Selasa, 05 November 2013

Kehujanan di Stasiun Gambir

Seperti halnya perjalanan liburan ke Pekanbaru yang seru (bisa dibaca DI SINI), perjalanan pulang kembali ke Lampung pun tak kalah hebohnya. Meski rasanya baru sekejap di Pekanbaru, meski pun masih pengen liburan lebih lama, tapi harus pulang juga karena teringat tunggakan kerjaan di kantor cuti telah habis.

Jadwal pulang dengan tiket Return For Free dari Tigerair Mandala tanggal 19 Oktober 2013, hari sabtu. Kenapa nggak hari minggu, kan masuk kerjanya senin? Bisa sih, tapi hari minggu tanggal 20 Oktober itu penerbangan dari Pekanbaru ke Jakarta (kalau tak salah ingat) jadwalnya pukul di atas jam sembilan malam. Sementara bus damri dari Stasiun Gambir tujuan Bandar Lampung paling akhir adalah jam sepuluh malam. Nggak mungkin terkejar. Maka jadilah pesan tiket hari sabtu untuk penerbangan pukul 15.35 WIB.

Tak seperti saat berangkat, bawaan kami sekarang lebih sedikit. Hanya satu kardus berisi oleh-oleh saja dan dua buah ransel berisi pakaian. Hihi. Cuma berkurang satu kardus sih. Itu juga udah dihemat-hemat banget belanja oleh-olehnya karena budget yang cukup ketat. Hanya beli oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga dekat saja. Tapi begitu dikemas ternyata jadi satu kardus besar juga.

Menjelang keberangkatan ke bandaranya diwarnai drama kecil karena Hikari merajuk tak mau pulang kecuali Bundanya ikut ke Lampung. Pas pula Bundanya tak bisa ikut mengantar ke bandara karena masih di sekolah. Makin jadilah. Tapi beruntung masih bisa dibujuk setelah berkali-kali dibisiki rayuan "nanti Bunda ke Lampung kalo udah liburan sekolah."

Siang itu si Ummiyo dapat undangan makan siang di rumah kak Yeni yang kebetulan hari itu menjadi tuan rumah acara arisan ibu-ibu istri pegawai pajak Pekanbaru dan sekitarnya. Kebetulan rumah kak Yeni ini searah jalan menuju ke bandara. Berangkat dari rumah jam sebelas siang. Kok cepet banget? Iya soalnya pengen foto-foto Hikari Hoshi di malska dulu. Di pelatarannya itu lho, yang ada air mancurnya. Haha. Si Uncu pas lagi libur kerjanya jadi bisa dipaksa ikut untuk foto2in gratis dengan kamera bagusnya.



Selepas dari malska, langsung ke rumah kak Yeni. Bang Dorris, suami kakak ini dulunya adalah koorlak saya ketika masih di seksi PPh Orang Pribadi KPP Pekanbaru. Dulu sih sering juga main ke sini dengan mas Kabul, mas Afif dan tim lain. Makanya saya lumayan akrab dengan anak-anaknya yang sekarang sudah beranjak besar semua. Bang Dorris saat ini bertugas di salah satu KPP di Jakarta, dan kemarin itu bukan jadwalnya dia pulang ke Pekanbaru. :)

Ketika kami datang, kak Yeni sedang sibuk menyiapkan segala hal untuk acara arisan nantinya. Memasak sendirian tak ada yang membantu. Ibu-ibu yang lain dan keluarganya belum ada satu pun yang datang. Niatnya sih cuma mampir sebentar setor muka aja, tapi kak Yeni memaksa kami untuk makan. Ummiyo makan nasi sementara saya dan nenek H2 mencicipi baksonya saja. Uncu tinggal di dalam mobil menunggui Hoshi yang tertidur sejak dari malska tadi. Hikari? Asik bermain bersama anak bungsu kak Yeni - yang saya lupa namanya siapa, padahal sudah bertanya.

Setelah makan dan kenyang numpang sholat zuhur, kami pun pamit. Sudah hampir jam satu siang. Kami langsung menuju bandara karena sudah bisa check-in  dua jam sebelum jam keberangkatan. Bisa sih check-in satu jam sebelum berangkat, tapi kuatir nanti nggak dapat kursi yang letaknya berdekatan. Repot kan kalau terpisah-pisah. (Eh bener gitu kan ya? kalo check-in terakhir kan pilihan kursinya jadi terbatas kan ya? hihi)

Tiba di bandara Sultan Syarif Kasim II sekitar pukul setengah 2 siang. Tepat waktu. Saya dan Ummiyo duluan yang turun sambil membawa barang yang akan dimasukkan ke dalam bagasi nantinya. Sementara Nenek dan Uncu menunggu di mobil karena Hikari juga ikut tertidur nyenyak dalam perjalanan.

Biaya check-in (ini pungutan apa sih namanya? Airport tax ya?) di SSK2 30ribu per orang, lebih murah daripada di Soekarno Hatta yang besarnya 40ribu per orang. Setelah selesai check-in, kami kembali lagi menjemput Hikari (yang sudah bangun lagi) dan Hoshi (yang masih nyenyak tertidur). Oiya, tak lupa minta Uncu untuk berfoto di depan bandaranya. Itu lho yang ada tulisan nama bandaranya. :D


Sampai jumpa lagi, Nenek dan Uncu. Semoga kita bisa segara dipertemukan lagi ya.

Ketika memasuki ruang tunggu, petugas pemeriksaannya melihat sesuatu yang janggal di dalam ransel kami. Dia bertanya "ada apa di dalam tas? bentuknya kayak pipa besi pendek."  Kami pun bingung karena tidak tau apa yang dimaksud. Akhirnya kami persilakan saja pak petugas untuk membuka ransel kami. Dan oow, ternyata yang dimaksud adalah uang logam pecahan 500rupiah yang ditumpuk-tumpuk lalu diselotip. Di mesin X-ray bentuknya jadi terlihat seperti pipa pendek. Oke clear! katanya kepada temannya yang mengoperasikan mesin X-ray. Kami melangkah lega ke dalam ruang tunggu yang nyaman.

Ruang tunggunya luas dan sejuk, padahal ruangannya terbuka. Yaah kayak suhu ruangan di dalam mol gitu lah. Nggak bikin gerah. Kursinya juga cukup nyaman. Trus ada titik-titik tertentu yang bisa dipakai untuk mengisi ulang baterai laptop atau gadget. Sepanjang penglihatan sih ada 2 titik; satu di dekat kios penjual cenderamata dan satu lagi di pojokan dekat pintu keluar menuju pesawat.

Ummiyo langsung mengajak duduk di dekat spot yang dekat pintu keluar itu. Hikari dan Hoshi yang sudah benar-benar terbangun sibuk menjelajah ke sana dan kemari. Lalu asik bermain balon tiup ketika mereka bosan berkeliling. Hoshi masih harus meminum antibiotiknya sekali sebelum naik pesawat. Masih satu jam lebih sampai waktu keberangkatan.

Oiya satu lagi, toilet di bandara SSK 2 ini bersih lho. Baik yang di ruang tunggu maupun yang berada di sekitar counter check-in. Bersih dan kering. Selalu ada petugas yang membersihkan setiap kali ada calon penumpang yang menggunakan. Mungkin karena bangunannya masih baru ya, jadi toiletnya juga masih terjaga.

Hampir pukul 4 sore ketika akhirnya terdengar panggilan untuk naik ke atas pesawat. Dari ruang tunggu masih harus naik bus untuk menuju ke pesawatnya. Busnya bagus sih, tapi kursinya cuma sedikit. Selebihnya cuma disediakan tempat untuk berdiri dan tersedia pegangan tangan di bagian atas. Agak merepotkan untuk penumpang yang membawa balita seperti kami.

Tempat duduknya di baris 21, kursi ABCD. Hoshi bersemangat dengan energi yang penuh terisi karena tadi sudah tertidur lama dalam perjalanan ke bandara. Walaupun tak se-merepotkan jika dia dalam keadaan malas atau mengantuk, kondisi yang full energi ini juga kadang bisa menimbulkan drama kecil. Karena saat berangkat Hikari duduk di dekat jendela, maka ketika pulang pun dia merasa bahwa kursi dia adalah di dekat jendela. Sementara Hoshi tiba-tiba merengek pula ingin duduk di dekat jendela. Berebutlah sebentar sampai kemudian Hikari berhasil dibujuk untuk mengalah.

Ketika pesawat akhirnya lepas landas, ketauan kalau ternyata kursi nomor 20ABC itu kosong tak ada yang menduduki. Hikari sepertinya masih memendam hasrat untuk duduk di dekat jendela. Maka dia pun merengek untuk pindah ke depan. Ya sudah, Ummiyo menurut. Awak kabin juga nggak keliatan keberatan dan nggak menegur. Bersyukur sekali mendapat banyak kemudahan dalam perjalanan bersama para balita ini sejak berangkat sampai pulangnya. Jadi lah Hikari dan Ummiyo duduk di kursi 20 dan saya menemani Hoshi yang segar bugar sepanjang perjalanan. Tak ada harapan untuk bisa tidur di dalam pesawat.




Saya tidak mengingat dengan pasti waktu kedatangan kami di terminal 3 bandara Soekarno Hatta. Yang jelas sih menjelang maghrib. Hoshi dan Hikari sumringah turun dari pesawat. Ummiyo juga nampak lebih santai di pengalaman naik pesawatnya yang kedua ini. :D

Pesawatnya relatif tepat waktu, tapi ternyata nunggu bagasinya lama minta ampun. Sampai saya dan ummiyo selesai sholat maghrib bergantian pun bagasinya belum keluar. Perlu waktu satu jam sampai kami mendapatkan barang bawaan kami. Ya sudah sekalian sholat Isya di bandara.

Pukul setengah delapan kami keluar dari ruang tunggu. Bertanya kepada petugas berseragam di mana kami bisa menunggu Damri ke stasiun Gambir. Kami memang terlalu santai di ruang tunggu karena memesan bus ke Bandar Lampung yang berangkat pukul 10 malam. Kami sudah tau kalau bus dari stasiun Gambir menuju bandara berangkat setiap 30 menit sekali, maka kami dengan sok taunya berasumsi bahwa bus dari bandara ke stasiun Gambir juga akan selalu ada setiap 30 menit sekali. Tapi ternyata tidak. :(

Lelah menunggu sampai nyaris bosan karena Hikari terus mengusik dengan pertanyaan "bisnya kok belum datang sih, Bi?" Hingga akhirnya bus yang ditunggu pun datang selewat pukul setengah sembilan malam. Agak gelisah jadinya, bisa sampai tepat waktu sebelum jam 10 malam nggak nih? Kegelisahan saya agak terusir karena Hikari sibuk bertanya ini dan itu sepanjang perjalanan.

Jalanan ternyata padat sehingga busa tak bisa melaju kencang. Hujan tiba-tiba turun dengan ganas. Lebat dan berangin. Sopir dan kondekturnya berbincang dengan beberapa penumpang di bagian depan. Saya menangkap sedikit percakapan mereka. Tentang penutupan jalan karena ada pasar malam di sekitar monas. Pasar malam yang ada setiap malam minggu sejak gubernur Jokowi menjabat. Lalu tak menyimak lagi karena Hikari menyibukkan saya dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Sampai kemudian tiba-tiba bus berhenti di sebuah halte dan semua penumpang dipersilakan turun. Lho, kok diturunkan di pinggir jalan? Ini di mana? Stasiunnya di arah mana? Kondekturnya bilang "bus nggak bisa masuk stasiun karena jalannya dipake untuk pasar malam itu" sambil menunjukkan arah stasiun tempat. Ah. Ini rupanya yang sejak tadi diobrolkan oleh mereka dengan serunya.

Kami turun dengan agak panik di tengah hujan karena buta arah di malam hari. Orang-orang di halte memberi tempat berteduh untuk Ummiyo dan H2. Ketika kami bertanya "di mana ya bus yang berangkat ke lampung?" tak satu pun yang tau. Aduh.

Akhirnya saya tinggalkan Ummiyo dan H2 sebentar bertanya ke petugas parkir yang di sekitar situ. Dia menunjukkan jalan. Ternyata halte itu berada di dekat pagar stasiun. Tinggal jalan kaki saja ke dalam ke arah minimarket 7-11 lalu lurus. Alhamdulillah  tidak jadi tersesat.

Dalam hujan kami berjalan cepat menuju minimarket 7-11 yang dimaksud si petugas parkir. Saya membawa ransel dan kardus, Ummiyo menggendong Hoshi sementara Hikari berlari-lari kecil di sebelah saya memakai baju kaos bergambar Yotsuba sebagai tutup kepalanya. Kalau diingat sekarang sih itu moment yang lumayan romantis ya.. :D

Di minimarket itu banyak orang berteduh. Kami berhenti sebentar mengatur nafas. Beberapa orang memperhatikan lalu sibuk dengan masalah mereka sendiri. Mana busnya? Derasnya hujan dan penerangan di sekitar yang seadanya membuat kami ragu. Ke arah mana lagi ini harus berjalan. Bertanya lagi ke orang yang berteduh dan hanya menunjukkan arah sambil bilang "Jalan terus ke sana"

Akhirnya Ummiyo mengusulkan supaya saya mencari lokasi pastinya di mana bus kami berada sementara Ummiyo dan H2 menunggu di minimarket itu, kasian anak-anak kalau diajak berputar-putar mencari. Baiklah. Sambil memanggul kardus dan ransel saya berjalan ke arah yang ditunjukkan orang yang kami tanyai tadi. Alhamdulillah ketemu setelah agak melenceng sedikit.

Busnya sudah ada. Beberapa penumpang juga sudah naik di atasnya. Saya menaruh kardus di dalam bagasi dan tas-tas di atas kursi kami, 4 kursi di barisan paling depan. Lalu kembali menjemput Ummiyo dan H2. Alhamdulillah tidak terlambat.

Setelah badan dan rambutnya dikeringkan, Hikari dan Hoshi langsung mengambil posisi tidur. Meringkuk di dalam selimut yang tersedia di masing-masing kursi. Tinggal saya yang dilanda kecemasan. Badan dan kepala basah karena kehujanan. Sejak pagi tadi perut belum terisi nasi, hanya bakso di rumah kak Yeni. Kuat nggak nih sampe Lampung?

Cari makanan dulu deh kalo gitu. Setelah "menipu" Hikari yang tak mau ditinggal sendiri, saya berlari-lari di tengah gerimis mencari makanan berat untuk mengganjal perut. Merasa terkejar-kejar karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam. Di dekat alfamart itu ada gerai CFC, tapi ternyata sedang tidak readystock. Harus menunggu dulu sekitar 20 menit katanya. Aduh. Bagaimana ini? Akhirnya berlari-lari kembali lagi ke dalam bus dengan tangan kosong. Menukar kaos yang basah dengan yang kering lalu duduk memangku kepala Hikari sambil mengunyah roti kecil vanhollano pemberian dari ibunya Hani dan Hanum.

Lalu kebelet pipis dan baru ingat kalau di bus kelas bisnis ini tak ada toilet. Lari-lari lagi menuju toilet di dekat alfamart. Untung gerimisnya mulai mereda dan tinggal menyisakan titik-titik kecil saja sehingga baju tidak basah dibuatnya. Dan ternyata toiletnya sudah ditutup karena sudah jam 10 malam. Ada satu lagi toilet di dekat masjid yang letaknya agak jauh dari situ. Ya sudah, daripada nahan pipis sampai di kapal, dibela-belain lari ke masjid. Kami tertolong karena busnya belum juga berangkat karena masih menunggu satu orang penumpang lagi.

Jam 10 malam lewat sedikit, bus akhirnya bergerak meninggalkan stasiun setelah penumpang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang berlari-lari. Setelah busa berjalan dan merasa lebih tenang saya baru merasakan nyeri di kaki. Sepertinya lecet karena berlari-lari tadi sementara saya tak memakai kaos kaki. Kondekturnya membagikan kotak-kotak berisi satu buah roti dan satu gelas air mineral. Saya mengunyahnya dengan paksa agar perut terisi. Hikari dan Hoshi sudah terlelap.

Selisih harga antara bus Royal Class dengan kelas bisnis yang kami naiki sekarang ini adalah 70ribu. Dan ternyata selisih itu sangat terasa perbedaannya sejak pertama kali kami duduk di kursinya. Sandaran kepalanya hanya pas sampai di tengkuk saya. Tidak terlalu nyaman. Eh bukan, bukan saat pertama kali duduk. Justru sudah terasa saat pertama kali saya melihat busnya. Busnya biasa saja, tidak ada kesan mewah dan wah seperti Royal Class.

Walaupun harus diakui suspensinya tetap nyaman tapi bus ini jelas bukan keluaran baru. Entah kendaraan tahun berapa. Ketika melaju, terdengar bunyi mendecit-decit yang lumayan keras. Interiornya pun seadanya. Beruntung Hikari dan Hoshi sudah kelelahan sehingga kami tak perlu payah menjelaskan keadaan ini kepada mereka. :D

Jalanan masih saja padat. Pada suatu titik, sopirnya mengambil keputusan untuk pindah ke jalur busway mengikuti beberapa mobil yang sudah terlebih dahulu masuk sehingga bisa melaju lancar sementara di sebelah kiri kami nampak kendaraan lain merayap perlahan. Bus kemudian bisa kencang begitu melewati gerbang tol. Sepertinya saya tertidur setelah itu. Dan baru terjaga ketika bus telah berada di dalam kapal. Kondekturnya membangunkan kami, menyuruh naik ke kabin penumpang.

Saat memasuki ruangan, terbaca oleh saya petunjuk arah yang berbunyi "RUANG LESEHAN". Sepertinya menarik. Ummiyo setuju ketika saya mengajak untuk mencoba melihat seperti apa ruangannya. Hikari dan Hoshi masing-masing masih tetap tertidur ketika kami menggendong mereka dari bus. 

Ruangan yang dimaksud ternyata memang diperuntukkan bagi penumpang yang ingin berbaring. Ruangannya terbuka dan udaranya lumayan sejuk. Lantainya dilapisi karpet berwarna coklat muda yang cukup bersih dan tidak berbau. Sepertinya sering dibersihkan. Sudah banyak orang yang bergelimpangan di dalamnya. Kami mencari-cari tempat yang masih cukup luas untuk membaringkan badan. Alhamdulilllah masih dapat tempat untuk kami berempat. Hoshi langsung melanjutkan tidurnya begitu diletakkan di karpet. Sementara Hikari merengek-rengek tak mau diletakkan dan mengeluhkan udara yang menurut dia tidak sejuk. 

Setengah jam kemudian baru dia bisa menerima keadaan dan tertidur. Saya akhirnya bisa merebahkan badan di samping mereka. Niatnya sih tak ingin tidur, hanya ingin rebahan saja sambil maenan hp. Tapi apa daya baterai sekarat dan akhirnya hp-nya mati. Lumayan nyaman ternyata berbaring di lantai kapal setelah hampir tiga jam duduk di atas bus. Tidak begitu terasa goyangan karena ombak di laut. termenung-menungs endirian karena semua orang tertidur sampai akhirnya saya ikut tertidur juga.

Terjaga ketika terasa ada yang mencolek-colek kaki. Ternyata awak kapal yang menagih biaya tambahan karena kami berada di ruangan lesehan ini. Biayanya 10ribu per orang dewasa dan 5ribu untuk anak-anak. Kemudian tak bisa tidur lagi sampai Hoshi terbangun. Mungkin akhirnya dia sadar sedang berada di mana kemudian memprotes suhu ruangan. "Panas. Mau tidur di mobil" katanya berkali-kali sambil merengek. Beberapa orang di sekitar kami terbangun. Melihat sebentar lalu tertidur lagi.

Untung saja tak lama kemudian kapal merapat di pelabuhan Bakauheni. Kami berkemas dan segera kembali ke dalam bus. Begitu duduk di kursi dan merasakan sejuknya suhu di dalam bus, Hoshi langsung berkomentar "Aaaah enaknyaaa.." dengan senyum puas dan wajah yang sumringah. Lucu sekali. :D

Dari obrolan sopir dan kondekturnya, saya tau kalau kami merapat di dermaga 4 pelabuhan Bakauheni. Tak lama menunggu antrian untuk keluar dari lambung kapal. Bus seperti berpacu cepat bersama kendaraan lain yang baru saja keluar dari kapal. Membelah gelapnya malam membawa kami ke arah Bandar Lampung. Pukul setengah lima pagi. Kepada kondektur yang duduk tepat di depan Hikari, saya memberitau kalau kami akan berhenti di Pasuruan. Dia bingung sambil bertanya di mana tepatnya. Setelah dijelaskan dia manggut-manggut, entah mengerti entah tidak. :D

Hampir jam lima pagi ketika sampai di Pasuruan dan bus berhenti tepat di depan rumah mbah H2. Kami pun turun dengan perasaan lega. Terutama saya, karena bisa sampai tanpa menderita mabuk perjalanan. Hikari dan Hoshi terbangun. Mbah Kung dan Mbah Uti sudah keluar rumah dan menjemput kami di tepi jalan. Mungkin mereka memang sudah menunggu-nunggu. Jadi begitu mendengar ada suara bus berhenti mereka langsung keluar dari rumah. 

Alhamdulillah. Liburan yang menyenangkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar