Idul Adha tahun ini memang sudah kami rencanakan untuk pulang ke Pekanbaru. Bukan cuma karena rindu, tapi juga karena ada hal penting lain yang perlu dilakukan di sana. Kepengennya sih pulang naik Damri dari Bandar lampung lalu disambung naik pesawat terbang dari Jakarta. Selain karena H2O belum pernah, juga karena memikirkan lamanya perjalanan jika menempuh perjalanan darat. Sementara Hikari dan Hoshi sekarang relatif lebih rewel jika terlalu lama di perjalanan. Perjalanan darat memakan waktu 2 hari 2 malam, termasuk menginap di Palembang atau Jambi. Sementara jika menggunakan pesawat terbang, waktu tempuhnya bisa dipangkas menjadi 1 hari 1 malam saja.
Sempat agak ragu dengan keputusan menggunakan pesawat terbang ini karebna berkali-kali gagal berebut tiket promo dari citilink, sementara harga normalnya relatif mahal untuk kami berempat. Hingga akhirnya dapat juga tiket Promo Return For Free dari Tigerair Mandala. Senangnya~~ Jadi berangkatnya aja yang bayar dan pulangnya nggak bayar. Setelah ditambah biaya bagasi dan lain-lain, jadilah 2,1juta PP untuk berempat. Berangkat dari Jakarta.
Rencananya, dari Bandarlampung ke Jakarta naik bus Damri yang turun di Stasiun Gambir. Kemudian lanjut dengan bus damri lagi dari Gambir ke Bandara. Tiket Damri sudah dibeli sejak jauh-jauh hari. Harganya 205rb per kursi untuk bus Royal Class. Belinya cuma 2 tiket. Mikirnya sih Hikari dan Hoshi nanti dipangku saja. Toh kata teman-teman di kantor yang langganan Damri, bus Royal Class itu kursinya lebar dan lega. Jadi bisalah sepanjang perjalanan memangku anak balita. Toh mereka juga pasti akan tertidur sepanjang jalan karena berangkatnya malam. Begitu pikir kami. :D
Berbekal cuti tahunan sebanyak 5 hari ditambah 1 hari cuti bersama, dapatlah waktu 10 hari untuk liburan. Cukuplah untuk melepas rindu pada Pekanbaru. Pada Mama dan Papa. Pada Bundanya H2. Pada kulinernya yang tak tergantikan selama di Bandar Lampung. Juga pada teman dekat dan sahabat yang lama tak bersua.
Berangkat tanggal 9 Oktober 2013 malam. Diantar MasTo dan Bapak ke tempat pemberangkatan Damri di Stasiun Kereta Api Bandar Lampung. Masto dan Bapak memang sengaja datang ke Kemiling untuk mengambil mobil yang nantinya akan ditinggal di Pasuruan karena kami pergi lumayan lama. Kasian kalau ditinggal sendirian di Kemiling. Jadwal Damrinya sih pukul 21.00 tapi disuruh datang satu jam sebelumnya. Kami sudah ada di stasiun sebelum pukul 8 malam dan ternyata busnya belum datang. Masto dan Bapak mau menunggui sampai kami berangkat.
Sekitar pukul setengah sembilan, ada pengumuman kalau busnya sudah datang dan penumpang dipersilakan naik. Masto dan Bapak membantu membawakan barang bawaan kami yang lumayan banyak sementara saya dan ummiyo menggendong Hikari dan Hoshi. Soal barang bawaan ini, sebelumnya kami berencana untuk mengirimkannya saja ke Pekanbaru menggunakan jasa ekspedisi supaya kami bisa melenggang santai tanpa bawaan. Tapi setelah menghitung-hitung ongkosnya, diputuskan untuk dibawa saja karena lumayan berat dan tentu saja ongkos kirimnya juga lumayan mahal. Lagipula di dalam tiket pesawatnya sudah termasuk biaya bagasi 15kg per orang. Sayang kan kalau tak dipakai? :D
Sebenarnya yang dibawa sih cuma pakaian dan oleh-oleh berupa kripik pisang saja. Tapi ternyata memerlukan 2 buah tas ransel dan 2 buah kardus untuk mengemasnya. Lumayan berat. Ditambah lagi harus menggendong balita berbobot 13 kilogram-an. Tapi tak apa lah.
Busnya ternyata benar-benar nyamaaaan. Kursinya legaa. Lebar dan empuk. Nyaman banget lah pokoknya untuk tidur sepanjang perjalanan. Busnya juga mewah dan sepertinya keluaran baru. AC-nya sejuk dan ada Free WIFI-nya. Dan toiletnya juga bersih walaupun kecil. Hikari dan Hoshi antusias bukan main. Ini adalah pengalaman pertama mereka bepergian dengan kendaraan raksasa seperti ini.
Sekitar pukul setengah sembilan, ada pengumuman kalau busnya sudah datang dan penumpang dipersilakan naik. Masto dan Bapak membantu membawakan barang bawaan kami yang lumayan banyak sementara saya dan ummiyo menggendong Hikari dan Hoshi. Soal barang bawaan ini, sebelumnya kami berencana untuk mengirimkannya saja ke Pekanbaru menggunakan jasa ekspedisi supaya kami bisa melenggang santai tanpa bawaan. Tapi setelah menghitung-hitung ongkosnya, diputuskan untuk dibawa saja karena lumayan berat dan tentu saja ongkos kirimnya juga lumayan mahal. Lagipula di dalam tiket pesawatnya sudah termasuk biaya bagasi 15kg per orang. Sayang kan kalau tak dipakai? :D
Sebenarnya yang dibawa sih cuma pakaian dan oleh-oleh berupa kripik pisang saja. Tapi ternyata memerlukan 2 buah tas ransel dan 2 buah kardus untuk mengemasnya. Lumayan berat. Ditambah lagi harus menggendong balita berbobot 13 kilogram-an. Tapi tak apa lah.
Busnya ternyata benar-benar nyamaaaan. Kursinya legaa. Lebar dan empuk. Nyaman banget lah pokoknya untuk tidur sepanjang perjalanan. Busnya juga mewah dan sepertinya keluaran baru. AC-nya sejuk dan ada Free WIFI-nya. Dan toiletnya juga bersih walaupun kecil. Hikari dan Hoshi antusias bukan main. Ini adalah pengalaman pertama mereka bepergian dengan kendaraan raksasa seperti ini.
Persoalan muncul begitu naik ke atas bus. Keduanya tak mau dipangku. Maunya duduk sendiri-sendiri. Dan keduanya keliatan udah enjoy banget dengan kursi mereka. Aduh. Bagaimana ini? Kami melupakan fakta bahwa meskipun masih balita, tapi mereka sudah mulai bisa menentukan keinginan mereka sendiri dan berkeras dengan pilihan mereka.
Untungnya, begitu tiba waktu keberangkatannya, ternyata busnya tak terisi penuh. Masih ada banyak kursi yang kosong. Pak Kondekturnya mempersilakan kami duduk di kursi yang kosong itu. Alhamdulillah tak perlu terjadi drama sepanjang perjalanan. Saya duduk dengan Hikari di depan, tepat di belakang sopir. Sementara Hoshi bersama umminya duduk di belakang kami.
Hikari dan Hoshi yang tadinya bersemangat, tidur tak lama kemudian begitu bus mulai melaju meninggalkan stasiun. Ini memang sudah masuk jam tidur mereka. Saya menikmati pemandangan malam di sepanjang jalan yang terlihat keren dari atas kendaraan yang super keren ini. Sampai kemudian ikut terlelap juga. Terjaga ketika pak kondektur membangunkan saya. Ternyata akan ada pemeriksaan oleh petugas Damri di Rumah Makan Siang Malam di Simpang Palas. Pak Kondekturnya memberi instruksi agar nanti jika ditanya oleh petugas yang memeriksa bilang kami hanya beli 2 tiket.
Baiklah. Petugasnya ternyata benar-benar bertanya apakah kami membayar 2 tiket atau 4 tiket. Saya jawab 2 tiket dan Pak Kondektur yang ada di dekat kami memberi gestur kepada petugasnya "busnya kosong jadi mereka duduk di kursi yang nggak ada penumpangnya". Petugas pemeriksaan turun dan bus kembali melaju ke Pelabuhan Bakauheni. Kami tak tidur lagi setelah itu. Bus melewati rumah mbah H2 dan kami tak melihat mobil kami di depan rumah. Apakah Bapak dan Masto belum sampai, atau mobilnya diparkir di belakang rumah?
Untungnya, begitu tiba waktu keberangkatannya, ternyata busnya tak terisi penuh. Masih ada banyak kursi yang kosong. Pak Kondekturnya mempersilakan kami duduk di kursi yang kosong itu. Alhamdulillah tak perlu terjadi drama sepanjang perjalanan. Saya duduk dengan Hikari di depan, tepat di belakang sopir. Sementara Hoshi bersama umminya duduk di belakang kami.
Hikari dan Hoshi yang tadinya bersemangat, tidur tak lama kemudian begitu bus mulai melaju meninggalkan stasiun. Ini memang sudah masuk jam tidur mereka. Saya menikmati pemandangan malam di sepanjang jalan yang terlihat keren dari atas kendaraan yang super keren ini. Sampai kemudian ikut terlelap juga. Terjaga ketika pak kondektur membangunkan saya. Ternyata akan ada pemeriksaan oleh petugas Damri di Rumah Makan Siang Malam di Simpang Palas. Pak Kondekturnya memberi instruksi agar nanti jika ditanya oleh petugas yang memeriksa bilang kami hanya beli 2 tiket.
Baiklah. Petugasnya ternyata benar-benar bertanya apakah kami membayar 2 tiket atau 4 tiket. Saya jawab 2 tiket dan Pak Kondektur yang ada di dekat kami memberi gestur kepada petugasnya "busnya kosong jadi mereka duduk di kursi yang nggak ada penumpangnya". Petugas pemeriksaan turun dan bus kembali melaju ke Pelabuhan Bakauheni. Kami tak tidur lagi setelah itu. Bus melewati rumah mbah H2 dan kami tak melihat mobil kami di depan rumah. Apakah Bapak dan Masto belum sampai, atau mobilnya diparkir di belakang rumah?
Saya dan ummiyo tak tidur lagi setelah itu hingga tiba di Pelabuhan Bakauheni. Hampir pukul setengah dua belas malam. Hikari dan Hoshi masih nyenyak tertidur. Saat mengantri di loket pembayaran, saya baru tau nama pak sopirnya adalah Pangeran Pohan. Bus langsung menuju ke dermaga 4 dan ternyata masih harus menunggu kapal yang sedang akan bersandar.
Ketika akhirnya bus masuk ke kapal satu jam kemudian, ternyata seluruh penumpang harus turun dari dalam bus dan naik ke kabin penumpang. Ah ini akan jadi masalah karena Hikari dan Hoshi dipastikan akan rewel berkepanjangan jika terganggu tidurnya.
Dan benar. Baru saja masuk ke dalam ruangan, Hikari langsung merengek-rengek karena merasa kepanasan. Padahal ruangan penumpang ini sebenarnya tak panas-panas amat. Tapi memang jauh jika dibandingkan dengan kondisi di dalam bus yang super dingin. Kami mencari tempat duduk yang sebisa mungkin terasa lebih dingin, tapi ternyata sama saja. Suhu ruangannya segitu-segitu juga. Hoshi sedikit lebih bisa diatasi. Setelah sempat merengek sebentar, dia terlelap lagi dipangkuan umminya. Meskipun nampak gelisah, tapi setidaknya tidak menangis. Akhirnya sepanjang perjalanan, saya terus berusaha menenangkan dan
membujuk-bujuj Hikari yang terus saja merengek ingin kembali ke dalam
bus. Tiga jam yang terasa sangat lama di atas kapal.
Dari Pelabuhan Merak ke Gambir ternyata cepat, tak sampai 3 jam. Mungkin karena dini hari ya, jadi jalanan masih sepi dan bus bisa melaju tanpa halangan. Belum juga jam tujuh pagi dan kami telah sampai di Terminal Gambir.
Sebenarnya bisa langsung naik bus yang menuju bandara. Tapi kami masih harus memesan tiket untuk pulang ke Lampung tanggal 19 Oktober nanti dan loket pemesanan tiketnya baru akan dibuka nanti pukul delapan pagi. Hikari dan Hoshi langsung pecicilan begitu turun dari bus. Kami berdua tentu saja senang melihat mereka tak bertingkah atau mengeluh sakit. Saya menemani mereka mondar-mandir sekitar stasiun sementara Ummiyo duduk menunggu di depan loket pemesanan tiket. Pengin jalan ke monas yang tak jauh dari situ sih, tapi mengingat barang bawaan yang lumayan berat untuk dibawa ke sana ke mari maka niat itu pun kami pendam saja.
Berdasarkan pengalaman saat berangkat kemarin, kami memutuskan untuk membeli 4 tiket saja. Terbayang betapa repotnya nanti kalau harus menenangkan 2 balita ratu drama yang mengamuk karena tak mau dipangku. Ya kalau busnya tak penuh seperti kemarin, kalau sebaliknya? Maka belilah 4 tiket. Dan karena dana yang terbatas, yang dibeli pun jadinya bukan Royal Class tapi cukup kelas Bisnis. Harganya Rp 135.000 per orang. Selisihnya lumayan jauh dengan Royal. :D
Baiklah ayo kita ke Bandara. Naik ke atas bus damri yang parkir tak jauh dari loket pemesanan tiket. Bus ke bandara ini ternyata berangkat setiap 30 menit sekali. Jadi tak perlu menunggu lama. Harga tiketnya Rp 30.000 saja. Hikari dan Hoshi energinya penuh karena sudah puas tidur selama perjalanan (minus di dalam kapal) dan sibuk bertanya ini itu sepanjang perjalanan.
Pukul sembilan pagi sudah sampai di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Rajin sekali, padahal pesawatnya baru akan berangkat pukul 13.15 nanti, haha. Tak apa lah daripada terlambat. :P
Terminal 3 ini rapih dan bersih. Nampak sibuk tapi tak terlalu ramai. Masih banyak kursi kosong untuk diduduki. Di dalam ruangannya juga tidak penuh dengan orang. Saya bisa bebas bermain troli dengan Hikari dan Hoshi. Mereka naik di atas troli dan saya mendorong mereka ke sana ke mari. :D Norak banget. Tapi biar lah, asal mereka senang dan tak rewel menunggu hampir 4 jam.
Di dalamnya juga ada satu sudut yang dijadikan tempat bermain anak-anak. Dilapisi karpet busa dan ada beberapa permainan juga. Hikari dan Hoshi bolak-balik ke situ sementara Umminya duduk tenang karena ada banyak titik untuk mengisi ulang baterai gajetnya. :D
Pukul sebelas siang (akhirnya) check in. Dua kardus berisi oleh-oleh masuk ke dalam bagasi beserta satu tas ransel berisi pakaian. Satu tas ransel lagi yang berisi laptop dan tas Hikari Hoshi kami bawa ke dalam kabin. Setelah itu makan bakmi di warung bakmi yang ada di dekat tempat bermain anak. Kemudian masuk ke ruang tunggu. Tak lama terdengar panggilan untuk masuk ke dalam pesawat. Cepat sekali. Padahal Ummiyo baru saja berencana hendak pergi sholat. Baru jam setengah satu siang. Tapi senang juga sih karena tak perlu lama.
Sempat repot sebentar di dalam pesawat karena kursi yang ada di tiket kami ternyata sudah diduduki oleh penumpang lain yang di tiketnya memang tertera kursi nomor itu. Beruntung awak kabinnya cepat mengambil keputusan dan kami bisa segera duduk dengan tenang. Hikari di sebelah jendela, Hoshi di dekat gang dan Ummiyo di antara mereka. Saya sendiri duduk tepat di depan Hoshi.
Hikari nampaknya kelelahan karena sejak pagi terus berlarian sampai tiba waktunya naik ke atas pesawat. Dia segera tertidur tak lama setelah pesawat lepas landas. Sementara Hoshi terus mengganggu saya yang sebenarnya ingin juga memejamkan mata. Tiap sebentar memanggil "Abi tengok dek Osi," sambil menendang sandaran kursi saya. Beberapa kali terkejut karena tendangannya itu tepat sesaat sebelum saya tertidur. Kagetnya jangan ditanya. :D
Masalah timbul ketika Hoshi tiba-tiba minta susu. Ah. Susunya kami masukkan di dalam ransel yang ada di dalam bagasi. Tidak ada persediaan susu di dalam tas yang dibawa ke dalam kabin. Yang terjadi adalah drama. Hoshi terus merengek menyebut susu sambil menendang-nendang sandaran kursi sementara saya berpura-pura mencari-cari di dalam tasnya yang hanya berisi mainan dan Ummiyo berusaha membujuk dengan mengalihkan perhatiannya ke luar jendela memperhatikan awan dan langit. Begitu terus sampai akhirnya dia tertidur (entah karena bosan atau capek) dan kami mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru.
Ini adalah perjalanan pertama naik pesawat udara untuk Hikari, Hoshi dan Ummiyo. Ketika saya tanyakan kepada Ummiyo bagaimana pengalaman pertamanya, Ummiyo menjawab dia berzikir sepanjang perjalanan. Saya tentu tak bisa mentertawakannya, karena siapa tau kami selamat dalam perjalanan karena zikirnya itu kan? Hihi..
Nenek H2 sudah menunggu di SSK. Hikari langsung keluar mencari neneknya ketika Saya menggendong Hoshi yang tertidur sementara Ummiyo menunggu bagasi. Perjalanan yang panjang dan melelahkan tapi juga menyenangkan.
Pekanbaru panas seperti terakhir kami ingat. Tapi hembusan angin di tempat parkir di mana Nenek memarkir mobilnya ini benar-benar menyenangkan. Nenek H2 bilang sekarang sudah mulai memasuki musim penghujan, hampir setiap malam hujan turun. Tanah melayu ini terlanjur kami cintai dengan segala lebih dan kurangnya.
Kehujanan di Gambir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar