Rabu, 20 Oktober 2010

Pagar untuk Hikari

Dalam hidup selalu ada hal-hal yang mendesak untuk didahulukan yang mengalahkan kesukaan kita akan sesuatu hal yang lain. :)

Saya suka rumah yang tidak berpagar, memberi kesan halaman yang luas. Rumah orang tua saya di kampung juga tidak berpagar. Berdiri begitu saja di tengah kebun. 

Saya suka melihat kompleks perumahan di film hollywood yang rumah-rumahnya tidak berpagar. Halamannya langsung terhubung ke jalan lingkungan. :)

Maka kemudian ketika kami diberi rezeki untuk memiliki rumah sendiri, saya tidak punya pikiran untuk mendirikan pagar. Well, di bagian belakang dan samping tetap ada tembok yang mengelilingi. Ini karena orang tua dan mertua saya menganjurkan untuk alasan keamanan. Tapi di bagian depan rumah, saya biarkan begitu saja. Tetangga-tetangga berlomba mendirikan pagar dan kami bertahan tanpa pagar. Halaman rumah yang tak seberapa jadi terasa luas dan lega karena langsung bisa melangkah ke jalan yang di tutup paving block.

Itu alasan pertama, masalah kesukaan. Tapi sebenarnya yang juga jadi pertimbangan adalah masalah biaya. Hehe. Tidak murah untuk membuat pagar yang cukup enak dipandang mata sementara sebagai sebuah keluarga baru kami masih harus memenuhi beberapa kebutuhan lain yang lebih mendesak. Maka jadilah rumah kecil kami tak berpagar.

Mulanya tak ada masalah, semuanya berjalan baik. Lingkungan di mana kami tinggal pun relatif aman, jadi tak ada yang dikhawatirkan. Pun ada petugas ronda yang berkeliling kompleks di malam hari hingga pagi.

Keadaan berubah setelah Hikari mulai bisa merangkak. Sekali dua kali, jika pintu depan kami biarkan terbuka, dia akan merangkak keluar dari pintu langsung ke halaman. Tapi masih belum mengkhawatirkan karena biasanya dia akan berhenti di halaman itu saja lalu bermain tanah sampai saya atau umminya melarangnya lalu mengangkatnya kembali ke dalam rumah. Keadaan ini semakin membuat kami mulai berpikir-pikir tentang pagar depan saat Hikari mulai belajar berjalan sendiri. Di antara halaman dan jalan ada saluran air, dan kami khawati kalau-kalau Hikari terperosok ke situ saat melangkah.

Dan kebutuhan akan pagar depan itu memuncak saat Hikari sudah lancar berjalan, bahkan berlari. 

Layaknya anak yang baru pandai melakukan sesuatu, kepandaian itu lah yang akan selalu dilakukannya tanpa pernah bosan. Saat baru belajar berguling, dia akan berguling terus sampai terbentur tembok, atau dihalangi sesuatu atau bahkan terjatuh dari tempat tidur. Saat baru mulai bisa merangkak, dia akan merangkak terus tak peduli tempat - yang akhirnya memaksa kami membongkar tempat tidur dan hanya memakai kasurnya saja karena takut dia terjatuh dari tempat tidur yang tinggi. 

Begitu pun saat dia sudah mulai lancar berjalan. Tak ada nampak lelahnya menjelajahi semua ruangan di dalam rumah, dari depan sampai belakang. Dan kemudian mungkin dia bosan dan atau sudah hapal dengan keadaan di dalam rumah, Hikari selalu ingin keluar rumah. Raut wajahnya senang sekali jika kami temani dia berjalan-jalan di sepanjang jalan kompleks kami. Dari mulai pagi subuh yang dingin, hingga siang hari yang panas teris hingga sore yang berangin dan bahkan sampai malam yang gelap, dia terus berjalan dan berjalan.

Tapi tentu saja tak bisa terus begitu. Hikari lancar berlari sejak Hoshi lahir. Perhatian umminya pun tak bisa lagi sepenuhnya untuk dia, menemaninya berjalan sepuasnya. Di siang hari di hari kerja, jadi lah Hikari sering gelisah mondar-mandir di dalam rumah saja saat umminya menyusui Hoshi. Dan semakin lama dia pun semakin bosan di dalam rumah. Umminya bilang Hikari sering berdiri saja di dekat jendela depan dan memandang keluar dengan tatapan yang menyiratkan kalau dia pengen bermain di halaman atau di jalan.

Sampai akhirnya Hikari mulai sedikit 'anarkis' dalam menyampaikan keinginannya. Haha. Entah karena sudah terlalu bosan, atau mungkin ingin menarik perhatian umminya yang sedang menyusui Hoshi, Hikari mulai sering memukul-mukul pintu yang tertutup dan teralis jendela sambil berteriak-teriak keras minta pintu dibuka. Umminya tentu tak bisa segera menuruti kemauannya karena tak bias begitu saja memutuskan Hoshi yang sedang menyusu. Maka semakin kuat lah Hikari memukuli pintu dan terali jendela.

Kami pun menyerah. Memang sudah saatnya mendirikan pagar depan rumah. Pikir kami dengan adanya pagar depan, setidak-tidaknya pintu depan bisa dibuka dan Hikari bisa bermain di halaman dengan pagar tertutup dan dia nggak stress lagi.

Saat itu awal puasa, pas banget dapat rejeki TIGAHURUF. Kantor saya berada di jalur biru jadi jumlahnya lumayan besar. Alhamdulillah cukup untuk mendirikan pagar dan masih ada sisa untuk beli kue lebaran. :)

Begitulah. Rumah kami akhirnya berpagar. Dan umminya bisa menyusui Hoshi dengan tenang sementara Hikari bebas bermain di halaman. :)



2 komentar:

  1. hahaha...
    seneng banget, ternyata masih ada segelintir orang yang tersisa yang berpandangan kayak sampeyan tentang pager....
    :)

    BalasHapus
  2. iya lho mas,
    tapi ya itu tadi.. umminya kewalahan ngawasin 2 anak -yang salah satunya sedang aktif2nya- sekaligus
    makanya terpaksalah rumah dipagari :)

    BalasHapus