Beberapa minggu yang lalu, tepatnya tanggal 20 Juni 2010, teman-teman facebook saya banyak yang memasang status tentang ayah. Saya baru tau kalau hari itu adalah peringatan Father’s Day. Dan hari itu mengingatkan saya pada dua orang teman yang secara tidak sengaja membentuk ‘perilaku’ saya yang tidak berperasaan pada seorang teman saya yang lain.
Sejak awal saya penempatan di Pekanbaru, saya menyewa sebuah rumah bersama dengan beberapa orang teman yang salah satunya sudah tidak mempunyai ayah lagi. Kita sebut saja tokoh kita itu dengan L yang Ayahnya meninggal saat dia SMA. Beberapa kali meninggalnya sang ayah itu sempat menjadi topik obrolan kami. Dan walaupun terasa ada kesedihan dalam nada suara maupun gestur tubuhnya, tapi kadang kala dia malah becanda tentang hal itu. Dengan santai dia bisa berkata “ya aku kan dah gak punya bapak lagi, gak ada yang ngasih uang jajan beda dengan kalian” atau kalimat-kalimat sejenis.
Beberapa tahun kemudian, teman kos kami yang satu lagi juga kehilangan ayahnya. Yang ini kita sebut saja H, yang pada saat hari meninggalnya sang ayah tampak sangat terpukul. Teman saya yang lebih senior bercerita, si H menangis dan berkata “aku nggak punya bapak lagi, Pak”
Kami semua tentu saja turut berduka cita. Tapi hidup terus berjalan, dan hari berganti dengan cepat. Beberapa bulan pun berlalu. Dan tiba-tiba saja kamimenyadari ada sebuah hubungan khusus antara L dengan H saat membahas sesuatu yang berhubungan dengan ayah. Mungkin bisa disebut semacam perasaan saling mengerti dan memahami akan kehilangan orang yang tersayang.
Tapi hubungan itu kadang mereka tunjukkan dengan cara yang terlalu ‘to the point’ dan terkesan saling mengejek. Kami pun berpikir mungkin kesamaan nasib lah yang membuat mereka bisa berbicara tentang ayah mereka yang telah tiada dengan tanpa tedeng aling-aling seperti itu. Dan entah bagaimana, kami pun tak jarang terseret masuk dalam kesamaan rasa itu dan ikut tertawa saat slah seorang mengejek yang lain. Atau malah menambahi dengan kata-kata yang lebih seru dan kami akan tertawa lebih keras. Sama sekali tak ada sakit hati karena sebentar kemudian akan kami lupakan untuk keesokan harinya kami ulangi lagi dengan tawa yang lebih keras.
Sekian tahun saya tinggal seatap dengan mereka dan kejadian tersebut terus berulang sepanjang tahun. Dan seperti saya bilang di awal cerita, hari-hari yang saya lalui dengan mereka itu kemudian membentuk alam bawah sadar saya secara tidak sengaja. Dan suatu kali saya sadar kalau saya telah menyakiti hati seorang teman saya yang satu lagi, seorang anak gadis yang juga sudah ditinggal pergi ayahnya.
Suatu kali saat sedang berkumpul bersama teman yang lain, dengan maksud becanda saya berkata “ah kamu kan udah nggak punya bapak” Enteng saja saya mengatakan hal itu dan tak sempat memperhatikan reaksinya karena kami semua tertawa.
Setelah beberapa saat kemudian saya tersadar. Dia mungkin tidak menunjukkan reaksi yang menyedihkan atau pun marah. Tapi saya yakin perasaan itu ada, dan saya lah yang memicunya. Ayahnya meninggal dalam suatu bencana. Dan saya menjadikan kehilangan itu sebagai bahan becandaan. Sungguh bukan hal yang patut dilakukan. Tapi entah mengapa saya tidak pernah meminta maaf kepadanya. Mungkin karena sikapnya kepada saya yang tetap seperti biasa. Berteman dengan biasa dan tetap becanda dengan biasa. Entahlah.
Dan membaca status teman-teman facebook saya beberapa minggu yang lalu itu mengingatkan saya kepadanya. Mungkin dia sudah lupa apa yang saya ucapkan, atau mungkin saja tidak. Saya ingin meminta maaf tapi tidak tau cara meyampaikannya. Saya tidak akan mencari pembenaran dengan cerita tentang L dan H yang menjadikan status mereka yang anak yatim sebagai bahan guyonan. Karena bagaimana pun kehilangan orang tercinta tidak seharusnya ditertawakan.
Ah. Saya menyesal sekali pernah becanda tentang ayahnya.
Maafkan saya, I.
Sejak awal saya penempatan di Pekanbaru, saya menyewa sebuah rumah bersama dengan beberapa orang teman yang salah satunya sudah tidak mempunyai ayah lagi. Kita sebut saja tokoh kita itu dengan L yang Ayahnya meninggal saat dia SMA. Beberapa kali meninggalnya sang ayah itu sempat menjadi topik obrolan kami. Dan walaupun terasa ada kesedihan dalam nada suara maupun gestur tubuhnya, tapi kadang kala dia malah becanda tentang hal itu. Dengan santai dia bisa berkata “ya aku kan dah gak punya bapak lagi, gak ada yang ngasih uang jajan beda dengan kalian” atau kalimat-kalimat sejenis.
Beberapa tahun kemudian, teman kos kami yang satu lagi juga kehilangan ayahnya. Yang ini kita sebut saja H, yang pada saat hari meninggalnya sang ayah tampak sangat terpukul. Teman saya yang lebih senior bercerita, si H menangis dan berkata “aku nggak punya bapak lagi, Pak”
Kami semua tentu saja turut berduka cita. Tapi hidup terus berjalan, dan hari berganti dengan cepat. Beberapa bulan pun berlalu. Dan tiba-tiba saja kamimenyadari ada sebuah hubungan khusus antara L dengan H saat membahas sesuatu yang berhubungan dengan ayah. Mungkin bisa disebut semacam perasaan saling mengerti dan memahami akan kehilangan orang yang tersayang.
Tapi hubungan itu kadang mereka tunjukkan dengan cara yang terlalu ‘to the point’ dan terkesan saling mengejek. Kami pun berpikir mungkin kesamaan nasib lah yang membuat mereka bisa berbicara tentang ayah mereka yang telah tiada dengan tanpa tedeng aling-aling seperti itu. Dan entah bagaimana, kami pun tak jarang terseret masuk dalam kesamaan rasa itu dan ikut tertawa saat slah seorang mengejek yang lain. Atau malah menambahi dengan kata-kata yang lebih seru dan kami akan tertawa lebih keras. Sama sekali tak ada sakit hati karena sebentar kemudian akan kami lupakan untuk keesokan harinya kami ulangi lagi dengan tawa yang lebih keras.
Sekian tahun saya tinggal seatap dengan mereka dan kejadian tersebut terus berulang sepanjang tahun. Dan seperti saya bilang di awal cerita, hari-hari yang saya lalui dengan mereka itu kemudian membentuk alam bawah sadar saya secara tidak sengaja. Dan suatu kali saya sadar kalau saya telah menyakiti hati seorang teman saya yang satu lagi, seorang anak gadis yang juga sudah ditinggal pergi ayahnya.
Suatu kali saat sedang berkumpul bersama teman yang lain, dengan maksud becanda saya berkata “ah kamu kan udah nggak punya bapak” Enteng saja saya mengatakan hal itu dan tak sempat memperhatikan reaksinya karena kami semua tertawa.
Setelah beberapa saat kemudian saya tersadar. Dia mungkin tidak menunjukkan reaksi yang menyedihkan atau pun marah. Tapi saya yakin perasaan itu ada, dan saya lah yang memicunya. Ayahnya meninggal dalam suatu bencana. Dan saya menjadikan kehilangan itu sebagai bahan becandaan. Sungguh bukan hal yang patut dilakukan. Tapi entah mengapa saya tidak pernah meminta maaf kepadanya. Mungkin karena sikapnya kepada saya yang tetap seperti biasa. Berteman dengan biasa dan tetap becanda dengan biasa. Entahlah.
Dan membaca status teman-teman facebook saya beberapa minggu yang lalu itu mengingatkan saya kepadanya. Mungkin dia sudah lupa apa yang saya ucapkan, atau mungkin saja tidak. Saya ingin meminta maaf tapi tidak tau cara meyampaikannya. Saya tidak akan mencari pembenaran dengan cerita tentang L dan H yang menjadikan status mereka yang anak yatim sebagai bahan guyonan. Karena bagaimana pun kehilangan orang tercinta tidak seharusnya ditertawakan.
Ah. Saya menyesal sekali pernah becanda tentang ayahnya.
Maafkan saya, I.
Merkur Futur Adjustable Safety Razor - Sears
BalasHapusMerkur Futur 바카라 사이트 Adjustable Safety Razor is the jancasino.com perfect balance of performance, https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ safety, 토토 and comfort. https://septcasino.com/review/merit-casino/ Made in Solingen, Germany, this razor has a perfect balance of