Selasa, 18 September 2012

Rumah Kontrakan [1]

Tidak mudah mencari rumah kontrakan di sebuah kota yang sama sekali tidak kita kenal. Ini yang kami alami selama dua minggu terakhir di bandar lampung. Well saya memang pernah 3 tahun tinggal di kota ini saat SMA dulu. Tapi masa itu lebih banyak saya habiskan di sekolah dari pagi sampai sore (dan nggak ada kelebihan uang jajan juga untuk jalan-jalan, haha). Lalu hampir di setiap hari libur saya pulang ke kalianda. Jadi kota ini benar-benar terasa baru untuk kami.

Pencarian rumah kontrakannya memakan waktu yang rasanya teramat sangat lama dan melibatkan begitu banyak orang-orang baik, teman dan saudara (juga kenalan baru), yang bersedia membantu dengan sepenuh hati.

Begitu mendapat kepastian bahwa saya dimutasikan ke Bandar Lampung, kami langsung menelpon mbah H2. Memberi kabar -yang disambut dengan gembira- dan sekaligus meminta tolong dicarikan rumah kontrakan untuk kami kepada teman dan saudara yang ada di Bandar Lampung. Pinginnya kan begitu sampai Bandar Lampung sudah ada rumah yang dituju untuk meletakkan barang.

Beberapa hari kemudian Mbah mengabari kalau rumah kontrakan sudah dapat. Lokasinya di Kemiling. Sesuai pesanan kami, tidak terlalu besar, tidak terlalu jauh dari kantor (15 menit perjalanan) dan airnya bersih. Menurut Mbah H2, rumahnya bagus dan sewanya juga relatif murah, 4juta rupiah untuk 1 tahun.

Etek yang mencarikan rumah itu. Etek ini adalah saudara kami dari pihak bapak, istri dari adik sepupunya bapak. Etek mencarikan rumah untuk kami bersama dengan anaknya, Ijah dan Titin, yang tinggal di Bandar Lampung. Okesip. Karena sudah ada kepastian tentang rumah kontrakan, kami pun tenang menjalani puasa dan mudik lebaran ke Bukittinggi sampai waktunya untuk benar-benar berangkat ke Lampung.

Tanggal 30 Agustus 2012 kami resmi meninggalkan Pekanbaru. Kota yang sudah lebih dari 1 dasawarsa lamanya saya tinggali dalam rangka mengabdi kepada negara. Kota yang sudah saya cintai dengan segala lebih dan kurangnya. Pasti nantinya kami akan kangen dengan panas dan berdebunya.

Rencana semula sih kami akan langsung menuju ke rumah kontrakan yang di maksud bersama dengan barang-barang bawaan kami. Tapi Mbah dan Nenek H2 lebih memilih untuk ke Kalianda dulu. Karena rumah juga belum dibersihkan. Lagi pula kami juga belum melihat langsung keadaannya , belum tau suka atau tidak nantinya. Repot kalau sudah bawa barang seabreg dan kami kurang suka. Maka begitu lah, kami langsung ke Kalianda, barang-barang juga. 

Esok harinya baru kami ke Bandar Lampung melihat rumah yang dimaksud. Ramai yang pergi, 2 mobil. Bersama kami juga ikut serta Om Wan, adik Mama, yang khusus datang dari Bandung untuk bertemu kami. Rumah itu kecil saja. Berkamar dua dengan satu dapur dan satu kamar mandi. Kondisinya masih agak berantakan, tapi ada tukang yangs edang bekerja memperbaiki ini dan itu. Lantainya berdebu, katanya sih debu itu berasal dari Anak Krakatau yang terbatuk-batuk beberapa hari lalu.
Lokasi dan harganya sudah lumayan pas. Ada tempat di samping rumah untuk meletakkan mobil walaupun tak beratap. Mbah dan Nenek H2 juga udah suka, Ummi H2 demikian juga. Lumayan jauh sih dari kantor, tapi setidaknya jalurnya bukan jalur macet. Airnya juga jernih dan bagus. Tapi saat kami melihat rumah itu, ada yang mengganjal di hati saya. Entah apa tapi rasanya kok kurang sreg.

Si ibu yang punya rumah mungkin mengerti kegalauan saya, haha, dan memberi waktu sampai tanggal 3 september untuk pikir-pikir. Ditunggu sampai pukul 2 siang. Baiklah. Tanggal 3 September itu adalah tanggal pelantikan saya di kanwil, jadi bisa langsung ke rumah si ibu lagi kalau memang jadi ngontraknya.

Acara pelantikannya ternyata lama, baru selesai setelah lewat waktu ashar. Kami langsung menuju ke tempat perjanjian. Saya masih tidak yakin, tapi ya sudah lah jadikan saja. Dan ternyata si ibu sudah tidak ada lagi. Sudah pulang ke rumahnya di way halim, kata anaknya yang tinggal di sekitar situ. Kami lalu menelepon si ibu dan dijawab bahwa selagi menunggu kami tadi ada orang lain yang tertarik dan langsung memberi uang muka. Ah.

Sebenarnya selain rumah itu, sebelumnya sudah ada satu rumah lagi rumah yang jadi pertimbangan. Fuad yang mencarikan. Teman sekantor saya waktu masih di Pekanbaru Senapelan dulu, teman istri juga. Dia bersedia repot-repot mencarikan rumah untuk kami begitu tau kami akan pindah ke Bandar Lampung. Katanya sih dulu waktu dia mutasi ke sini pun teman-temannya banyak membantu mencarikan dia rumah.

Karena kami sudah memprioritaskan rumah yang di Kemiling itu, rumah dari si Fuad pun akhrinya tidak jadi.  Tapi dengan keadaan yang sekarang ini, tak ada salahnya ditanyakan lagi ke yang bersangkutan. Maka kami pun langsung saja menuju ke kantornya di KPP Bandar Lampung, yang letaknya sejalan dengan kantor baru saya.

Fuadnya sedang dinas lapangan ternyata. Melalui telepon dia menyuruh kami langsung saja menuju ke rumah yang dimaksud. Letaknya di daerah belakang kantor situ. Tetapi sesampainya di lokasi, ternyata rumahnya batal dikontrakkan karena akan dipakai oleh anak dari si ibu pemilik rumah. 

Hari sudah senja. Kami kembali ke rumah di Kalianda. Ada kecewa dan rasa bersalah dalam hati kepada istri (juga Bapak dan Masto yang ikut serta) karena lambat mengambil keputusan tentang rumah di Kemiling itu. Ini juga di luar rencana dan saya sendiri yang akan repot dibuatnya karena berarti besok saya harus berangkat ke kantor menempuh jarak sejauh sekitar 90-an kilometer.

Selepas magrib, tapi belum isya, kami sampai di rumah.

2 komentar:

  1. masih mas
    udah draft tapi kok belum enak dibaca :(
    besok libur panjang rencananya mau diberesin, hihi

    BalasHapus