Kamis, 02 Januari 2014

Buka Lapak di PKOR

Sejak beberapa bulan yang lalu, ada aktivitas rutin yang selalu kami lakukan setiap hari minggu pagi, tentu saja jika kami sedang tidak pulang ke rumah Mbah H2 di Penengahan. Jadi sekarang, setiap minggu pagi kami menemani Ummiyo berjualan di PKOR Way Halim.

Awalnya hanya iseng saja. Ummiyo kan memang sudah berjualan macem-macem tuh secara online lewat Facebook dan BBM. Kebanyakan sih pake sistem dropship. Jadi nggak punya stok barang di rumah. Nah terakhir kemaren si Ummiyo mulai nambah barang dagangan. Kalau sebelumnya hanya tas-tas dan jam tangan, sekarang bertambah dengan wallsticker. Dan karena harga modalnya masih terjangkau, jadilah si Ummiyo berani narok stok di rumah. Ini juga sebenarnya karena sistem range harga yang ditetapkan oleh suppliernya sih. Jadi dengan pembelian yang semakin banyak akan mendapatkan harga satuan yang semakin murah. Ya sudah mulailah belanja wallsticker dalam jumlah yang lumayan banyak.

Nah stok wallsticker inilah yang akhirnya mencetuskan ide untuk berjualan di PKOR setiap minggu pagi. Seperti saya bilang sebelumnya, awalnya iseng saja sih. Sekalian bawa anak-anak jalan-jalan pagi, tak ada salahnya sekalian buka lapak. Toh gratis dan nggak ada biaya sewa lapak atau pungutan lain-lain di sana. Jadi, Ummiyo berjualan sementara saya mengikuti para balita ke sana kemari, jajan ini itu menghabiskan keuntungan yang didapat Ummiyo dari hasil jualannya. :D

Hari minggu tanggal 27 Oktober 2013 adalah hari pertama Ummiyo buka lapak. Pada hari itu, di PKOR pas kebetulan sedang ada acara Fun Bike yang diselenggarakan oleh Indomaret. Jadi pengunjung membludak. jauh lebih ramai dibandingkan hari minggu yang biasa. Ini tentu saja menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang yang berjualan di PKOR. Karena jumlah calon pembeli potensial tentu menjadi semakin banyak. Dan alhamdulillah dagangan wallsticker Ummiyo cukup banyak yang laku.

Kegiatan ini akhirnya menjadi rutinitas kami setiap hari minggu pagi. Awalnya memang cuma wallsticker yang dijual. Tapi seiring waktu, barang dagangannya pun berubah-ubah juga. Pernah juga sekali membawa stok baju koko dan gamis anak-anak yang merupakan barang jualan menjelang lebaran. Pernah juga buka lapak bareng dengan Ibu Keke yang juga berjualan pakaian. Trus yang terakhir, si Ummiyo sedang semangat menjual martabak manis mini karena stok wallsticker-nya tinggal sedikit.

Seru sih, walaupun saya tak banyak membantu karena sibuk mengawasi dan mengikuti para balita. Tapi kami melalui prosesnya bersama-sama. Berkenalan dengan banyak orang baru yang berjualan macam-macam barang, yang sering kali terlihat sepele tapi ternyata omset dan keuntungannya lumayan. Merasakan barang dagangan tak laku karena ada pedagang grosir yang ikut berjualan, lalu kemudian malah jadi salah satu tempat kami mengambil dagangan. :)


Sejak pagi-pagi sudah harus mempersiapkan barang dagangan dan perlengkapannya. Juga harus mengalami 'perebutan' lahan di tempat jualan, karena memang di sana yang berlaku adalah sistem "siapa cepat, dia yang dapat". Jadi semakin pagi datang ke lokasi, semakin banyak pilihan tempat yang masih tersedia. Sebaliknya jika datang menjelang siang -di atas pukul delapan pagi- bisa dipastikan akan kesulitan mendapat tempat karena sudah penuh.

Repotnya, kami masih tergantung dengan jam tidurnya anak-anak. Mereka itu, walaupun tidur malamnya cepat, tapi bangun paginya tetap tak bisa diprediksi. Kadang subuh sudah bangun, kadang jam 8 pagi masih pulas tertidur. Kalau sudah begitu, ya sudah tentu berangkatnya juga siang. Alhamdulillah sih selama ini selalu dapat tempat walaupun kadang harus berputar dulu mencari-cari. Ummiyo pernah ngobrol-ngobrol dengan beberapa pedagang yang kebetulan lapaknya berada di dekat kami, banyak di antara mereka yang datang pagi-pagi sekali sebelum pukul enam pagi demi mendapatkan tempat yang menurut mereka strategis.

Musim penghujan yang mulai datang ternyata menjadi salah satu kendala juga bagi para pedagang, termasuk kami. Hujan bisa datang mendadak kapan saja tanpa peringatan. Pernah pada suatu minggu pagi, martabak manis sudah terlanjur dibuat dalam jumlah yang cukup banyak. Dan kemudian hujan turun pada saat kami bersiap-siap hendak berangkat. Tapi tetap berangkat juga sambil berharap hujannya reda begitu kami sampai di sana. Ternyata gerimis tak kunjung berhenti. Dagangan laku tapi tak habis. Alhamdulillah masih balik modal. Bukannya tak bersyukur dengan hujan yang turun, bukan. Tapi rasanya ada yang mengganjal di hati melihat jumlah penjual yang lebih banyak daripada pembelinya. Melihat wajah-wajah pemilik lapak yang -walaupun masih bisa bercanda dengan tetangga sebelahnya- tapi tetap saja menyiratkan harapan agar pembeli berdatangan seperti hari biasa.

Padahal kami melakukan aktivitas ini hanya dalam rangka iseng-iseng mengisi waktu minggu pagi. Tapi rasanya sedih juga melihat dagangan tak habis. Jadi berpikir bagaimana ya rasanya untuk mereka yang memang menjadikan ini sebagai mata pencaharian, mereka yang memang mencari nafkah dari berjualan di sini? Pasti sedihnya berkali-kali lipat dari yang kami rasakan ya.. :(

Oiya beberapa kali juga melihat anak-anak usia SD yang berjualan di sana. Ada orang tuanya juga sih, tapi hanya mengawasi saja (dan kemungkinan memodali juga, hihi).  Yang dijual adalah es teh manis. Ada juga di hari yang lain anak-anak yang berjualan telur asin, dengan orang tuanya juga. Jadi betul-betul anaknya yang berjualan dan melayani pembeli, sementara orang tuanya asik berduaan di dalam mobil. Ini menarik menurut saya karena mengajarkan anak untuk berwiraswasta sejak dini. Kalau dilihat dari mobilnya sih mereka bukan dari kelompok menengah ke bawah. Dan nggak mungkin sengaja berjualan es teh manis untuk mencari nafkah. Jadi saya yakin itu dilakukan dalam rangka pengajaran kepada anak mereka. Menarik. Mungkin nanti kami akan melakukannya juga jika Hikari dan Hoshi sudah seusia itu.


2 komentar:

  1. wah... mantap Om WT.. semoga laris manis jualannya ya Umi-nya H2...

    BalasHapus
  2. alhamdulillah...
    terima kasih, oom. aamiin, mudah2an laris terus. hihi

    BalasHapus