Hikari tak suka nonton televisi.
Mungkin memang sudah sudah bawaan sejak dalam kandungan. Di awal masa pernikahan, tak ada televisi di rumah kami. Sampai kira-kira usia kandungan istri menginjak bulan ke-5, ibu mertua membawakan tivi bekas yang sudah tak terpakai ke rumah. Katanya biar agak rame. :)
Tapi karena sudah mulai terbiasa hidup tanpa televisi, sampai Hikari lahir pun televisi itu jarang kami tonton. Ditambah lagi gambarnya yang kurang bagus karena hanya menggunakan antena dalam yang kecil karena saya malas memasang antena luar. Jadi lah kami semakin jarang menghidupkan kotak ajaib itu. (Antena luar baru dipasang oleh adik saya yang datang beberapa bulan setelah Hikari lahir.)
Orang bilang, hal yang dilakukan oleh orang tua saat anaknya dalam kandungan akan berpengaruh pada anaknya di kemudian hari. Jadi mungkin saja Hikari tak tertarik pada televisi karena memang umminya jarang nonton tivi saat sedang hamil :)
Tapi setelah lahir pun, kami memang tak membiasakan Hikari berada di depan tivi yang hidup. Di malam hari, Hikari memang sering saya bawa ke ruang depan karena udaranya lebih sejuk daripada di kamar tidur. Tapi dia selalu tidur sementara saya menemaninya sambil nonton. Siang hari pun Hikari lebih banyak tidur di kamar dan tak ada 'interaksi' dengan tivi. Hikari bayi memang hobi tidur. Tenang dan nggak bikin repot. Itu yang selalu kami banggakan ke orang-orang.
Kami sudah banyak membaca berbagai artikel tentang pengaruh televisi terhadap perkembangan balita dan anak-anak. Juga sudah melihat bagaimana anak-anak yang terlalu sering menonton tivi bertingkah laku dalam hidup sehari-hari. Kami ingin anak kami berkembang dengan alami dan kalau bisa seminimal mungkin berinteraksi dengan televisi. Tak mungkin terbebas 100% karena benda itu nyaris ada di mana-mana.
Dan saya sendiri pun terkadang tak bisa menahan diri untuk menonton beberapa acara favorit padahal Hikari masih berkeliaran menjelajahi rumah.
Saat piala dunia 2010 yang lalu, Hikari sering menemani saya nonton jika dia terjaga di malam hari dan tak bisa segera tidur lagi. Pembenaran saya adalah, sepakbola tak berbahaya bagi perkembangannya. Hahaha
Lalu Upin dan Ipin. Saya menyukainya sejak pertama kali nonton di lapak cd bajakan di mal-ska. Dan tak pernah bosan walaupun yang diputar di TPI (sekarang mnc-tv) adalah episode yang diulang-ulang terus. Istri selalu mengejek kalau saya menonton episode ulangan itu, tapi saya cuek saja.
Dan satu lagi adalah Spongebob Squarepants. Nautical Nonsenses dari Bikini Bottom ini selalu lucu ditonton. Walaupun banyak episode yang diulang (dan harus dengar ejekan istri juga), tapi ada juga beberapa episode baru yang belum pernah tayang.
Hikari cuek saja sementara saya menonton. Dia akan asik bermain sendiri, mondar-mandir sekeliling rumah. Atau kalau bosan, dia akan mengganggu saya atau menarik-narik saya mengajak bermain). Tapi sama sekali tak terlihat ketertarikannya pada Upin-Ipin_Kak Ros_Opah_Jarjit_Fizi_Ehsan_Tuk Dalang dll maupun Spongebob_Patrick_Squidward_Mr.Krabs dll yang sedang saya tonton.
Sejak awal Hikari memang tak suka tivi, seperti saya tuliskan di awal cerita. Tapi ternyata, Hikari tau apa saja yang terjadi di televisi yang sedang ditonton abi dan umminya. Siapa sangka?
Suatu kali, kami (full team) pergi ke eria bunda bersama nenek memeriksakan jamur di mulut Hoshi yang tak jua mau pergi. Di depan rumah sakit itu ada ibu-ibu penjual balon gas yang bentuknya bermacam-macam karakter. Ada binatang, ada pesawat terbang dan juga tokoh-tokoh kartun. Saya dan Hikari lebih dulu keluar saat Ummi, Hoshi dan Nenek masih di dalam.
Hikari menunjuk ke balon-balon gas yang melayang-layang itu dan meneriakkan sesuatu. Perlu waktu beberapa lama bagi saya untuk menebak kata yang dikeluarkan mulut kecilnya. Dan begitu sadar, saya pun terpana. BOBOP, itu katanya. Saya segera sadar karena ada Spongebob di antara balon-balon gas tersebut.
Hee? Padahal Hikari tak pernah peduli saat saya menonton.
Lalu beberapa hari yang lalu, kami mengunjungi teman istri yang baru saja melahirkan anak keduanya. Dan sekali lagi saya dibuat takjub. Anak pertama dari teman istri itu sudah mulai sekolah tk, namanya Naura. Saat kami sedang bercerita-cerita, Naura mengeluarkan buku-buku dari tas sekolahnya untuk dipamerkan ke Hikari. Tiba-tiba Hikari menunjuk salah satunya dan berkata : PIPIN.
Itu adalah buku mewarnai yang di sampulnya bergambar si kembar gundul Upin dan Ipin. Ternyata Hikari tau. Padahal setiap kali saya pangku dia saat sedang menonton, dia akan langsung melepaskan diri dan bermain sendiri.
Kejadian kecil yang menyadarkan kami bahwa ternyata otak balita memang mempunyai daya rekam yang luar biasa. Bayangkan, dengan sikap cueknya terhadap televisi saja Hikari bisa mengingat nama karakter yang hanya didengarnya sambil lalu saat dia bermain. Tanpa menonton pun, Hikari menyimpan nama-nama itu di dalam memory-nya.
Ah. Apa jadinya kalau yang kami tonton setiap hari adalah hal-hal yang tidak cocok dengan anak-anak dan balita? Apa yang terekam oleh otak Hikari jika misalnya yang didengarnya adalah kata-kata kasar dan bentakan-bentakan serta makian seperti di dalam sinetron?
Televisi memang menyenangkan. Kotak ajaib yang penuh hiburan dan seringkali sangat berat untuk dimatikan. Tapi tidak selamanya yang ditayangkan baik untuk anak-anak. Spongebob ada efek buruknya nggak ya buat balita? Ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar