Kamis, 10 Maret 2011

Hikari dan Parit

Kemarin sore Hikari jatuh masuk ke dalam parit di depan lapangan di sebelah rumah.

Kami -saya dan Hikari- baru saja selesai mengumpulkan rumput dari tanah lapang di sebelah rumah untuk makanan marmutnya. Berjalan pulang beriringan. Hikari di depan melangkah riang sambil tertawa-tawa. Saya mengikuti di belakangnya menggenggam rumput yang baru saja kami kumpulkan.

Kami memang berjalan di pinggir jalan. Di tepi parit yang memisahkan jalan dengan tanah lapang itu. Sama sekali tak terpikir Hikari akan jatuh atau terpeleset ke dalam parit karena dia berjalan lurus saja seperti biasa. Sesekali dia menoleh ke belakang ke arah saya sambil tertawa memamerkan segenggam kecil rumput dalam tangan kecilnya.

Kejadiannya sungguh cepat. Hikari tiba-tiba membuat posisi seperti hendak melompat. Kedua kakinya menekuk seperti mengambil ancang-ancang. Lalu tangannya menjangkau ke atas. Hap!

Dia melompat. Tapi keseimbangannya tidak sempurna dan sedetik setelahnya dia terjerembab ke depan. Saya panik

berusaha meraihnya. Tapi tak sempat karena dia keburu terguling ke samping kanan. Posisinya sedemikian rupa,

pas sekali. Ketika dia terguling ke kanan itu langsung tercebur ke dalam parit dalam posisi telentang.

Saya berteriak panik memandangi wajahnya yang cemas. Posisinya masih telentang di dalam parit yang ternyata lumayan dalam. Seluruh badannya dari kaki hingga leher terendam air. Tapi kepalanya tidak terendam seluruhnya, hanya bagian belakang saja pas sebatas telinga. Sepertinya dia berusaha menahan karena tangannya tetap menjangkau ke atas. Tidak ada tangis yang terdengar. Hanya teriakan kecil yang keluar dari mulutnya memanggil-manggil: abi-abi-abi.
Tangisnya baru pecah kemudian setelah saya mengangkat dan memeluknya erat. Sekujur badannya basah kuyup oleh air yang kotor menghitam. Kotor. Padahal dia sudah mandi sore.

Maafkan abi ya Nak.

Dengan ini berarti sudah tiga kali Hikari tercebur di parit itu. Yang pertama saat dengan temannya, Jeni. Tapi hanya kaki sebelah kirinya saja yang tercebur saat meloncat hendak menyeberang. Sendalnya hilang sebelah terbenam di dalam parit itu. Lalu yang kedua dengan nenek. Kejadiannya sama, tercebur saat meloncat hendak menyeberang dan sendalnya pun hilang sebelah. Bedanya dengan nenek yang masuk adalah kaki sebelah kanan.  Tapi dua kejadian itu tidak ada apa-apanya dengan yang dialaminya dengan saya, terendam seluruh badan.

Saat saya buka bajunya, tangisannya mereda dan hanya menyisakan sesenggukan sekali-sekali. Akhirnya mandi lagi, dengan air hangat karena hari sudah menjelang magrib. Begitu berendam di bak mandinya dan bermain-main dengan air, dia pun ceria kembali. Malah bisa mengadu ke umminya dengan bangga.

"Mi, tuh alet. Kakak Ai. Atuh alet."


4 komentar:

  1. jadi terinspirasi jugak pengen nulis nantinya... :)

    BalasHapus
  2. dimulai dari sekarang aja yuk..
    buat dibaca-baca anak kalo mereka ntar udah dewasa
    ntar di-share ya kalo udah mulai

    BalasHapus
  3. kalo ga jatuh ga belajar bi.. tapi yg namanya belajar kan ga langsung 1 kali bisa..kaya hikari ini..hehehe..

    BalasHapus
  4. betul sih
    tapi kasian nengoknya pas dia jatuh
    itu lututnya udah lecet2 di mana2 krn keseringan jatuh pas lari

    BalasHapus