adalah anak yang sulit
berkonsentrasi dengan satu hal, kecuali yang benar-benar dia sukai. Dan
kami belum menemukan trik yang pas untuk membuatnya giat menghafal.
Ditambah lagi saya sering sudah kehabisan energi begitu sampai di rumah.
Apalagi di masa-masa awal Hikari sekolah, instansi saya
menetapkan jam kerja hingga pukul 19.00 setiap harinya. Sampai di rumah
nyaris setengah delapan. Padahal jadwal tidur Hikari dan adiknya adalah
pukul delapan malam. Waktu untuk mengajaknya mengulang hafalan secara
intensif hanya lah pagi hari setelah subuh sampai waktunya dia berangkat
sekolah saja.
Ummiyonya? Setali tiga uang. Energinya tentu
tersita untuk mengurusi Hiro yang baru lahir dan Hoshi yang entah kenapa
jadi makin banyak perangai sejak adiknya lahir.
Saya pernah coba bertanya ke Hikari tentang hafalan kawan-kawannya.
"Arta sudah sampai apa? Icha sudah hapal apa? Edgar sekarang surat apa?"
Kemudian saya mencoba memberi semangat Hikari jika hafalan kawannya sudah melebihi hafalannya. Secara teori pendidikan, mungkin ini nggak boleh ya? Tapi saya pikir, siapa tau Hikari jadi terpacu.
Trus berhasil? Enggak.
"Arta sudah sampai apa? Icha sudah hapal apa? Edgar sekarang surat apa?"
Kemudian saya mencoba memberi semangat Hikari jika hafalan kawannya sudah melebihi hafalannya. Secara teori pendidikan, mungkin ini nggak boleh ya? Tapi saya pikir, siapa tau Hikari jadi terpacu.
Trus berhasil? Enggak.
Tapi meskipun berjalan lambat, selalu bahagia tak terkira setiap kali
Hikari berhasil menyelesaikan satu surat dan mendapat surat cinta dari
umi gurunya untuk melanjutkan hafalan ke surat selanjutnya.
Dan
tak disangka kegiatan ini juga bermanfaat untuk kami sebagai orang tua.
Kami jadi mengecek ulang hafalan dan bacaan kami. Tajwidnya, panjang
pendek bacaannya juga tentang makhrojnya. Alhamdulillah, bisa ikut
belajar ulang sambil mengajari anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar