Sebenarnya saya bukan orang yang percaya dengan takhyul, pamali dan larangan-larangan yang tidak terlalu jelas dasar hukumnya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Kenapa? Nanti begini, nanti begitu. Ah.
Rumah kami terletak di tengah kompleks, di sebelah tanah kosong yang rencananya akan dijadikan fasum/fasos. Tapi sampai penuh kompleksnya dihuni, itu tanah kosong dibiarkan saja terbengkalai tidak diapa-apakan. Akhirnya rumput dan perdu tumbuh subur. Dulu malah ada beberapa warga yang membuang sampah di situ sebelum ditegur oleh istri saya. Dan akhirnya tanah kosong di sebelah rumah itu menjadi habitat untuk serangga dan binatang-binatang kecil lainnya. Hubungannya dengan takhayul apa?
Karena letaknya yang bersebelahan, jadi mungkin bitanag-binatang yang hidup di tanah kosong itu merasa kami adalah tetangga yang harus dikunjungi. Dan mereka datang silih berganti secara bergiliran. Ada masanya kodok-kodok kecil berkeliaran di dapur dan kamar mandi. Lain waktu gerombolan belalang beterbangan di ruang depan dan teras rumah. Beberapa kali kami menemukan serangga asing yang kami tidak tau namanya bermain-main dengan ceria di dalam rumah.
Seringnya sih kami biarkan saja mereka sesukanya. Toh tidak terlalu mengganggu juga. Kecuali untuk binatang-binatang tertentu yang emang bikin geli, kami usir paksa. Seperti sekelompok binatang lunak sejenis bekicot tapi tanpa cangkang yang pernah berkeliaran di lantai kamar mandi, terpaksa kami singkirkan. Geli dan jijik.
Waktu Hikari masih dalam kandungan, suatu kali giliran rombongan kecoak yang masuk rumah. Tidak banyak, tapi selalu ada. Masuk dari saluran pembuangan air di kamar mandi. Dan di sinilah takhayul itu bekerja mempermainkan perasaan saya. Ini binatang berbahaya, bisa menyebabkan sakit dan mesti dibinasakan. Tapi istri sedang hamil dan kata orang suaminya dilarang bunuh binatang. Katanya takut terjadi apa-apa dengan anaknya nanti kalo lahir.
Nalar dan logika bilang nggak ada hubungannya antara membunuh binatang dengan keadaan sang bayi. Tapi waktu kecil dulu ada cerita tentang hal kayak gini di desa sebelah. Ada pasangan suami istri yang istrinya sedang hamil tua. Si suami suatu malam pergi menangkap kodok di sawah untuk dijual. Masa itu adalah awal-awal orang mulai kenal dgn masakan dari daging kodok. Nah malam itu suaminya dapet kodok besar banget, kira2 ukurannya 3 kali ukuran kodok normal. Trus ditangkap dan dibunuh. Keesokan harinya istrinya melahirkan. Dan…. Jreng jreng! Anaknya menyerupai kodok. Beritanya heboh sampe kemana-mana. Banyak orang yang pergi ke desa sebelah. Saya tidak ikut melihat, tapi katanya si jabang bayi memang benar-benar berwujud seperti kodok. Beberapa hari kemudian si bayi malang itu meninggal dunia.
Hanya satu cerita. Dan mungkin saja itu kebetulan belaka. Tapi entah kenapa begitu membekas di pikiran saya yang akhirnya mengacaukan pikiran dan menyebabkan saya tidak berani membunuh kecoak yang berkeliaran di dalam rumah. Saya coba usir sebisanya tanpa menyakiti mereka. Pake sapu, disiram-siram pake air, dan cara-cara yang baik. Tapi sambil mengancam “Awas kalian nanti ya kalo anakku dah lahir.” Haha.
Sekarang tanah kosong itu sudah dibersihkan oleh pihak pengembangnya. Untuk sementara tidak banyak lagi binatang yang bermain di rumah kami. Sesekali saja ada capung atau kupu-kupu yang mampir. Tapi sepertinya memang rumah kami menarik untuk ditinggali. Mungkin karena penghuninya baik hati, haha. Akhir-akhir ini ada banyak tikus di langit-langit rumah. Saat malam hari kadang-kadang suaranya berisik sekali seperti ada pertandingan sepak bola atau mungkin konser musik.
Dan dilema itu kembali terulang. Saat ini istri saya sedang mengandung adeknya Hikari. Waktu Mbahnya Hikari yg di lampung (Ibu saya) bilang mau datang dan nanya mau dibawain apa, saya langsung jawab jebakan tikus. Tapi saat ibu saya datang membawa jebakan tikus yangs aya pesan, saya tidak berani menggunakannya dan istri saya pun menertawakan saya dengan ikhlas.
Kalian para tikus, perkiraan dokter si adek lahir pertengahan Juli. Bersiap-siap dan waspadalah. Kalau perlu larilah sejak sekarang.
Rumah kami terletak di tengah kompleks, di sebelah tanah kosong yang rencananya akan dijadikan fasum/fasos. Tapi sampai penuh kompleksnya dihuni, itu tanah kosong dibiarkan saja terbengkalai tidak diapa-apakan. Akhirnya rumput dan perdu tumbuh subur. Dulu malah ada beberapa warga yang membuang sampah di situ sebelum ditegur oleh istri saya. Dan akhirnya tanah kosong di sebelah rumah itu menjadi habitat untuk serangga dan binatang-binatang kecil lainnya. Hubungannya dengan takhayul apa?
Karena letaknya yang bersebelahan, jadi mungkin bitanag-binatang yang hidup di tanah kosong itu merasa kami adalah tetangga yang harus dikunjungi. Dan mereka datang silih berganti secara bergiliran. Ada masanya kodok-kodok kecil berkeliaran di dapur dan kamar mandi. Lain waktu gerombolan belalang beterbangan di ruang depan dan teras rumah. Beberapa kali kami menemukan serangga asing yang kami tidak tau namanya bermain-main dengan ceria di dalam rumah.
Seringnya sih kami biarkan saja mereka sesukanya. Toh tidak terlalu mengganggu juga. Kecuali untuk binatang-binatang tertentu yang emang bikin geli, kami usir paksa. Seperti sekelompok binatang lunak sejenis bekicot tapi tanpa cangkang yang pernah berkeliaran di lantai kamar mandi, terpaksa kami singkirkan. Geli dan jijik.
Waktu Hikari masih dalam kandungan, suatu kali giliran rombongan kecoak yang masuk rumah. Tidak banyak, tapi selalu ada. Masuk dari saluran pembuangan air di kamar mandi. Dan di sinilah takhayul itu bekerja mempermainkan perasaan saya. Ini binatang berbahaya, bisa menyebabkan sakit dan mesti dibinasakan. Tapi istri sedang hamil dan kata orang suaminya dilarang bunuh binatang. Katanya takut terjadi apa-apa dengan anaknya nanti kalo lahir.
Nalar dan logika bilang nggak ada hubungannya antara membunuh binatang dengan keadaan sang bayi. Tapi waktu kecil dulu ada cerita tentang hal kayak gini di desa sebelah. Ada pasangan suami istri yang istrinya sedang hamil tua. Si suami suatu malam pergi menangkap kodok di sawah untuk dijual. Masa itu adalah awal-awal orang mulai kenal dgn masakan dari daging kodok. Nah malam itu suaminya dapet kodok besar banget, kira2 ukurannya 3 kali ukuran kodok normal. Trus ditangkap dan dibunuh. Keesokan harinya istrinya melahirkan. Dan…. Jreng jreng! Anaknya menyerupai kodok. Beritanya heboh sampe kemana-mana. Banyak orang yang pergi ke desa sebelah. Saya tidak ikut melihat, tapi katanya si jabang bayi memang benar-benar berwujud seperti kodok. Beberapa hari kemudian si bayi malang itu meninggal dunia.
Hanya satu cerita. Dan mungkin saja itu kebetulan belaka. Tapi entah kenapa begitu membekas di pikiran saya yang akhirnya mengacaukan pikiran dan menyebabkan saya tidak berani membunuh kecoak yang berkeliaran di dalam rumah. Saya coba usir sebisanya tanpa menyakiti mereka. Pake sapu, disiram-siram pake air, dan cara-cara yang baik. Tapi sambil mengancam “Awas kalian nanti ya kalo anakku dah lahir.” Haha.
Sekarang tanah kosong itu sudah dibersihkan oleh pihak pengembangnya. Untuk sementara tidak banyak lagi binatang yang bermain di rumah kami. Sesekali saja ada capung atau kupu-kupu yang mampir. Tapi sepertinya memang rumah kami menarik untuk ditinggali. Mungkin karena penghuninya baik hati, haha. Akhir-akhir ini ada banyak tikus di langit-langit rumah. Saat malam hari kadang-kadang suaranya berisik sekali seperti ada pertandingan sepak bola atau mungkin konser musik.
Dan dilema itu kembali terulang. Saat ini istri saya sedang mengandung adeknya Hikari. Waktu Mbahnya Hikari yg di lampung (Ibu saya) bilang mau datang dan nanya mau dibawain apa, saya langsung jawab jebakan tikus. Tapi saat ibu saya datang membawa jebakan tikus yangs aya pesan, saya tidak berani menggunakannya dan istri saya pun menertawakan saya dengan ikhlas.
Kalian para tikus, perkiraan dokter si adek lahir pertengahan Juli. Bersiap-siap dan waspadalah. Kalau perlu larilah sejak sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar