Senin, 01 Oktober 2012

Rumah Kontrakan [4]

Setelah pencarian kontrakan yang terasa sangat melelahkan, Ummi H2 ditelpon oleh Randhu, istri dari Fuad, teman kami semasa dia masih bertugas di Pekanbaru dulu. Ada rumah dikontrakkan di sekitar perumahan tempat mereka tinggal itu juga. Rumah itu kosong, pemiliknya ada di Way Halim. Dari Randhu kami memperoleh nomer telepon pemilik rumah, Pak Yazid namanya. Menurut Randhu, harga sewanya 5jutaan setahun, tapi Randhu menyuruh kami mengkonfirmasi lagi ke si bapak.

Dilihat sekilas dari luar, rumahnya lumayan bersih walaupun sudah lama tidak dihuni. Berjarak 3 jalan dari rumah Fuad dan Randhu. Sudah berpagar dan ada space kosong lumayan luas di bagian depan, bisa untuk memarkir mobil Ummi H2. Walaupun tak beratap tapi tak apa, setidaknya mobil berada di dalam pagar. Dan sukanya lagi, rumahnya dekat dengan masjid. :)

Begitu dihubungi oleh Ummi H2, alhamdulillah ternyata memang rumahnya dikontrakkan. Tapi menurut Pak Yazid, rumah tersebut adalah milik anaknya. Jadi dia akan mendiskusikan dulu harga sewa dengan anaknya. Dan alhamdulillah setelah menunggu beberapa hari, kami sepakat dengan harga sewa yang ditetapkan mereka. Tanggal 13 September 2012 membayar uang muka sebagai tanda jadi. Dan tanggal 18 September 2012 resmi kami menempati rumah ini setelah melunasi uang sewanya pada tanggal 16 September 2012. :)

Rumah kontrakan kami yang sekarang ini suasananya lumayan enak deh. Lokasinya memang lumayan jauh dari kantor saya, tapi lingkungannya nyaman dan sejauh ini aman. Berada di sebuah komplek perumahan sederhana yang luas sehingga tidak bising dengan suara kendaraan bermotor yang lalu lalang. Kendaraan yang lewat kebanyakan hanya milik penghuni perumahan saja.

Daerahnya terletak di perbukitan. Kalau malam tiba, udaranya berubah sejuk. Hikari dan Hoshi yang selama di Pekanbaru tak bisa lepas dari kipas angin dan pendingin udara jika tiddur di malam hari pun sekarang bisa tidur dengan nyenyak cukup dengan kipas angin yang berputar pelan saja. Apalagi kalau memasuki dini hari menjelang subuh. Hiiyyy, dinginnya terasa sampai ke hati dan bikin malas mandi. :D

Berbeda dengan rumah kami yang dahulu, di lingkungan sini setiap pagi selalu ramai dengan ibu-ibu yang berjalan berkeliling menggendong bakul berjualan sarapan. Menu yang dijual sama, nasi uduk dan lontong sayur.  Beberapa kali kami membeli dari ibu-ibu yangberbeda-beda, cara penyajiannya pun sama. Dan mereka pun berasal dari kampung yang sama, dari daerah Palang Besi, di sebelah bawah perumahan ini. Harganya murah, hanya dengan tiga ribu rupiah saja sudah bisa menikmati nasi uduk atau lontong sayur untuk sarapan di pagi hari. 

Ada juga alternatif menu sarapan yang lain berupa tukang bubur ayam menggunakan gerobak dan bubur kacang hijau yang berkeliling menggunakan sepeda motor. Oiya, dan penjaja Sari Roti yang sudah berkeliling sejak setengah enam pagi. Ramai.


Malam harinya pun tak kalah ramai orang yang berjualan keliling. Ada banyak tukang bakso silih berganti. Juga Mas-mas penjual nasi dan mi goreng. Yang jual mi tek-tek pun ada. Lumayan lah untuk mengganjal perut jika sedang merasa lapar karena mengerjakan sesuatu hingga larut malam.

Kecamatan Kemiling memang sudah berada di luar kota Bandar Lampung. Tapi tak terlalu jauh juga. Dan sebenarnya segala kebutuhan sehari-hari bisa didapatkan dengan mudah di sini, tak perlu jauh-jauh ke kota. Warung harian, pasar tradisional, warung makan, penjual kue dan makanan kecil, penjual buah, semuanya tersedia. Tapi kalau pun ingin ke kota, akses jalannya juga relatif mudah. Bisa lewat Imam Bonjol sana, yang nantinya tembus ke mana-mana (tapi kami belum hapal semuanya). Bisa juga lewat Lembah Hijau kalau ingin jalanan yang lebih lancar. Rute ini yang lebih kami sukai karena bebas macet dan udaranya segar karena sepanjang jalan masih banyak pepohonan dan kebun.

Jalur Lembah Hijau ini juga yang sehari-harinya saya tempuh menuju dan pulang dari kantor. Sesuai namanya, memang melewati daerah lembah yang mendaki dan menurun. Dan memang udaranya masih segar. Jika sedang musim durians eperti sekarang, sepanjang jalan tercium bau harum durian dari lapak-lapak yang menjajakan durian di pinggir jalan.

Waktu tempuhnya dengan menggunakan sepeda motor sekitar setengah jam. Ini setengah jam-nya setengah jam yang lumayan kencang dan jalanannya lancar ya.. Bukan setengah jam di jalanan yang ramai dan macet. Jadi ya memang lumayan jauh. Bisa sih mungkin tembus dalam waktu hanya 20 menitan, tapi saya memilih santai dan mengusahakan untuk tidak terburu-buru. Ini karena jalurnya yang banyak tikungan. Dan saya tidak pernah pintar berkendara di tikungan yang relatif tajam. Main game balap saja saya kerepotan melewati tikungan, apalagi dalam kehidupan nyata. Ahaha. 

Yang paling terasa tentu saja konsumsi bahan bakar sepeda motor. Kalau dulu isi 30ribu bisa dipakai seperti tak habis-habis, sekarang dengan uang yang sama paling-paling hanya bertahan satu mingguan. 

Begitu lah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar